Perbandingan Ramalan Sheikh Yassin dan Henry Kissinger soal Kehancuran Israel
loading...
A
A
A
JAKARTA - Almarhum Sheikh Ahmed Ismail Hassan Yassin, salah satu pendiri Hamas, memprediksi Negara Israel akan hancur pada 2027 mendatang.
Ramalan oleh Sheikh Yassin disampaikan dalam sebuah wawancara dengan wartawan Al Jazeera pada 1999. Menurutnya, prediksinya ini berdasarkan analisa yang terdapat dalam Al-Qur’an, di mana disebutkan bahwa siklus generasi berubah setiap 40 tahun.
Menurutnya, setelah peristiwa Nakba pada 1948, dan Intifada pada 1987, maka pada tahun 2027 akan terjadi kehancuran Israel.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger, pada 2012, juga memprediksi bahwa Negara Israel tidak akan ada lagi dalam 10 tahun ke depan, atau pada 2022. Faktanya, ramalan Kissinger meleset.
Ramalan Kissinger disampaikan saat itu mengacu pada ketidakstabilan politik dan keamanan di Timur Tengah. Selain itu, adanya kemungkinan tentang perubahan sikap Amerika Serikat terhadap Israel.
Ramalan Yassin dan Kissinger memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menyebut bahwa Israel akan hancur dalam waktu dekat, yakni pada 2027 dan 2022.
Keduanya juga sama-sama melihat bahwa Israel berdiri di atas kezaliman dan penindasan terhadap rakyat Palestina, dan bahwa dukungan dari Amerika Serikat tidak akan cukup untuk menjaga eksistensi Israel.
Perbedaannya adalah bahwa Yassin meramalkan Israel akan hancur berdasarkan sumber Al-Qur’an, sedangkan Henry meramalkan Israel akan runtuh berdasarkan analisis politik dan strategis.
Meski begitu, ramalan keduanya telah menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai pihak.
Bagi rakyat Palestina dan negara-negara Islam, ramalan tersebut mungkin menjadi harapan dan motivasi untuk terus berjuang melawan penjajahan Israel.
Sementara bagi Israel dan sekutunya, ramalan tersebut mungkin menjadi ancaman dan tantangan untuk terus mempertahankan eksistensi dan keamanan Israel.
Ramalan Yassin dan Kissinger tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah dan situasi saat itu. Ramalan Sheikh Yassin dibuat pada 1999, ketika Israel dan Palestina sedang berusaha mencapai kesepakatan damai di bawah naungan Amerika Serikat, yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo.
Oleh karenanya bisa dibilang jika ramalan tersebut mungkin merupakan bentuk protes dan penolakan terhadap perjanjian tersebut, yang dianggap tidak adil dan tidak mengakomodasi hak-hak rakyat Palestina.
Sedangkan ramalan Kissinger dibuat pada 2012 atau ketika Israel dan Palestina sedang mengalami ketegangan. Keadaan itu dipicu oleh serangan Israel terhadap Jalur Gaza.
Ramalan kedua tokoh tersebut menunjukkan bahwa konflik Israel dan Palestina tidak hanya bersifat politik, tetapi juga bersifat agama, budaya, dan ideologi. Akibatnya selalu mendapatkan sorotan dari negara lain di seluruh dunia.
Namun ramalan Sheikh Yassin dan Henry Kissinger juga dikritik karena tidak memberikan solusi konkret dan konstruktif bagi konflik Israel-Palestina. Melainkan hanya menyebarkan pesimisme dan ketakutan.
Ramalan oleh Sheikh Yassin disampaikan dalam sebuah wawancara dengan wartawan Al Jazeera pada 1999. Menurutnya, prediksinya ini berdasarkan analisa yang terdapat dalam Al-Qur’an, di mana disebutkan bahwa siklus generasi berubah setiap 40 tahun.
Menurutnya, setelah peristiwa Nakba pada 1948, dan Intifada pada 1987, maka pada tahun 2027 akan terjadi kehancuran Israel.
Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Henry Kissinger, pada 2012, juga memprediksi bahwa Negara Israel tidak akan ada lagi dalam 10 tahun ke depan, atau pada 2022. Faktanya, ramalan Kissinger meleset.
Ramalan Kissinger disampaikan saat itu mengacu pada ketidakstabilan politik dan keamanan di Timur Tengah. Selain itu, adanya kemungkinan tentang perubahan sikap Amerika Serikat terhadap Israel.
Perbandingan Ramalan Sheikh Yassin dan Henry Kissinger soal Kehancuran Israel
Ramalan Yassin dan Kissinger memiliki beberapa persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama menyebut bahwa Israel akan hancur dalam waktu dekat, yakni pada 2027 dan 2022.
Keduanya juga sama-sama melihat bahwa Israel berdiri di atas kezaliman dan penindasan terhadap rakyat Palestina, dan bahwa dukungan dari Amerika Serikat tidak akan cukup untuk menjaga eksistensi Israel.
Perbedaannya adalah bahwa Yassin meramalkan Israel akan hancur berdasarkan sumber Al-Qur’an, sedangkan Henry meramalkan Israel akan runtuh berdasarkan analisis politik dan strategis.
Meski begitu, ramalan keduanya telah menimbulkan reaksi yang beragam dari berbagai pihak.
Bagi rakyat Palestina dan negara-negara Islam, ramalan tersebut mungkin menjadi harapan dan motivasi untuk terus berjuang melawan penjajahan Israel.
Sementara bagi Israel dan sekutunya, ramalan tersebut mungkin menjadi ancaman dan tantangan untuk terus mempertahankan eksistensi dan keamanan Israel.
Ramalan Yassin dan Kissinger tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah dan situasi saat itu. Ramalan Sheikh Yassin dibuat pada 1999, ketika Israel dan Palestina sedang berusaha mencapai kesepakatan damai di bawah naungan Amerika Serikat, yang dikenal sebagai Perjanjian Oslo.
Oleh karenanya bisa dibilang jika ramalan tersebut mungkin merupakan bentuk protes dan penolakan terhadap perjanjian tersebut, yang dianggap tidak adil dan tidak mengakomodasi hak-hak rakyat Palestina.
Sedangkan ramalan Kissinger dibuat pada 2012 atau ketika Israel dan Palestina sedang mengalami ketegangan. Keadaan itu dipicu oleh serangan Israel terhadap Jalur Gaza.
Ramalan kedua tokoh tersebut menunjukkan bahwa konflik Israel dan Palestina tidak hanya bersifat politik, tetapi juga bersifat agama, budaya, dan ideologi. Akibatnya selalu mendapatkan sorotan dari negara lain di seluruh dunia.
Namun ramalan Sheikh Yassin dan Henry Kissinger juga dikritik karena tidak memberikan solusi konkret dan konstruktif bagi konflik Israel-Palestina. Melainkan hanya menyebarkan pesimisme dan ketakutan.
(mas)