Militer Israel: Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Adalah Orang yang Menanti Ajal
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Militer Israel pada Rabu (29/11/2023) mengatakan pemimpin operasional Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, adalah "dead man walking". Itu adalah istilah untuk menggambarkan orang yang menanti ajal.
Setelah berkarier dalam bayang-bayang dan menghabiskan waktu di penjara-penjara Israel, Sinwar bangkit untuk memimpin gerakan Hamas di Jalur Gaza, Palestina.
"Dia adalah 'dead man walking'," kata militer Israel, seperti dikutip AFP.
Sinwar dituduh mendalangi serangan Hamas pada 7 Oktober, serangan terburuk sepanjang sejarah Israel, yang menurut para pejabat Zionis menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan sekitar 240 orang lainnya dibawa ke Gaza sebagai sandera.
"Rencananya mungkin memakan waktu satu atau dua tahun, mengejutkan semua orang dan mengubah keseimbangan kekuatan di lapangan," kata Leila Seurat dari Arab Centre for Research and Political Studies (CAREP) di Paris merujuk pada serangan Hamas 7 Oktober.
Pria berusia 61 tahun itu tidak terlihat lagi sejak 7 Oktober.
Dikenal karena kerahasiaannya, Sinwar adalah operator keamanan yang “par excellence”, menurut Abu Abdallah, seorang anggota Hamas yang menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya di penjara-penjara Israel.
“Dia mengambil keputusan dengan sangat tenang, namun keras kepala ketika harus membela kepentingan Hamas,” kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017 setelah Sinwar terpilih sebagai pemimpin Hamas di Gaza.
Setelah serangan 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menyebut Sinwar sebagai "wajah kejahatan" dan menyatakan dia sebagai "dead man walking".
Lahir di kamp pengungsi Khan Yunis di Gaza selatan, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu Intifada Pertama dimulai pada tahun 1987.
Sinwar membentuk aparat keamanan internal kelompok itu pada tahun berikutnya, dan kemudian mengepalai unit intelijen yang bertugas mengusir dan menghukum tanpa ampun—terkadang membunuh—warga Palestina yang dituduh memberikan informasi kepada Israel.
Menurut transkrip interogasi dengan petugas keamanan yang diterbitkan di media Israel, Sinwar mengaku telah mencekik seorang tersangka kolaborator dengan syal keffiyeh di pemakaman Khan Yunis.
Sebagai lulusan Universitas Islam di Gaza, dia belajar bahasa Ibrani dengan sempurna selama 23 tahun di penjara Israel, dan disebut memiliki pemahaman mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.
Dia menjalani empat hukuman seumur hidup atas pembunuhan dua tentara Israel ketika dia menjadi orang paling senior dari 1.027 warga Palestina yang dibebaskan sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011.
Sinwar kemudian menjadi komandan senior di Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas, sebelum mengambil kepemimpinan keseluruhan gerakan tersebut di Gaza.
Meskipun pendahulunya mendorong upaya Hamas untuk menampilkan wajah moderat kepada dunia, Sinwar lebih memilih untuk menonjolkan masalah Palestina dengan cara yang lebih keras.
Pemerintah Hamas di Gaza mengatakan serangan udara dan darat yang dilancarkan Israel sebagai respons terhadap serangan 7 Oktober telah menewaskan hampir 15.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Sinwar memimpikan satu negara Palestina yang menyatukan Jalur Gaza dan Tepi Barat—wilayah yang diduduki Israel dan dikendalikan oleh partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas—dan beribu kota di Yerusalem timur.
Menurut lembaga think tank Amerika Serikat (AS), Council on Foreign Relations, dia telah berjanji untuk menghukum siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah, gerakan politik saingan Hamas yang terlibat dalam pertikaian antar faksi setelah pemilu Palestina tahun 2006.
Upaya untuk mencapai kesepakatan masih sulit dicapai, namun pembebasan tahanan akibat perjanjian gencatan senjata dengan Israel telah membuat popularitas Hamas melonjak di Tepi Barat.
"Sinwar telah menempuh jalur menjadi radikal dalam perencanaan militer dan pragmatis dalam politik," kata Seurat.
“Dia tidak menganjurkan kekerasan demi kekerasan, namun untuk melakukan negosiasi dengan Israel," katanya lagi.
Pemimpin Hamas tersebut dimasukkan ke dalam daftar teroris internasional yang paling dicari AS pada tahun 2015, begitu pula Mohammed Deif, komandan Brigade Izz ad-Din al-Qassam saat ini dan tersangka lain yang menjadi dalang serangan 7 Oktober.
Sumber keamanan di luar Gaza mengatakan Sinwar dan Deif berlindung di jaringan terowongan yang dibangun di bawah wilayah tersebut untuk menahan bom Israel.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bersumpah untuk “menemukan dan melenyapkan” Sinwar, mendesak warga Gaza untuk menyerahkan Sinwar. "Jika Anda berhasil mencapai dia sebelum kami, hal itu akan mempersingkat perang," katanya.
Setelah berkarier dalam bayang-bayang dan menghabiskan waktu di penjara-penjara Israel, Sinwar bangkit untuk memimpin gerakan Hamas di Jalur Gaza, Palestina.
"Dia adalah 'dead man walking'," kata militer Israel, seperti dikutip AFP.
Sinwar dituduh mendalangi serangan Hamas pada 7 Oktober, serangan terburuk sepanjang sejarah Israel, yang menurut para pejabat Zionis menyebabkan sekitar 1.200 orang tewas dan sekitar 240 orang lainnya dibawa ke Gaza sebagai sandera.
"Rencananya mungkin memakan waktu satu atau dua tahun, mengejutkan semua orang dan mengubah keseimbangan kekuatan di lapangan," kata Leila Seurat dari Arab Centre for Research and Political Studies (CAREP) di Paris merujuk pada serangan Hamas 7 Oktober.
Pria berusia 61 tahun itu tidak terlihat lagi sejak 7 Oktober.
Dikenal karena kerahasiaannya, Sinwar adalah operator keamanan yang “par excellence”, menurut Abu Abdallah, seorang anggota Hamas yang menghabiskan waktu bertahun-tahun bersamanya di penjara-penjara Israel.
“Dia mengambil keputusan dengan sangat tenang, namun keras kepala ketika harus membela kepentingan Hamas,” kata Abu Abdallah kepada AFP pada tahun 2017 setelah Sinwar terpilih sebagai pemimpin Hamas di Gaza.
Setelah serangan 7 Oktober, juru bicara militer Israel Letnan Kolonel Richard Hecht menyebut Sinwar sebagai "wajah kejahatan" dan menyatakan dia sebagai "dead man walking".
Lahir di kamp pengungsi Khan Yunis di Gaza selatan, Sinwar bergabung dengan Hamas ketika Sheikh Ahmad Yassin mendirikan kelompok tersebut sekitar waktu Intifada Pertama dimulai pada tahun 1987.
Sinwar membentuk aparat keamanan internal kelompok itu pada tahun berikutnya, dan kemudian mengepalai unit intelijen yang bertugas mengusir dan menghukum tanpa ampun—terkadang membunuh—warga Palestina yang dituduh memberikan informasi kepada Israel.
Menurut transkrip interogasi dengan petugas keamanan yang diterbitkan di media Israel, Sinwar mengaku telah mencekik seorang tersangka kolaborator dengan syal keffiyeh di pemakaman Khan Yunis.
Sebagai lulusan Universitas Islam di Gaza, dia belajar bahasa Ibrani dengan sempurna selama 23 tahun di penjara Israel, dan disebut memiliki pemahaman mendalam tentang budaya dan masyarakat Israel.
Dia menjalani empat hukuman seumur hidup atas pembunuhan dua tentara Israel ketika dia menjadi orang paling senior dari 1.027 warga Palestina yang dibebaskan sebagai ganti tentara Israel Gilad Shalit pada tahun 2011.
Sinwar kemudian menjadi komandan senior di Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas, sebelum mengambil kepemimpinan keseluruhan gerakan tersebut di Gaza.
Meskipun pendahulunya mendorong upaya Hamas untuk menampilkan wajah moderat kepada dunia, Sinwar lebih memilih untuk menonjolkan masalah Palestina dengan cara yang lebih keras.
Pemerintah Hamas di Gaza mengatakan serangan udara dan darat yang dilancarkan Israel sebagai respons terhadap serangan 7 Oktober telah menewaskan hampir 15.000 orang, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil.
Sinwar memimpikan satu negara Palestina yang menyatukan Jalur Gaza dan Tepi Barat—wilayah yang diduduki Israel dan dikendalikan oleh partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas—dan beribu kota di Yerusalem timur.
Menurut lembaga think tank Amerika Serikat (AS), Council on Foreign Relations, dia telah berjanji untuk menghukum siapa pun yang menghalangi rekonsiliasi dengan Fatah, gerakan politik saingan Hamas yang terlibat dalam pertikaian antar faksi setelah pemilu Palestina tahun 2006.
Upaya untuk mencapai kesepakatan masih sulit dicapai, namun pembebasan tahanan akibat perjanjian gencatan senjata dengan Israel telah membuat popularitas Hamas melonjak di Tepi Barat.
"Sinwar telah menempuh jalur menjadi radikal dalam perencanaan militer dan pragmatis dalam politik," kata Seurat.
“Dia tidak menganjurkan kekerasan demi kekerasan, namun untuk melakukan negosiasi dengan Israel," katanya lagi.
Pemimpin Hamas tersebut dimasukkan ke dalam daftar teroris internasional yang paling dicari AS pada tahun 2015, begitu pula Mohammed Deif, komandan Brigade Izz ad-Din al-Qassam saat ini dan tersangka lain yang menjadi dalang serangan 7 Oktober.
Sumber keamanan di luar Gaza mengatakan Sinwar dan Deif berlindung di jaringan terowongan yang dibangun di bawah wilayah tersebut untuk menahan bom Israel.
Awal bulan ini, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant bersumpah untuk “menemukan dan melenyapkan” Sinwar, mendesak warga Gaza untuk menyerahkan Sinwar. "Jika Anda berhasil mencapai dia sebelum kami, hal itu akan mempersingkat perang," katanya.
(mas)