Hamas Tolak Tawaran Gencatan Senjata Israel, Alasannya Tegas
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Hamas menolak tawaran Israel untuk menghentikan pertempuran dengan imbalan pembebasan sekitar 40 tawanan. Wall Street Journal (WSJ) melaporkan hal itu pada Rabu (20/12/2023), mengutip sejumlah sumber.
Kelompok pejuang Palestina bersikeras perundingan pembebasan sandera hanya bisa dimulai jika Israel mengakhiri serangannya terhadap Gaza terlebih dahulu, menurut surat kabar itu.
Laporan tersebut muncul ketika Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh tiba di Kairo untuk bertemu kepala intelijen Mesir dan pejabat lokal lainnya yang berusaha menengahi konflik tersebut.
Menurut pejabat Mesir yang tidak disebutkan namanya yang diwawancarai WSJ, Israel bersikeras agar Hamas melepaskan beberapa lusin sandera, termasuk semua perempuan dan anak-anak yang tersisa.
Sebagai imbalannya, Israel dilaporkan bersedia menghentikan serangannya di Gaza selama seminggu dan mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.
Untuk pertama kalinya, pembicaraan tersebut juga akan melibatkan perwakilan Jihad Islam Palestina (PIJ), organisasi pejuang Islam kuat lainnya yang berbasis di Gaza, menurut artikel tersebut.
Namun, baik PIJ maupun Hamas disebut-sebut telah menuntut agar Israel menerapkan gencatan senjata sebelum negosiasi mengenai kemungkinan kesepakatan dapat dimulai.
Mereka selanjutnya mendesak pembebasan seluruh tahanan Palestina dengan imbalan pembebasan lebih dari 100 sandera yang ditahan di Gaza. Israel diperkirakan saat ini menahan ribuan warga Palestina.
Lebih dari 120 sandera diyakini masih berada di Gaza setelah Israel dan Hamas merundingkan jeda kemanusiaan selama sepekan bulan lalu, yang menghasilkan pembebasan lebih dari 105 tawanan dengan imbalan Israel membebaskan 240 warga Palestina.
Namun jeda kemanusiaan tersebut terhenti karena kedua belah pihak saling menuduh satu sama lain melanggar perjanjian.
Laporan WSJ muncul ketika Presiden Israel Isaac Herzog mengklaim negaranya “siap untuk jeda kemanusiaan dan bantuan kemanusiaan tambahan untuk memungkinkan pembebasan sandera.”
Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober setelah Israel meningkatkan kekerasan di wilayah Palestina dan berulang kali menyerang Masjid Al-Aqsa.
Menurut angka terbaru, serangan brutal Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 20.000 warga Palestina, serta kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.
Pada Rabu, juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari mengatakan militer mendekati akhir serangan daratnya di Gaza utara, dan telah memperluas aksinya di Khan Younis di bagian selatan wilayah tersebut.
Menurut PBB, rezim kolonial Israel mengeluarkan perintah evakuasi di daerah tersebut, yang berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi sekitar 140.000 pengungsi Palestina.
Kelompok pejuang Palestina bersikeras perundingan pembebasan sandera hanya bisa dimulai jika Israel mengakhiri serangannya terhadap Gaza terlebih dahulu, menurut surat kabar itu.
Laporan tersebut muncul ketika Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh tiba di Kairo untuk bertemu kepala intelijen Mesir dan pejabat lokal lainnya yang berusaha menengahi konflik tersebut.
Menurut pejabat Mesir yang tidak disebutkan namanya yang diwawancarai WSJ, Israel bersikeras agar Hamas melepaskan beberapa lusin sandera, termasuk semua perempuan dan anak-anak yang tersisa.
Sebagai imbalannya, Israel dilaporkan bersedia menghentikan serangannya di Gaza selama seminggu dan mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan masuk ke wilayah tersebut.
Untuk pertama kalinya, pembicaraan tersebut juga akan melibatkan perwakilan Jihad Islam Palestina (PIJ), organisasi pejuang Islam kuat lainnya yang berbasis di Gaza, menurut artikel tersebut.
Namun, baik PIJ maupun Hamas disebut-sebut telah menuntut agar Israel menerapkan gencatan senjata sebelum negosiasi mengenai kemungkinan kesepakatan dapat dimulai.
Mereka selanjutnya mendesak pembebasan seluruh tahanan Palestina dengan imbalan pembebasan lebih dari 100 sandera yang ditahan di Gaza. Israel diperkirakan saat ini menahan ribuan warga Palestina.
Lebih dari 120 sandera diyakini masih berada di Gaza setelah Israel dan Hamas merundingkan jeda kemanusiaan selama sepekan bulan lalu, yang menghasilkan pembebasan lebih dari 105 tawanan dengan imbalan Israel membebaskan 240 warga Palestina.
Namun jeda kemanusiaan tersebut terhenti karena kedua belah pihak saling menuduh satu sama lain melanggar perjanjian.
Laporan WSJ muncul ketika Presiden Israel Isaac Herzog mengklaim negaranya “siap untuk jeda kemanusiaan dan bantuan kemanusiaan tambahan untuk memungkinkan pembebasan sandera.”
Hamas melancarkan serangan mendadak terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober setelah Israel meningkatkan kekerasan di wilayah Palestina dan berulang kali menyerang Masjid Al-Aqsa.
Menurut angka terbaru, serangan brutal Israel ke Gaza telah menewaskan lebih dari 20.000 warga Palestina, serta kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya di Gaza.
Pada Rabu, juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari mengatakan militer mendekati akhir serangan daratnya di Gaza utara, dan telah memperluas aksinya di Khan Younis di bagian selatan wilayah tersebut.
Menurut PBB, rezim kolonial Israel mengeluarkan perintah evakuasi di daerah tersebut, yang berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi sekitar 140.000 pengungsi Palestina.
(sya)