Setelah Jaksa dan Hakim, Rusia Masukkan Presiden ICC ke Daftar Buronan

Selasa, 26 September 2023 - 21:15 WIB
loading...
Setelah Jaksa dan Hakim, Rusia Masukkan Presiden ICC ke Daftar Buronan
Presiden Pengadilan Pidana Internasional (ICC) Piotr Hofmanski. Foto/Asaase Radio
A A A
MOSKOW - Kementerian Dalam Negeri Rusia telah menambahkan Presiden PengadilanPidana Internasional (ICC) Piotr Hofmanski ke dalam daftar orang yang dicari karena pelanggaran pidana. Begitu laporan kantor berita Rusia, TASS.

Kementerian itu juga menambahkan wakilnya, Wakil Presiden ICC Luz del Carmen Ibanez Carranza, dan Hakim ICC serta warga negara Jerman, Bertram Schmitt ke dalam daftar. Meskipun database kementerian menyatakan bahwa ketiganya dicari berdasarkan pasal KUHP Federasi Rusia, pelanggaran spesifik yang mereka lakukan tidak disebutkan seperti dilansir dari RT, Selasa (26/9/2023).

Pada bulan Maret, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan Komisaris Hak Anak Maria Lvova-Belova karena diduga berpartisipasi dalam deportasi “melanggar hukum” terhadap anak-anak Ukraina ke Rusia.

Surat perintah tersebut menuduh keduanya memikul tanggung jawab individu dan komando atas dugaan pelanggaran berdasarkan perjanjian yang ditetapkan ICC, Statuta Roma.



Rusia telah mengevakuasi ribuan penduduk Donetsk, Lugansk, Zaporozhye, dan Kherson – empat wilayah yang mayoritas memilih untuk bergabung dengan Rusia pada bulan September lalu – menjauh dari zona pertempuran, karena penembakan yang disengaja terhadap warga sipil oleh pasukan Ukraina, yang seringkali menggunakan senjata yang dipasok NATO. .

Kremlin menolak surat perintah ICC, menyebutnya batal demi hukum karena tidak adanya tanggung jawab pidana dan kurangnya yurisdiksi pengadilan dalam masalah tersebut.

Moskow kemudian meresponsnya dengan membuka penyelidikan kriminal terhadap jaksa Karim Ahmad Khan dan hakim Tomoko Akane, Rosario Salvatore Aitala, dan Sergio Gerardo Ugalde Godinez.

Khan dan Aitala didakwa dengan sengaja menuduh orang yang tidak bersalah melakukan kejahatan dan menyerang pejabat asing di bawah perlindungan internasional untuk mempersulit hubungan internasional, sementara dua hakim lainnya yang menyetujui surat perintah jaksa menghadapi tuduhan penahanan yang sengaja melanggar hukum.



Meskipun menandatangani Statuta Roma pada tahun 2000, Rusia tidak pernah meratifikasi perjanjian tersebut dan secara resmi menolak untuk menandatanganinya pada tahun 2016 setelah pengadilan mengeluarkan deklarasi bahwa aksesi Crimea ke Rusia pada tahun 2014 – yang merupakan hasil referendum demokratis – merupakan “pendudukan.” Oleh karena itu, Moskow tidak mengakui pengadilan tersebut atau yurisdiksinya.

Meskipun Amerika Serikat (AS) biasanya menjadi salah satu negara yang paling bersuara keras dalam menuduh Rusia melakukan kejahatan perang di Ukraina, Pentagon pada awal tahun ini memblokir upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menyampaikan dugaan kejahatan tersebut kepada ICC, dengan alasan adanya kemungkinan preseden digunakan untuk kemudian mengadili orang Amerika atas kejahatan perang di masa lalu dan masa depan.

Setelah invasi AS ke Afghanistan, pemerintahan mantan Presiden George W. Bush mengeluarkan undang-undang yang melarang warga Amerika bekerja sama dengan pengadilan, yang digambarkan dengan berbagai cara karena bias terhadap Barat dan tidak sesuai dengan Konstitusi AS.

(ian)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1236 seconds (0.1#10.140)