PM China Sebut Code of Conduct Stabilisator Wilayah LCS

Selasa, 14 November 2017 - 09:20 WIB
PM China Sebut Code of Conduct Stabilisator Wilayah LCS
PM China Sebut Code of Conduct Stabilisator Wilayah LCS
A A A
MANILA - Kesepakatan China untuk memulai diskusi dengan negara anggota ASEAN mengenai kode kerangka perilaku (Code of Conduct) untuk Laut Cina Selatan (LCS) yang disengketakan akan menjadi "penstabil" untuk wilayah tersebut. Hal tersebut ditegaskan oleh Perdana Menteri China Li Keqiang.

"Harapan terbesar China adalah untuk perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan," kata Keqiang kepada para pemimpin ASEAN di Manila seperti dilansir dari Reuters, Selasa (14/11/2017).

Menteri luar negeri Asia Tenggara dan China pada bulan Agustus mengadopsi kerangka negosiasi untuk kode etik di Laut Cina Selatan, sebuah langkah yang mereka sebut sebagai kemajuan. Meski begitu para kritikus melihatnya sebagai taktik Beijing mengulur-ulur waktu guna mengkonsolidasikan kekuataan maritimnya.

Keqiang mengatakan bahwa ada konsensus untuk terus maju dan untuk mencoba menyelesaikan masalah tersebut secara damai.

"Kami berharap perundingan kode etik akan memperkuat saling pengertian dan kepercayaan. Kami akan berusaha berdasarkan kesepakatan, untuk mencapai konsensus dalam mencapai implementasi awal kode etik," ujar Keqiang, menurut sebuah transkrip pidatonya yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri China pada hari Selasa.

Keqiang tidak memberikan kerangka waktu, namun dia berharap langkah ini akan menjadi "stabilisator" bagi kawasan ini.

Kritik mengatakan bahwa kesepakatan untuk berbicara mengenai rincian kode etik hanya merupakan langkah tambahan, dengan kesepakatan akhir tidak mungkin dalam waktu dekat. Meskipun ada masa kestabilan relatif di LCS, beberapa negara mengatakan bahwa hal ini seharusnya tidak dianggap biasa.

Kerangka kerja tersebut berupaya memajukan Deklarasi Perilaku (DOC) 2002 di Laut China Selatan. Deklarasi ini sebagian besar telah diabaikan oleh negara-negara yang mengajukan klaim, khususnya China. Negeri Tirai Bambu itu telah membangun tujuh pulau buatan manusia di perairan yang disengketakan, tiga di antaranya dilengkapi dengan landasan pacu, rudal dan radar udara.

Semua pihak mengatakan kerangka kerja tersebut hanyalah sebuah garis besar untuk bagaimana kode tersebut akan dibuat. Namun para kritikus menilainya adalah sebuah kegagalan untuk menggariskannya sebagai tujuan awal, kebutuhan untuk membuat kode tersebut mengikat secara hukum dan dapat dilaksanakan, atau memiliki mekanisme penyelesaian perselisihan, menimbulkan keraguan tentang seberapa efektifnya pakta tersebut.

Menandatangani China sampai kode yang mengikat secara hukum dan dapat diterapkan untuk jalur air strategis telah lama menjadi tujuan bagi anggota ASEAN. Sejumlah negara anggota ASEAN telah bertahun-tahun menentang apa yang mereka anggap mengabaikan hak kedaulatan oleh China dan pemblokiran nelayan serta upaya untuk mengeksplorasi sumber daya energinya.

Malaysia, Taiwan, Brunei, Vietnam dan Filipina semua mengklaim sebagian atau seluruh Laut Cina Selatan dan segudang kawanan, terumbu karang dan pulau-pulaunya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3476 seconds (0.1#10.140)