NATO Tidak Punya Bukti Dugaan Dukungan Rusia terhadap Taliban
A
A
A
MOSKOW - NATO belum memberikan bukti dokumenter untuk mendukung klaimnya bahwa Rusia mendukung gerakan Taliban di Afghanistan. Begitu yang dikatakan Kepala Departemen Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Rusia, Zamir Kabulov.
"Tidak ada dokumen yang disediakan. Hanya kata-kata. Kami juga meminta mitra NATO kami tentang helikopter tak dikenal yang diamati di Afghanistan, namun tidak mendapat jawaban," kata diplomat tersebut pada pertemuan Dewan NATO-Rusia seperti dikutip dari TASS, Jumat (27/10/2017).
Tuduhan bahwa Rusia mungkin memasok Taliban pertama kali muncul pada bulan Februari. Kala itu Komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, Jenderal John Nicholson mengatakan kepada Komite Senat bahwa Rusia telah meningkatkan secara nyata dukungan tersembunyi dan terselubung untuk militan Taliban dengan tujuan untuk merusak Amerika Serikat dan NATO.
Pejabat Rusia telah berulang kali membantah tuduhan tersebut.
"Tuduhan bantuan Rusia mitos terhadap Taliban bertujuan untuk mengalihkan perhatian masyarakat internasional dari banyak kesalahan Washington," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan pada bulan September.
"Tidak ada dokumen yang disediakan. Hanya kata-kata. Kami juga meminta mitra NATO kami tentang helikopter tak dikenal yang diamati di Afghanistan, namun tidak mendapat jawaban," kata diplomat tersebut pada pertemuan Dewan NATO-Rusia seperti dikutip dari TASS, Jumat (27/10/2017).
Tuduhan bahwa Rusia mungkin memasok Taliban pertama kali muncul pada bulan Februari. Kala itu Komandan pasukan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, Jenderal John Nicholson mengatakan kepada Komite Senat bahwa Rusia telah meningkatkan secara nyata dukungan tersembunyi dan terselubung untuk militan Taliban dengan tujuan untuk merusak Amerika Serikat dan NATO.
Pejabat Rusia telah berulang kali membantah tuduhan tersebut.
"Tuduhan bantuan Rusia mitos terhadap Taliban bertujuan untuk mengalihkan perhatian masyarakat internasional dari banyak kesalahan Washington," kata Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan pada bulan September.
(ian)