Komisi AS: India Harus Dimasukkan dalam Daftar Hitam Kebebasan Beragama

Rabu, 29 April 2020 - 21:48 WIB
loading...
Komisi AS: India Harus...
Massa demonstran di Ahmedabad saat memprotes undang-undang kewarganegaraan baru India, 19 Desember 2019. Foto/REUTERS/Amit Dave
A A A
WASHINGTON - Komisi Kebebasan Beragama Internasional Amerika Serikat (USCIRF) mengatakan India harus dimasukkan dalam daftar hitam kebebasan beragama. Menurut komisi tersebut, kebebasan bergama di negara itu mengalami "penurunan drastis" di bawah kepemimpinan Perdana Menteri (PM) Narendra Modi.

Dalam sebuah laporan tahunan yang diterbitkan Selasa, USCIRF menilai India sudah semestinya bergabung dengan negara-negara yang menjadi perhatian khusus yang akan dikenakan sanksi jika tidak memperbaiki catatan mereka tentang kebebasan beragama.

"Pada 2019, kondisi kebebasan beragama di India mengalami penurunan drastis, dengan minoritas agama di bawah serangan yang meningkat," bunyi laporan USCIRF.

Komisi itu hanya merekomendasikan kepada pemerintah AS, tetapi tidak menetapkan kebijakan, dan hampir tidak ada kemungkinan bahwa Departemen Luar Negeri AS akan menerima rekomendasi itu terhadap India, negara sekutu AS.

Tetapi peringkat yang lebih rendah untuk sekutu Amerika itu menunjukkan unjuk rasa ketidaksetujuan terhadap undang-undang kewarganegaraan baru yang memecah belah di India, yang oleh PBB disebut sebagai "diskriminasi mendasar".

Presiden Donald Trump menolak untuk mengkritik undang-undang kewarganegaraan baru itu selama kunjungan bulan Februari ke India. Dalam kunjungannya itu, Trump melakukan pertemuan dengan Modi yang diselingi oleh kekerasan terburuk dalam beberapa dekade di New Delhi, di mana 53 orang—yang kebanyakan Muslim—tewas.

Wakil Ketua USCIRF Nadine Maenza mengatakan USCIRF diberdayakan sebagai wasit independen untuk hanya melihat catatan kebebasan beragama negara-negara di dunia, terlepas dari hubungan negara-negara tersebut dengan AS.

Di luar undang-undang kewarganegaraan, Maenza mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa India memiliki langkah ke arah yang lebih luas untuk menekan kelompok minoritas agama.

Dia menyerukan pemerintah AS untuk memberlakukan tindakan hukuman, termasuk larangan penerbitan visa untuk pejabat India yang diyakini bertanggung jawab dan memberikan dana kepada kelompok masyarakat sipil yang mengumbar ujaran kebencian.

Komisi itu mengatakan pemerintah PM Modi—kubu nasionalis Hindu—yang memenangkan pemilu tahun lalu telah membiarkan kekerasan terhadap minoritas dan rumah ibadah mereka yang berlanjut dengan impunitas."Dan juga terlibat dalam dan mentoleransi pidato kebencian dan hasutan untuk melakukan kekerasan," kata USCIRF dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan itu menunjuk komentar Menteri Dalam Negeri Amit Shah, yang terkenal menyebut sebagian besar migran Muslim sebagai "rayap" dan undang-undang kewarganegaraan yang telah memicu protes nasional.

Laporan USCIRF juga menyoroti pencabutan status otonomi Kashmir, yang merupakan satu-satunya negara bagian mayoritas Muslim di India, dan tuduhan bahwa polisi Delhi menutup mata terhadap gerombolan yang menyerang lingkungan Muslim pada Februari tahun ini.

Pemerintah India, yang telah lama kesal dengan komentar USCIRF, dengan cepat menolak laporan itu.

"Komentarnya yang bias dan tendensius terhadap India bukanlah hal baru. Tetapi pada kesempatan ini, penyajiannya yang keliru telah mencapai tingkat yang baru," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India Anurag Srivastava, seperti dikutip Al Jazeera, Rabu (29/4/2020).

"Kami menganggapnya sebagai organisasi yang memiliki perhatian khusus dan akan memperlakukannya setimpal," lanjut dia dalam sebuah pernyataan.

Departemen Luar Negeri AS menunjuk sembilan negara yang memiliki perhatian khusus dalam hal kebebasan beragama. Kesembilan negara itu adalah China, Eritrea, Iran, Myanmar, Korea Utara, Pakistan, Arab Saudi, Tajikistan dan Turkmenistan.

Komisi meminta agar kesembilan negara tetap berada dalam daftar hitam. Selain India, USCIRF juga berupaya memasukkan empat negara lainnya, yakni Nigeria, Rusia, Suriah, dan Vietnam.

Pakistan, rival bersejarah India, ditambahkan oleh Departemen Luar Negeri AS dalam daftar hitam tersebut pada 2018.

Dalam laporan terakhirnya, USCIRF mengatakan Pakistan terus menunjukkan tren negatif dalam hal kebebasan bergama. Komisi itu menyuarakan kekhawatiran pada konversi paksa Hindu dan minoritas lainnya, penyalahgunaan penuntutan penistaan agama dan larangan sekte Ahmadiyah untuk menyebut dirinya Muslim.
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1890 seconds (0.1#10.140)