Putin: Barat Gunakan Kebencian Agama untuk Kacaukan Dunia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan negara-negara Barat mengobarkan kebencian dan intoleransi agama untuk “memecah belah dan menaklukkan” dunia, untuk mempertahankan “tatanan dunia baru” yang mengarah pada dominasi dan kolonialisme.
Putin menegaskan hal itu pada Rabu (25/10/2023) saat bertemu dengan para pemimpin komunitas agama Rusia di Kremlin.
Dia membahas konflik yang terjadi saat ini di Timur Tengah dan memperingatkan “Islamofobia, anti-Semitisme, dan Russofobia” digunakan sebagai senjata melawan dunia multipolar.
“Barat melihat bagaimana proses pembentukan tatanan dunia multipolar mendapatkan momentumnya. Dan untuk menghambat perkembangan negara-negara yang merdeka dan berdaulat, serta memecah belah mayoritas dunia, mereka menggunakan cara yang sama,” ujar Putin.
Dia memperingatkan, “Kekuatan-kekuatan ini ingin agar epidemi kekerasan dan kebencian tidak hanya melanda Timur Tengah tetapi juga Eurasia.”
“Umat Islam menentang Yahudi dan menyerukan ‘perang melawan orang-orang kafir’. Syiah diadu melawan Sunni, Kristen Ortodoks melawan Katolik. Di Eropa, mereka menutup mata terhadap penistaan dan vandalisme terhadap tempat-tempat suci umat Islam. Di sejumlah negara, penjahat Nazi dan anti-Semit, yang berlumuran darah korban Holocaust, secara terbuka diagungkan di tingkat resmi. Di Ukraina, mereka bergerak ke arah pelarangan Gereja Ortodoks kanonik dan memperdalam perpecahan gereja,” papar presiden Rusia.
Menurut Putin, “Tujuan dari semua tindakan tersebut adalah untuk meningkatkan ketidakstabilan di dunia, memecah belah budaya, masyarakat, agama di dunia, dan memprovokasi konflik peradaban.”
“Sementara itu, mereka berbicara tentang semacam ‘tatanan dunia baru’, yang esensinya tidak berubah: kemunafikan, standar ganda, klaim eksklusivitas, dominasi global, hingga pelestarian sistem yang pada dasarnya bersifat neokolonial,” ungkap dia.
Putin menyampaikan belasungkawa kepada seluruh warga Israel yang kehilangan anggota keluarganya dalam serangan 7 Oktober, namun memperingatkan, “Orang yang tidak bersalah tidak boleh dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.”
Dia menjelaskan, “Perang melawan terorisme tidak dapat dilakukan sesuai dengan prinsip tanggung jawab kolektif yang kejam.”
Putin menegaskan hal itu pada Rabu (25/10/2023) saat bertemu dengan para pemimpin komunitas agama Rusia di Kremlin.
Dia membahas konflik yang terjadi saat ini di Timur Tengah dan memperingatkan “Islamofobia, anti-Semitisme, dan Russofobia” digunakan sebagai senjata melawan dunia multipolar.
“Barat melihat bagaimana proses pembentukan tatanan dunia multipolar mendapatkan momentumnya. Dan untuk menghambat perkembangan negara-negara yang merdeka dan berdaulat, serta memecah belah mayoritas dunia, mereka menggunakan cara yang sama,” ujar Putin.
Dia memperingatkan, “Kekuatan-kekuatan ini ingin agar epidemi kekerasan dan kebencian tidak hanya melanda Timur Tengah tetapi juga Eurasia.”
“Umat Islam menentang Yahudi dan menyerukan ‘perang melawan orang-orang kafir’. Syiah diadu melawan Sunni, Kristen Ortodoks melawan Katolik. Di Eropa, mereka menutup mata terhadap penistaan dan vandalisme terhadap tempat-tempat suci umat Islam. Di sejumlah negara, penjahat Nazi dan anti-Semit, yang berlumuran darah korban Holocaust, secara terbuka diagungkan di tingkat resmi. Di Ukraina, mereka bergerak ke arah pelarangan Gereja Ortodoks kanonik dan memperdalam perpecahan gereja,” papar presiden Rusia.
Menurut Putin, “Tujuan dari semua tindakan tersebut adalah untuk meningkatkan ketidakstabilan di dunia, memecah belah budaya, masyarakat, agama di dunia, dan memprovokasi konflik peradaban.”
“Sementara itu, mereka berbicara tentang semacam ‘tatanan dunia baru’, yang esensinya tidak berubah: kemunafikan, standar ganda, klaim eksklusivitas, dominasi global, hingga pelestarian sistem yang pada dasarnya bersifat neokolonial,” ungkap dia.
Putin menyampaikan belasungkawa kepada seluruh warga Israel yang kehilangan anggota keluarganya dalam serangan 7 Oktober, namun memperingatkan, “Orang yang tidak bersalah tidak boleh dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh orang lain.”
Dia menjelaskan, “Perang melawan terorisme tidak dapat dilakukan sesuai dengan prinsip tanggung jawab kolektif yang kejam.”
(sya)