Hasil Investigasi Myanmar Dikecam Organisasi HAM

Rabu, 15 November 2017 - 11:36 WIB
Hasil Investigasi Myanmar Dikecam Organisasi HAM
Hasil Investigasi Myanmar Dikecam Organisasi HAM
A A A
YANGON - Kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM) mengecam hasil investigasi militer Myanmar terhadap warga etnik minoritas Rohingya.

Militer Myanmar dianggap ”cuci tangan” atas kekejaman yang dilakukan mereka terhadap warga Rohingya. Kelompok HAM juga meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk diizinkan masuk ke Rakhine untuk menginvestigasi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan militer Myanmar.

Lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh sejak akhir Agustus silam. Itu disebabkan operasi pembersihan etnis yang dilakukan militer Myanmar.

Namun, tentara Myanmar atau dikenal dengan nama Tatmadaw konsisten menentang segala bentuk tudingan tersebut dengan merilis investigasi internal.

Direktur Human Rights Watch (HRW) Brad Adams mengungkapkan, laporan investigasi internal itu tidak jelas. ”Itulah kenapa perlu penyidik internasional independen untuk menemukan fakta dan mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab,” ungkap Adams dilansir Reuters .

Sementara itu, militer Myanmar menggelar penyidikan internal dan tidak menemukan pelanggaran HAM yang dilakukan prajurit mereka.

”Tidak ditemukan bukti penembakan tentara Myanmar kepada warga Rohingya. Tidak ada bukti juga pemerkosaan dan penyiksaan tahanan,” ungkap Panglima Militer Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing.

Hlaing mengungkapkan, temuan investigasi internal menunjukkan tidak ada bukti kalau pasukan keamanan Myanmar membakar desadesa Rohingya atau menggunakan kekuatan yang berlebihan.

”Sebanyak 376 gerilyawan Rohingya dibunuh. Mereka juga mengklaim tidak korban warga sipil tak bersalah,” demikian klaim laporan internal militer Myanmar.

Cuci tangan yang dilakukan Militer Myanmar itu bertepatan dengan persiapan kunjungan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson ke Yangon pada hari ini.

Dia akan berunding dengan para pemimpin negara tersebut membahas krisis Rohingya. Namun, Aung San Suu Kyi, pemimpin nasional Myanmar, tidak memiliki kontrol untuk mengendalikan militer.

Para senator di Washington menekan pemberlakuan sanksi ekonomi dan larangan bepergian bagi tokoh militer dan pengusaha berpengaruh.

Di sela-sela KTT ASEAN, Suu Kyi juga berdiskusi tentang krisis Rohingya dengan Sekjen PBB Antonio Guterres di Manila. Guterres mengungkapkan, pergerakan pengungsi dari Myanmar memicu tragedi yang mengkhawatirkan.

”Itu juga berpotensi mengganggu stabilitas dan radikalisasi di kawasan,” papar Guterres. Pergerakan pengungsi Rohingya masih terjadi. Menurut polisi Bangladesh, selama sepekan terakhir sebanyak 1.200 orang mengungsi ke Cox’s Bazar.

”Merak masih berdatangan. Mereka ingin menyelamatkan diri dari kelaparan dan kekerasan,” kata Shariful Azzam, petugas kepolisian di Cox’s Bazar. (Andika Hendra M)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4551 seconds (0.1#10.140)