Tulang Nenek Moyang Manusia Purba Dikirim ke Luar Angkasa, Para Pakar Bertengkar
loading...
A
A
A
JOHANNESBURG - Komunitas ilmiah berdebat setelah misi Virgin Galactic yang difasilitasi miliarder kelahiran Afrika Selatan Timothy Nash membawa pecahan sisa-sisa nenek moyang manusia purba dalam perjalanan ke tepi luar angkasa.
Sisa-sisa tulang selangka A sediba yang berusia 2 juta tahun dan tulang ibu jari dari H naledi dipilih oleh Lee Berger, penjelajah yang berperan penting dalam penemuan mereka dan direktur Pusat Eksplorasi Perjalanan Manusia di Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan.
“Perjalanan fosil-fosil ini ke luar angkasa mewakili apresiasi umat manusia atas kontribusi seluruh nenek moyang umat manusia... Tanpa penemuan teknologi seperti api dan peralatan... kontribusi mereka terhadap evolusi... pikiran manusia, sehingga upaya luar biasa seperti penerbangan luar angkasa tidak akan terjadi," papar Berger.
Pengkritik berpendapat misi tersebut tidak memiliki pembenaran ilmiah, sehingga menimbulkan risiko kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada spesimen yang tak ternilai harganya jika terjadi kegagalan fungsi.
Permohonan izin untuk misi tersebut disetujui oleh Badan Sumber Daya Warisan Afrika Selatan (SAHRA), yang tujuan utamanya mempromosikan penelitian asal usul manusia Afrika Selatan secara global, daripada menjawab pertanyaan ilmiah.
Masalah etis seputar perjalanan itu sangat besar, dengan beberapa ilmuwan mengkategorikan fosil-fosil tersebut sebagai fosil paleontologis, bukan manusia, untuk menghindari batasan etika dan hukum.
Perdebatan ini menggarisbawahi diskusi yang sedang berlangsung mengenai definisi siapa yang kita anggap sebagai "manusia".
Meskipun Afrika Selatan mempunyai hak mengelola kawasan nasionalnya, perjalanan luar angkasa yang kontroversial ini telah menimbulkan pertanyaan tentang potensi konsekuensi dan risiko yang lebih luas terhadap warisan arkeologi.
Selain itu, ekspedisi ini telah mengungkap permasalahan hak dan keistimewaan, karena ekspedisi ini diatur oleh individu-individu dengan sumber daya dan akses besar yang tidak dimiliki sebagian besar peneliti paleoantropologi.
Sisa-sisa tulang selangka A sediba yang berusia 2 juta tahun dan tulang ibu jari dari H naledi dipilih oleh Lee Berger, penjelajah yang berperan penting dalam penemuan mereka dan direktur Pusat Eksplorasi Perjalanan Manusia di Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan.
“Perjalanan fosil-fosil ini ke luar angkasa mewakili apresiasi umat manusia atas kontribusi seluruh nenek moyang umat manusia... Tanpa penemuan teknologi seperti api dan peralatan... kontribusi mereka terhadap evolusi... pikiran manusia, sehingga upaya luar biasa seperti penerbangan luar angkasa tidak akan terjadi," papar Berger.
Pengkritik berpendapat misi tersebut tidak memiliki pembenaran ilmiah, sehingga menimbulkan risiko kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada spesimen yang tak ternilai harganya jika terjadi kegagalan fungsi.
Permohonan izin untuk misi tersebut disetujui oleh Badan Sumber Daya Warisan Afrika Selatan (SAHRA), yang tujuan utamanya mempromosikan penelitian asal usul manusia Afrika Selatan secara global, daripada menjawab pertanyaan ilmiah.
Masalah etis seputar perjalanan itu sangat besar, dengan beberapa ilmuwan mengkategorikan fosil-fosil tersebut sebagai fosil paleontologis, bukan manusia, untuk menghindari batasan etika dan hukum.
Perdebatan ini menggarisbawahi diskusi yang sedang berlangsung mengenai definisi siapa yang kita anggap sebagai "manusia".
Meskipun Afrika Selatan mempunyai hak mengelola kawasan nasionalnya, perjalanan luar angkasa yang kontroversial ini telah menimbulkan pertanyaan tentang potensi konsekuensi dan risiko yang lebih luas terhadap warisan arkeologi.
Selain itu, ekspedisi ini telah mengungkap permasalahan hak dan keistimewaan, karena ekspedisi ini diatur oleh individu-individu dengan sumber daya dan akses besar yang tidak dimiliki sebagian besar peneliti paleoantropologi.