Biadab! Seorang ART Hampir 3 Tahun Disiksa Fisik dan Diperkosa Majikan Malaysia
loading...
A
A
A
KUALA LUMPUR - Kekerasan dan eksploitasi terhadap Asisten Rumah Tangga (ART) masih terus terjadi di Malaysia. Kali ini dialami seorang ART asal Sumatera Utara yang sebut saja namanya “Lina” (bukan nama sebenarnya).
Menurut pengakuan “Lina” kepada Duta Besar (Dubes) Hermono yang menangani langsung kasusnya, dia mulai bekerja di majikannya sejak September 2020 selalu mengalami kekerasan hingga menderita luka serius.
Tidak hanya itu, Lina juga mengalami eksploitasi seksual oleh majikannya yang merupakan seorang nelayan di kawasan Kuala Selangor.
Menurut pengakuan Lina kepada Dubes Hermono, yang melakukan penyiksaan terhadap dirinya tidak hanya majikannya saja, namun juga termasuk kawan-kawan majikan tanpa alasan yang jelas.
“Saya selalu merasa ketakutan setiap ada orang datang ke rumah majikan karena pasti akan dipukuli,” keluh Lina kepada Dubes Hermono.
Tidak hanya mengalami kekerasan fisik hampir 3 tahun, Lina juga hanya 1 kali menerima gaji sebesar RM900. Bahkan ia kadang dipaksa melaut menangkap ikan selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dengan mata berkaca-kaca, Lina menyampaikan setidaknya dia pernah lari dari rumah majikannya sebanyak 4 kali, namun selalu ditemukan oleh majikannya dan dipaksa kembali bekerja.
Bahkan pernah terjadi dalam kondisi berdarah-darah, seorang tetangganya melaporkan ke aparat kepolisian setempat, namun oleh anggota polisi yang menemuinya justru dikembalikan lagi ke majikan.
“Saya betul-betul putus asa bagaimana dapat menyelamatkan diri dari penyiksaan dari kelakuan bejat majikan,” ujar Lina kepada Dubes Hermono sambil berlinang air mata.
Penderitaan Lina berakhir setelah dia berhasil melarikan diri dan disembunyikan selama 4 hari oleh warga setempat.
Lina diantar ke KBRI pada tanggal 19 Agustus 2023 dengan kondisi luka terbuka di pelipis sebelah kiri dan tangan kanan akibat pukulan benda keras.
Staf KBRI langsung membawa Lina ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan 2 tulang rusuk “Lina” patah akibat pukulan balok kayu.
Bahkan patahan tulang rusuk tersebut melukai paru-parunya sehingga mengganggu pernapasannya. Saat ini Lina dalam perlindungan KBRI Kuala Lumpur untuk proses penyembuhan luka-lukanya dan proses hukum.
Menurut keterangan kepolisian Kuala Selangor yang menangani kasus ini, dua tersangka telah ditahan dan satu orang masih buron.
Para tersangka akan dituntut dengan pasal penyiksaan fisik berat dan eksploitasi seksual.
Selain itu, Dubes Hermono juga telah menghubungi langsung petugas penyidik kasus ini yang pada intinya menyampaikan bahwa kasus Lina ini mendapat perhatian serius Pemerintah Indonesia dan meminta para pelaku diberikan hukuman maksimal sesuai UU Pidana Malaysia untuk memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada ART Indonesia.
Hermono menambahkan KBRI Kuala Lumpur pun akan segera melayangkan nota resmi kepada otoritas terkait Malaysia meminta hal yang sama.
Meskipun Indonesia dan Malaysia telah menandatangani MoU Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022, namun pelanggaran terhadap hak-hak PMI masih terus terjadi.
Kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik sebagaimana dialami Lina.
Dubes Hermono menyampaikan bahwa dari Januari-Juli 2023, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan hak gaji 97 kasus gaji tidak dibayar dengan nilai RM1.011.288 atau setara Rp3.438.292.591 dan merepatriasi 226 PMI dari shelter KBRI Kuala Lumpur.
Hampir semua PMI yang bermasalah dengan majikan adalah mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja.
Namun tidak semua hak keuangan PMI dapat diperjuangkan. Tidak sedikit majikan yang memang menolak untuk membayar gaji.
Melaporkan kasus gaji tidak dibayar kepada Dinas Ketenagakerjaan pun tidak selalu berhasil apabila majikan tidak mau membayar dan pada akhirnya majikan bebas dan PMI pulang tanpa membawa uang sama sekali.
Kondisi tingginya resiko mengirimkan PMI ART di Malaysia kiranya mendapatkan perhatian dari Kementerian/Lembaga terkait, terlebih lagi apabila berangkat secara non-prosedural, pinta Dubes Hermono.
Menurut pengakuan “Lina” kepada Duta Besar (Dubes) Hermono yang menangani langsung kasusnya, dia mulai bekerja di majikannya sejak September 2020 selalu mengalami kekerasan hingga menderita luka serius.
Tidak hanya itu, Lina juga mengalami eksploitasi seksual oleh majikannya yang merupakan seorang nelayan di kawasan Kuala Selangor.
Menurut pengakuan Lina kepada Dubes Hermono, yang melakukan penyiksaan terhadap dirinya tidak hanya majikannya saja, namun juga termasuk kawan-kawan majikan tanpa alasan yang jelas.
“Saya selalu merasa ketakutan setiap ada orang datang ke rumah majikan karena pasti akan dipukuli,” keluh Lina kepada Dubes Hermono.
Tidak hanya mengalami kekerasan fisik hampir 3 tahun, Lina juga hanya 1 kali menerima gaji sebesar RM900. Bahkan ia kadang dipaksa melaut menangkap ikan selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Dengan mata berkaca-kaca, Lina menyampaikan setidaknya dia pernah lari dari rumah majikannya sebanyak 4 kali, namun selalu ditemukan oleh majikannya dan dipaksa kembali bekerja.
Bahkan pernah terjadi dalam kondisi berdarah-darah, seorang tetangganya melaporkan ke aparat kepolisian setempat, namun oleh anggota polisi yang menemuinya justru dikembalikan lagi ke majikan.
“Saya betul-betul putus asa bagaimana dapat menyelamatkan diri dari penyiksaan dari kelakuan bejat majikan,” ujar Lina kepada Dubes Hermono sambil berlinang air mata.
Penderitaan Lina berakhir setelah dia berhasil melarikan diri dan disembunyikan selama 4 hari oleh warga setempat.
Lina diantar ke KBRI pada tanggal 19 Agustus 2023 dengan kondisi luka terbuka di pelipis sebelah kiri dan tangan kanan akibat pukulan benda keras.
Staf KBRI langsung membawa Lina ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan 2 tulang rusuk “Lina” patah akibat pukulan balok kayu.
Bahkan patahan tulang rusuk tersebut melukai paru-parunya sehingga mengganggu pernapasannya. Saat ini Lina dalam perlindungan KBRI Kuala Lumpur untuk proses penyembuhan luka-lukanya dan proses hukum.
Menurut keterangan kepolisian Kuala Selangor yang menangani kasus ini, dua tersangka telah ditahan dan satu orang masih buron.
Para tersangka akan dituntut dengan pasal penyiksaan fisik berat dan eksploitasi seksual.
Selain itu, Dubes Hermono juga telah menghubungi langsung petugas penyidik kasus ini yang pada intinya menyampaikan bahwa kasus Lina ini mendapat perhatian serius Pemerintah Indonesia dan meminta para pelaku diberikan hukuman maksimal sesuai UU Pidana Malaysia untuk memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada ART Indonesia.
Hermono menambahkan KBRI Kuala Lumpur pun akan segera melayangkan nota resmi kepada otoritas terkait Malaysia meminta hal yang sama.
Meskipun Indonesia dan Malaysia telah menandatangani MoU Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022, namun pelanggaran terhadap hak-hak PMI masih terus terjadi.
Kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik sebagaimana dialami Lina.
Dubes Hermono menyampaikan bahwa dari Januari-Juli 2023, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan hak gaji 97 kasus gaji tidak dibayar dengan nilai RM1.011.288 atau setara Rp3.438.292.591 dan merepatriasi 226 PMI dari shelter KBRI Kuala Lumpur.
Hampir semua PMI yang bermasalah dengan majikan adalah mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja.
Namun tidak semua hak keuangan PMI dapat diperjuangkan. Tidak sedikit majikan yang memang menolak untuk membayar gaji.
Melaporkan kasus gaji tidak dibayar kepada Dinas Ketenagakerjaan pun tidak selalu berhasil apabila majikan tidak mau membayar dan pada akhirnya majikan bebas dan PMI pulang tanpa membawa uang sama sekali.
Kondisi tingginya resiko mengirimkan PMI ART di Malaysia kiranya mendapatkan perhatian dari Kementerian/Lembaga terkait, terlebih lagi apabila berangkat secara non-prosedural, pinta Dubes Hermono.
(sya)