AS Klaim Nasib Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tinggal Menghitung Hari
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengeklaim nasib pemimpin operasional Hamas Yahya Sinwar hanya tinggal menghitung hari.
Klaim itu disampaikan seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden pada hari Kamis, di mana dia berjanji bahwa Amerika akan memastikan keadilan ditegakkan.
“Saya pikir aman untuk mengatakan bahwa hari-harinya tinggal menghitung hari," kata pejabat senior administrasi Biden itu kepada wartawan saat melakukan panggilan telepon untuk membahas perjalanan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan ke Israel dan Palestina.
"Dia memiliki darah Amerika di tangannya; 38 orang Amerika terbunuh pada tanggal 7 Oktober, dan dia masih menyandera sejumlah orang Amerika,” lanjut pejabat senior AS yang enggan ditulis namanya tersebut, seperti dikutip Al Arabiya, Jumat (15/12/2023).
“Jadi, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, tapi keadilan akan ditegakkan,” ujarnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya berkomitmen untuk membunuh Yahya Sinwar dan memusnahkan Hamas beserta para pemimpin utamanya.
Sinwar dan segelintir pejabat Hamas lainnya merencanakan serangan 7 Oktober terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera ratusan lainnya. Ini adalah salah satu serangan paling mematikan yang pernah dialami Israel.
Meski demikian, kampanye militer Israel yang terjadi kemudian di Gaza menuai kecaman luas dari komunitas internasional.
AS telah menjadi pembela setia hak Israel untuk merespons dan melenyapkan Hamas dan kendalinya atas Gaza. Namun, jumlah korban warga sipil telah membuat Washington frustrasi dalam beberapa pekan terakhir.
Sullivan, staf utama Presiden Joe Biden di Gedung Putih, mengunjungi Israel pada hari Kamis, bertemu dengan para pemimpin tertinggi negara tersebut. Dia mengadakan dua pertemuan dengan Netanyahu, satu sebelum pertemuan Kabinet Perang dan satu lagi setelahnya.
"Pertemuan kedua membahas ekspektasi saat kita melewati minggu-minggu mendatang atau menjelang akhir tahun dan memasuki awal bulan Januari,” kata pejabat senior pemerintah AS.
“Diskusi berat” juga diadakan mengenai upaya Israel untuk melindungi warga sipil serta pembicaraan rinci mengenai situasi kemanusiaan di Gaza.
Israel awalnya menolak mengizinkan bantuan kemanusiaan, termasuk obat-obatan dan makanan ke Jalur Gaza, namun kemudian menyetujuinya setelah mendapat tekanan dari AS.
Laporan yang mengutip para pejabat AS mengatakan bahwa Biden ingin militer Israel menyelesaikan kampanye militernya dalam tiga hingga empat minggu ke depan.
Biden mengatakan pekan ini bahwa Israel kehilangan dukungan internasional atas apa yang disebutnya sebagai pengeboman tanpa pandang bulu di Gaza.
Presiden AS juga mengecam pemerintahan Netanyahu, dan menuduh kabinet paling ekstrem dalam sejarah Israel tidak menginginkan solusi dua; Israel dan Palestina.
Klaim itu disampaikan seorang pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden pada hari Kamis, di mana dia berjanji bahwa Amerika akan memastikan keadilan ditegakkan.
“Saya pikir aman untuk mengatakan bahwa hari-harinya tinggal menghitung hari," kata pejabat senior administrasi Biden itu kepada wartawan saat melakukan panggilan telepon untuk membahas perjalanan Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan ke Israel dan Palestina.
"Dia memiliki darah Amerika di tangannya; 38 orang Amerika terbunuh pada tanggal 7 Oktober, dan dia masih menyandera sejumlah orang Amerika,” lanjut pejabat senior AS yang enggan ditulis namanya tersebut, seperti dikutip Al Arabiya, Jumat (15/12/2023).
“Jadi, tidak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, tapi keadilan akan ditegakkan,” ujarnya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya berkomitmen untuk membunuh Yahya Sinwar dan memusnahkan Hamas beserta para pemimpin utamanya.
Sinwar dan segelintir pejabat Hamas lainnya merencanakan serangan 7 Oktober terhadap Israel, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera ratusan lainnya. Ini adalah salah satu serangan paling mematikan yang pernah dialami Israel.
Meski demikian, kampanye militer Israel yang terjadi kemudian di Gaza menuai kecaman luas dari komunitas internasional.
AS telah menjadi pembela setia hak Israel untuk merespons dan melenyapkan Hamas dan kendalinya atas Gaza. Namun, jumlah korban warga sipil telah membuat Washington frustrasi dalam beberapa pekan terakhir.
Sullivan, staf utama Presiden Joe Biden di Gedung Putih, mengunjungi Israel pada hari Kamis, bertemu dengan para pemimpin tertinggi negara tersebut. Dia mengadakan dua pertemuan dengan Netanyahu, satu sebelum pertemuan Kabinet Perang dan satu lagi setelahnya.
"Pertemuan kedua membahas ekspektasi saat kita melewati minggu-minggu mendatang atau menjelang akhir tahun dan memasuki awal bulan Januari,” kata pejabat senior pemerintah AS.
“Diskusi berat” juga diadakan mengenai upaya Israel untuk melindungi warga sipil serta pembicaraan rinci mengenai situasi kemanusiaan di Gaza.
Israel awalnya menolak mengizinkan bantuan kemanusiaan, termasuk obat-obatan dan makanan ke Jalur Gaza, namun kemudian menyetujuinya setelah mendapat tekanan dari AS.
Laporan yang mengutip para pejabat AS mengatakan bahwa Biden ingin militer Israel menyelesaikan kampanye militernya dalam tiga hingga empat minggu ke depan.
Biden mengatakan pekan ini bahwa Israel kehilangan dukungan internasional atas apa yang disebutnya sebagai pengeboman tanpa pandang bulu di Gaza.
Presiden AS juga mengecam pemerintahan Netanyahu, dan menuduh kabinet paling ekstrem dalam sejarah Israel tidak menginginkan solusi dua; Israel dan Palestina.
(mas)