Pandemi Covid-19 Membuat Peritel di AS Hadapi Masa Sulit

Selasa, 04 Agustus 2020 - 06:35 WIB
loading...
Pandemi Covid-19 Membuat Peritel di AS Hadapi Masa Sulit
Warga melintas di depan gerai pakaian saat pandemi Covid-19 di Encinitas, California, Amerika Serikat, kemarin. Foto/Reuters
A A A
NEW YORK - Berkepanjangannya wabah virus corona (Covid-19) menyebabkan banyak perusahaan di dunia mulai mengalami kebangkrutan. Selain maskapai penerbangan, dampak negatif Covid-19 juga melanda industri ritel .

Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu negara yang punya deretan perusahaan ritel ternama juga merasakannya. Yang teranyar, Ascenna Retail Group, pemilik Anm Taylor dan Lane Bryant, melayangkan kebangkrutan pada pekan lalu. Perusahaan yang memiliki 2.800 gerai itu meminta bantuan setelah terlilit utang USD1 miliar.

Surat serupa juga dilayangkan perusahaan ritel Paper Store. Operator gerai 86 dan toko kartu itu juga berupaya menjual bisnisnya. New York & Co, induk perusahaan RTW Retailwinds juga melayangkan surat tersebut setelah menyusutnya pengunjung mall. (Baca juga: Lakukan tes Covid-19 Secara Besar, China Kirim Tim ke Hong Kong)

Perusahaan busana perempuan itu mengoperasikan 378 gerai dan toko di 32 negara bagian AS. New York & Co berencana menutup seluruh gerai sebagai bagian dari langkah pencegahan kian menumpuknya utang.

"Dampak gabungan dari wabah Covid-19 dan rendahnya pengunjung ke toko konvensional menyebabkan terjadinya krisis keuangan di dalam bisnis kami," ungkap CEO RTW Retailwinds, Sheamus Toal. "Akibatnya, kami meyakini restrukturisasi adalah jalan terbaik untuk membuka nilai," tambahnya.

CEO New Generation Research James Hammond juga mengatakan, akselerasi kebangkrutan tahun ini sangat cepat. Dia pesimistis perusahaan yang sudah keteteran sebelum pandemi akan mampu bertahan. Dari aset saja, gelombang kebangkrutan tahun ini lebih tinggi dibandingkan 2008.

"Saya tak dapat membayangkan juga apa yang akan terjadi jika bantuan pemerintah habis," kata Hammond. Dampak ini tidak hanya dirasakan perusahaan ritel , tapi juga maskapai penerbangan hingga perusahaan minyak dan gas. Baru-baru ini, Chesaleake Energy juga menyatakan bangkrut.

"Kita menyaksikan utang korporasi menumpuk dan menggunung," kata Hammond. Berdasarkan BankruptcyData, restoran merupakan sektor yang terdampak paliny besar. CEC, perusahaan venue restoran dan hiburan, melayangkan surat kebangkrutan setelah minimnya aktivias di luar ruangan.

Kemudian, Brooks Brothers juga melayangkan surat kebangkrutan setelah kondisi keuangannya memburuk akibat wabah Covid-19 . Sekelompok investor kini bersaing untuk memboyong ritel busana tersebut. Langkah serupa juga sudah diambil lebih dulu oleh perusahaan busana lainnya Lucky Brand Dungarees.

GNC juga melewati pintu kebangkrutan setelah tersungkur selama bertahun-tahun. Perusahaan yang memproduksi vitamin berusia sekitar 85 tahun itu melayangkan surat kebangkrutan pada Juni lalu. Saat itu, penjualannya sangat rendah dan utang perusahaan sudah mencapai USD1 miliar. Akibatnya, 1.200 dari 5.800 toko terpaksa harus ditutup. (Baca juga: Selama Dua Bulan Pendapatan Ritel Amblas Rp12 Triliun)

J.C. Penney juga mengatakan akan menutup kembi 13 gerainya yang lain sebagai bagian dari rencana restrukturisasi. Sebelumnya, perusahaan berencana akan menutup 250 tokonya sampai 2021.

Tahun ini menjadi periode pahit bagi berbagai perusahaan ritel di pusat perbelanjaan. Sebab, wabah Covid-19 membuat seluruh toko tutup selama berbulan-bulan. Meski lockdown perlahan dibuka, daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat menurun dan melambat sehingga perusahaan ritel mengalami penurunan penjualan.

"Beberapa perusahaan tidak akan mampu bertahan," kata McGrail, COO Tiger Capital Group. "Badai kebangkrutan ini juga akan menghujani Wall Street mengingat dampak Covid-19 sangat luas dan besar," sambungnya.

Perusahaan ritel besar seperti Neiman Marcus yang bangkrut pada Mei kemungkinan akan hilang sepenuhnya atau membangun jaringan lebih kecil. Namun, sekalipun Neiman Marcus berhasil menghindari kebangkrutan dengan menaikkan utang, perjalanannya akan tetap melalui jalur yang terjal. (Baca juga: Janda Muda Klepek-klepek Dijanjikan Akan Dinikahi Anggota TNI Gadungan)

Para ahli mengatakan pengiriman surat kebangkrutan dapat dipersiapkan 2-3 pekan. Sebagian besar ritel berupaya melewati lockdown pertama pada Maret dan berharap dapat kembali berbisnis pada April. Namun, rencana itu tidak sesuai dengan kenyataan yang ditutup hingga Mei.

"Saya kira akan ada banyak perusahaan yang bangkrut tahun ini," kata pengamat Michael Kollender. "Kita akan melihat beberapa perusahaan hilang dan tidak kembali, terutama mereka yang sudah kesulitan sebelum pandemi. Situasi ini sangat menakutkan."

J.C. Penny juga berencana menjual aset kepada Sycamore Partners, perusahaan ekuitas swasta yang dikenal sebagai peminat perusahaan bangkrut, menyusul sempitnya pilihan. Ribuan toko ritel di AS kini berdebu akibat ditutup berbulan-bulan atau rusak. (Lihat videonya: Seorang Bocah Jadi Korban Begal di Depan Rumahnya Sendiri)

"Saya kira J.C. Penney tidak memiliki masa depan yang cerah. Begitupun dengan toko-toko di mall B dan C," ujar Mark Cohen dari Columbia Business School. "Kita melihat betapa banyaknya perusahaan ritel yang bangkrut. Bahkan perusahaan raksasa pun terkena getahnya. Tanda-tanda keruntuhan telah dimulai." (Muh Shamil)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1561 seconds (0.1#10.140)