WikiLeaks Rilis Data Penyadapan Rahasia Terbesar CIA
A
A
A
WASHINGTON - Organisasi anti-kerahasiaan WikiLeaks menerbitkan dokumen yang diklaim hasil penyadapan rahasia terbesar yang dilakukan Central Intelligence Agency (CIA) Amerika Serikat (AS). Penyadapan oleh CIA ini diberi nama kode “Vault 7”.
Organisasi yang didirikan Julian Assange ini menyatakan publikasi dokumen CIA ini bisa menjadi yang terbesar dalam sejarah.
Bocoran dokumen CIA meliputi data penyadapan tahun 2016 yang berisi lebih dari 8.000 dokumen dan file. Data rahasia itu diperoleh dari sebuah lokasi terisolasi dari jaringan keamanan tinggi di CIA's Centre for Cyber Intelligence di Langley, Virginia. Sumber pembocor data dirahasaikan WikiLeaks mengingat data yang dibocorkan sangat sensitif.
Dalam siaran pers pada Selasa (7/3/2017), WikiLeaks mengatakan data yang mereka peroleh dinamai sebagai “Year Zero”. Data itu terkandung jutaan baris kode komputer yang menunjukkan kekuatan besar infiltrasi cyber dari mata-mata terkenal AS. Senjata cyber yang digunakan termasuk eksploitasi "zero-day", sistem kontrol malware dan virus Trojan.
Bocoran dokumen ini menggambarkan lingkup “weaponised exploits” CIA, di mana badan intelijen AS ini bisa menggunakannya untuk menargetkan produk yang dibuat oleh AS dan perusahaan teknologi Eropa dan mengubahnya menjadi perangkat penyadapan semacam alat pendengar rahasia.
Apa Dampaknya?
Menurut WikiLeaks, korban teknik penyadapan CIA ini termasuk Samsung TV, Microsoft Windows, iPhone dan smartphone yang menggunakan sistem operasi Google Android. Teknik tersebut, kata WikiLeaks, dapat digunakan untuk memberikan CIA kemampuan bypass enkripsi sejumlah media sosial seperti WhatsApp, Signal, Telegram, Wiebo dan Confide.
Beberapa hasil penyadapan itu diduga digarap dengan bantuan MI5 Inggris. Meskipun identitas pembocor dokumen penyadapan CIA ini dirahasiakan, WikiLeaks menggambarkannya sebagai sosok hacker yang terkait dengan pemerintah AS. Motivasi dari pembocor dokumen diklaim untuk memastikan kemampuan hacking CIA dan tindakan rezim penyadapan AS itu diperdebatkan dalam forum publik.
”Ada risiko proliferasi ekstrem dalam pengembangan cyberweapons,” kata Assange, dalam siaran pers di Keduataan Ekuador di London tempat dia bersembunyi. ”Perbandingan dapat ditarik antara proliferasi tidak terkendali seperti senjata dan perdagangan senjata global.”
”Tapi pentingnya 'Year Zero' melampaui pilihan antara cyberwar dan cyberpeace. Pengungkapan ini juga luar biasa dari perspektif politik, hukum dan forensik,” lanjut Assange dalam rilis WikiLeaks yang dikutip Rabu (8/3/2017).
Baik CIA maupun Pemerintah AS belum berkomentar atas bocornya dokumen penyadapan rahasia tersebut. AS di era pemerintahan Barack Obama juga dibuat malu dengan bocornya dokumen penyadapan global yang dilakukan Badan Keamanan Nasional atau NSA. Dokumen penyadapan global NSA itu dibocorkan mantan kontraktornya, Edward Snowden yang kini bersembunyi di Moskow, Rusia.
Organisasi yang didirikan Julian Assange ini menyatakan publikasi dokumen CIA ini bisa menjadi yang terbesar dalam sejarah.
Bocoran dokumen CIA meliputi data penyadapan tahun 2016 yang berisi lebih dari 8.000 dokumen dan file. Data rahasia itu diperoleh dari sebuah lokasi terisolasi dari jaringan keamanan tinggi di CIA's Centre for Cyber Intelligence di Langley, Virginia. Sumber pembocor data dirahasaikan WikiLeaks mengingat data yang dibocorkan sangat sensitif.
Dalam siaran pers pada Selasa (7/3/2017), WikiLeaks mengatakan data yang mereka peroleh dinamai sebagai “Year Zero”. Data itu terkandung jutaan baris kode komputer yang menunjukkan kekuatan besar infiltrasi cyber dari mata-mata terkenal AS. Senjata cyber yang digunakan termasuk eksploitasi "zero-day", sistem kontrol malware dan virus Trojan.
Bocoran dokumen ini menggambarkan lingkup “weaponised exploits” CIA, di mana badan intelijen AS ini bisa menggunakannya untuk menargetkan produk yang dibuat oleh AS dan perusahaan teknologi Eropa dan mengubahnya menjadi perangkat penyadapan semacam alat pendengar rahasia.
Apa Dampaknya?
Menurut WikiLeaks, korban teknik penyadapan CIA ini termasuk Samsung TV, Microsoft Windows, iPhone dan smartphone yang menggunakan sistem operasi Google Android. Teknik tersebut, kata WikiLeaks, dapat digunakan untuk memberikan CIA kemampuan bypass enkripsi sejumlah media sosial seperti WhatsApp, Signal, Telegram, Wiebo dan Confide.
Beberapa hasil penyadapan itu diduga digarap dengan bantuan MI5 Inggris. Meskipun identitas pembocor dokumen penyadapan CIA ini dirahasiakan, WikiLeaks menggambarkannya sebagai sosok hacker yang terkait dengan pemerintah AS. Motivasi dari pembocor dokumen diklaim untuk memastikan kemampuan hacking CIA dan tindakan rezim penyadapan AS itu diperdebatkan dalam forum publik.
”Ada risiko proliferasi ekstrem dalam pengembangan cyberweapons,” kata Assange, dalam siaran pers di Keduataan Ekuador di London tempat dia bersembunyi. ”Perbandingan dapat ditarik antara proliferasi tidak terkendali seperti senjata dan perdagangan senjata global.”
”Tapi pentingnya 'Year Zero' melampaui pilihan antara cyberwar dan cyberpeace. Pengungkapan ini juga luar biasa dari perspektif politik, hukum dan forensik,” lanjut Assange dalam rilis WikiLeaks yang dikutip Rabu (8/3/2017).
Baik CIA maupun Pemerintah AS belum berkomentar atas bocornya dokumen penyadapan rahasia tersebut. AS di era pemerintahan Barack Obama juga dibuat malu dengan bocornya dokumen penyadapan global yang dilakukan Badan Keamanan Nasional atau NSA. Dokumen penyadapan global NSA itu dibocorkan mantan kontraktornya, Edward Snowden yang kini bersembunyi di Moskow, Rusia.
(mas)