China Unggul di Tenaga Surya, Namun Penggunaan Batu Baranya Picu Kekhawatiran

Kamis, 09 November 2023 - 08:48 WIB
loading...
China Unggul di Tenaga...
China membangun pembangkit listrik baru yang menggunakan batu bara, bahan bakar fosil paling kotor, dengan kecepatan yang jauh melebihi pembangkit listrik lainnya di dunia. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - China telah memasang panel surya dan turbin angin dalam jumlah yang sama banyaknya dengan gabungan seluruh negara di dunia, dan berada pada jalur yang tepat untuk memenuhi target energi ramah lingkungan enam tahun lebih awal.

Negara ini menggunakan energi terbarukan untuk memenuhi hampir seluruh pertumbuhan kebutuhan listriknya.

Namun ada sisi lain dari ekspansi pesat tersebut, yang menimbulkan kekhawatiran di Amerika Serikat (AS) pada masa kritis diplomasi iklim: China juga membangun pembangkit listrik baru yang menggunakan batu bara, bahan bakar fosil paling kotor, dengan kecepatan yang jauh melebihi pembangkit listrik lainnya di dunia.

Mengutip dari The Straits Times, Kamis (9/11/2023), China menyumbang sepertiga emisi gas rumah kaca dunia yang terkait dengan energi—lebih besar dibandingkan gabungan emisi gas rumah kaca di Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Eropa, dan Afrika.

John Kerry, Utusan Khusus Presiden AS Joe Biden untuk Perubahan Iklim, menjadi tuan rumah bagi timpalannya dari China, Xie Zhenhua, untuk pembicaraan yang dimulai pada hari Jumat lalu di kawasan Sunnylands di California Selatan, menurut keterangan dua orang yang mengetahui pertemuan tersebut.



Mantan presiden AS Barack Obama dan pemimpin China Xi Jinping telah memulai upaya bersama untuk aksi iklim satu dekade lalu di Sunnylands.

"Sunnylands adalah sebuah tempat simbolis—di sinilah benih iklim AS-China pertama kali ditanam," kata penasihat kebijakan Greenpeace Asia Timur, Li Shuo.

Dua pekan berselang, perubahan iklim kemungkinan besar akan menjadi agenda ketika Biden dijadwalkan bertemu Xi Jinping di San Francisco dalam pertemuan puncak negara-negara Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC). Para pemimpin dunia juga akan berkumpul di Dubai pada awal Desember untuk menghadiri COP28, putaran terakhir perundingan iklim global.

Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kesehatan Bumi bergantung pada tindakan AS dan China. Amerika Serikat merupakan penghasil karbon dioksida terbanyak ke atmosfer selama dua abad terakhir, dan China merupakan pencemar terbesar saat ini.

Kesediaan mereka untuk mengurangi emisi pada dasarnya akan menentukan apakah planet ini akan terus mengalami pemanasan berbahaya, yang menyebabkan hilangnya terumbu karang, musim panas di Arktika, dan perpindahan penduduk secara luas akibat badai, banjir, dan kebakaran hutan yang semakin intensif.

Namun, lebih dari sebelumnya, keputusan yang diambil di Beijing bisa lebih besar daripada keputusan yang diambil di Washington atau negara-negara Eropa.

"Emisi tahunan China sangat besar sehingga menguranginya kini menjadi kunci untuk mencegah lonjakan suhu global dan bencana iklim," kata Paul Bledsoe, mantan pejabat iklim di era pemerintahan eks presiden AS Bill Clinton.

Turbin Angin dan Panel Surya


Di provinsi Shandong, pusat industri berat di semenanjung antara Beijing dan Shanghai, keputusan energi China terlihat jelas. Panel surya yang diselingi turbin angin raksasa membentang hingga ke pantai utara provinsi tersebut.

Lebih banyak turbin angin dan panel surya menghiasi lereng bukit dan ladang jagung di pedalaman. Di atap rumah dan terkadang di dinding menara apartemen yang menghadap ke selatan, instalasi panel surya menyerap energi matahari.

Produsen tenaga surya di Shandong menghasilkan begitu banyak listrik di siang hari, melebihi permintaan, sehingga mereka terkadang harus membayar jaringan transmisi provinsi untuk menerimanya. Mereka melakukannya untuk terus mengumpulkan subsidi pemerintah berdasarkan berapa kilowatt per jam yang mereka produksi.

Dalam beberapa hal, China telah mencapai kemajuan lebih jauh dalam mengatasi perubahan iklim dibandingkan perkiraan siapa pun beberapa tahun lalu. Xi Jinping mengumumkan pada Desember 2020 bahwa China berencana meningkatkan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya hingga tiga kali lipat pada 2030.

China berada pada jalur yang tepat untuk mencapai target tersebut akhir tahun depan, kata Frank Haugwitz, seorang konsultan industri tenaga surya yang berspesialisasi dalam data China. Para pejabat China bisa saja mengumumkan ambisi energi terbarukan yang lebih besar ketika mereka sudah mendekati target yang ditetapkan.

Namun, para pejabat AS lebih peduli dengan pengembangan batu bara di China, dan kemungkinan besar tidak akan memuji janji-janji baru mengenai energi ramah lingkungan yang tidak dibarengi langkah-langkah agresif untuk mengekang emisi karbon dioksida.

Karena besarnya China, tenaga surya dan angin di sana mungkin tidak cukup untuk mengatasi perubahan iklim jika negara tersebut tidak beralih dari batu bara, kata para pakar iklim.

"Sulit untuk mencoba memajukan tujuan (mengatasi perubahan iklim) secara global jika tidak difokuskan pada batu bara," kata John Kerry di Beijing pada musim panas ini.

Dia mengatakan AS dan China sepakat bahwa negara-negara dunia harus mengurangi konsumsi batu bara dengan kecepatan yang lebih cepat, namun bukan pada seberapa cepat hal tersebut harus dilakukan.

Para pejabat China membela pembangkit listrik tenaga batu bara karena diperlukan untuk keamanan energi nasional. Negara ini mengimpor sebagian besar minyak dan gas alamnya, namun memiliki cadangan batu bara terbesar.

Pemerintah China mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga batu baranya dirancang untuk meminimalkan emisi secara keseluruhan, dan memungkinkan penggunaan lebih banyak energi terbarukan.

Pemerintah China mewajibkan agar pembangkit listrik tenaga batu bara baru tidak lagi didesain untuk beroperasi pada kapasitas penuh. Pembangkit listrik batu bara di China harus memiliki kapasitas untuk meningkatkan dan menurunkan produksi listrik mereka demi mengimbangi lonjakan serta penurunan energi terbarukan.

China juga telah melakukan retrofit pada hampir semua pembangkit listrik tua untuk memberikan fleksibilitas serupa, kata Zhang Jianyu, direktur eksekutif BRI International Green Development Institute, sebuah kelompok lingkungan hidup di Beijing.

Jaringan Listrik China


Selain itu, China juga telah melakukan investasi besar-besaran selama beberapa tahun terakhir dalam bidang transmisi untuk menghubungkan lebih banyak wilayah di negara tersebut dengan pembangkit listrik tenaga surya dan turbin angin.

Agustus lalu, data terakhir yang tersedia saat ini, 97,8 persen listrik dihasilkan oleh tenaga angin dan 98,8 persen energi surya—yang merupakan indikasi bahwa China menggunakan energi terbarukannya secara efektif.

Nate Hultman, direktur Pusat Keberlanjutan Global di Universitas Maryland, mengatakan bahwa sangat penting bagi China untuk bekerja pada keandalan jaringan listrik—sebuah isu yang dapat menentukan apakah China menggunakan seluruh batu bara yang telah mereka kembangkan.

"Jika mereka tahu cara menjalankan jaringan listrik mereka dengan energi terbarukan tingkat tinggi dan peningkatan efisiensi, hal ini akan mengurangi tekanan terhadap kebutuhan akan penggunaan batu bara," ujar Hultman, mantan asisten Kerry.

"Hasil nyata dari perubahan iklim bergantung pada cara Anda mengelola jaringan listrik tersebut," lanjutnya.

Di pinggiran barat Weifang, sebuah kota di utara Shandong, Perusahaan Pembangkit Listrik Fotovoltaik Minghui dan penyedia tenaga surya terdekat lainnya diperintahkan untuk menghentikan instalasi baru, setidaknya selama tiga bulan hingga jaringan transmisinya memadai, kata seorang manajer bernama Wu.

Geografi dan pola cuaca menimbulkan tantangan bagi China dalam mengurangi penggunaan batu bara. Mayoritas kota-kota besar yang haus energi di China berada di wilayah yang minim embusan angin. Hal ini menjadikan pembangkit tenaga surya dan transmisi yang efisien dari wilayah lain menjadi penting. Sebaliknya, garis pantai China cenderung berangin.

Di Weifang, yang menjadi tuan rumah kontes terbang layang-layang internasional, ratusan turbin angin berdiri di kolam pasang surut di sepanjang pantai kota sepanjang 113 kilometer. Membangun turbin bermil-mil jauhnya dari laut, seperti yang dilakukan Eropa, merupakan hal sulit bagi China karena sebagian besar dasar lautnya lunak dan berlumpur.

Salah satu alasan cepatnya penerapan energi terbarukan di China adalah undang-undang zonasi yang menguntungkan dan dukungan dari masyarakat. Persetujuan untuk energi terbarukan dikeluarkan dengan cepat, berbeda dengan prosedur yang sering kali memakan waktu lama di AS, di mana sebuah kabupaten harus terlebih dahulu menjadwalkan 19 pertemuan hanya untuk membahas satu pembangkit listrik tenaga angin.

Peningkatan kualitas udara yang tajam di China juga telah membantu membangun dukungan masyarakat terhadap energi terbarukan—meski para ilmuwan mengatakan pembatasan polusi yang lebih ketat pada pabrik, boiler, dan kendaraan telah memainkan peran penting dalam mengurangi polusi udara di negara tersebut. Dari tahun 2013 hingga 2021, China mengurangi polutan partikel halus sebesar 42 persen, menurut analisis foto satelit Universitas Chicago.

Zhu Peng, seorang penjual pupuk yang pergi memancing pada suatu pagi baru-baru ini di pantai Weifang, mengatakan bahwa dirinya menyambut baik kehadiran turbin angin di wilayahnya.

"Bagi kami, (turbin angin) ini menjadi sebuah pemandangan yang enak dilihat," Zhu. "Saya kira itu tidak mengganggu sama sekali. Kalau tidak (ada turbin angin), kami di sini tidak bisa melihat apa pun selain air dan batu," ungkapnya.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2103 seconds (0.1#10.140)