3 Kemunafikan Terbesar Amerika Serikat, Teriak HAM Sembari Suplai Senjata dan Uang untuk Israel
loading...
A
A
A
Jika membahas HAM, Palestina adalah pihak yang paling dirugikan hak asasinya dalam ketegangan pasca 7 Oktober 2023. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok bagaimana Amerika Serikat bersikap dalam menanggapi korban sipil Israel maupun Palestina.
Lembaga-lembaga politik, militer, ekonomi, budaya, dan sosial di AS telah sepenuhnya bergerak untuk memberikan dukungan kepada Israel dan para korban di negara tersebut, namun tidak ada dukungan yang serupa yang diberikan kepada rakyat Palestina.
Tidak ada upaya evakuasi untuk warga Palestina, tidak ada pengiriman kapal induk untuk memberikan dukungan militer, dan mayoritas wacana politik dan budaya tidak menghargai kehidupan Palestina atau merasakan duka atas kematian warga Palestina.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadakan debat terbuka pertamanya mengenai perang Israel-Gaza.
Dengan sebagian besar anggotanya menyerukan gencatan senjata segera agar bantuan kemanusiaan dapat menjangkau warga Palestina di bawah pemboman Israel yang tiada henti di Gaza.
Dewan beranggotakan 15 orang, yang lima anggota tetapnya termasuk Amerika Serikat dan Rusia memiliki hak veto, sejauh ini gagal menghasilkan resolusi yang akan mengakhiri kekerasan.
AS, sekutu setia Israel memveto sebuah resolusi yang didukung oleh 12 anggota dewan lainnya, yang menyerukan penghentian pertempuran, karena resolusi tersebut tidak cukup menekankan hak Israel untuk membela diri.
Hampir 90 negara masuk dalam daftar pembicara dalam debat , termasuk sekitar 30 menteri luar negeri dan wakil menteri, dan banyak di antara mereka yang menyuarakan seruan untuk gencatan senjata dan penghentian serangan terhadap warga sipil Palestina di tengah kehancuran yang meluas di Gaza dan meningkatnya jumlah korban tewas.
Namun Washington mengatakan pihaknya lebih menyukai jeda kemanusiaan, yang dianggap kurang formal dan lebih pendek dibandingkan gencatan senjata.
Rancangan tersebut, menurut kantor berita AFP, akan membela “hak yang melekat pada semua negara” untuk membela diri sambil menyerukan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Hal ini akan mendukung “jeda kemanusiaan” yang memungkinkan bantuan masuk, namun bukan gencatan senjata penuh.
Lembaga-lembaga politik, militer, ekonomi, budaya, dan sosial di AS telah sepenuhnya bergerak untuk memberikan dukungan kepada Israel dan para korban di negara tersebut, namun tidak ada dukungan yang serupa yang diberikan kepada rakyat Palestina.
Tidak ada upaya evakuasi untuk warga Palestina, tidak ada pengiriman kapal induk untuk memberikan dukungan militer, dan mayoritas wacana politik dan budaya tidak menghargai kehidupan Palestina atau merasakan duka atas kematian warga Palestina.
3. Amerika Serikat Menolak Seruan Gencatan Senjata
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengadakan debat terbuka pertamanya mengenai perang Israel-Gaza.
Dengan sebagian besar anggotanya menyerukan gencatan senjata segera agar bantuan kemanusiaan dapat menjangkau warga Palestina di bawah pemboman Israel yang tiada henti di Gaza.
Dewan beranggotakan 15 orang, yang lima anggota tetapnya termasuk Amerika Serikat dan Rusia memiliki hak veto, sejauh ini gagal menghasilkan resolusi yang akan mengakhiri kekerasan.
AS, sekutu setia Israel memveto sebuah resolusi yang didukung oleh 12 anggota dewan lainnya, yang menyerukan penghentian pertempuran, karena resolusi tersebut tidak cukup menekankan hak Israel untuk membela diri.
Hampir 90 negara masuk dalam daftar pembicara dalam debat , termasuk sekitar 30 menteri luar negeri dan wakil menteri, dan banyak di antara mereka yang menyuarakan seruan untuk gencatan senjata dan penghentian serangan terhadap warga sipil Palestina di tengah kehancuran yang meluas di Gaza dan meningkatnya jumlah korban tewas.
Namun Washington mengatakan pihaknya lebih menyukai jeda kemanusiaan, yang dianggap kurang formal dan lebih pendek dibandingkan gencatan senjata.
Rancangan tersebut, menurut kantor berita AFP, akan membela “hak yang melekat pada semua negara” untuk membela diri sambil menyerukan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Hal ini akan mendukung “jeda kemanusiaan” yang memungkinkan bantuan masuk, namun bukan gencatan senjata penuh.