Mesir Tolak Mentah-mentah Tekanan AS untuk Mempersenjatai Ukraina
loading...
A
A
A
KAIRO - Pejabat Mesir dilaporkan memutuskan tidak terlibat dalam mempersenjatai Ukraina. Kairo mengabaikan permintaan Amerika Serikat (AS) yang berulang kali dalam beberapa bulan terakhir untuk memproduksi peluru artileri dan senjata lain yang diperlukan Ukraina untuk melawan Rusia.
“Washington meminta Mesir memasok artileri, rudal antitank, sistem pertahanan udara dan senjata kecil untuk Ukraina,” papar laporan Wall Street Journal (WSJ) pada Jumat, mengutip pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Permintaan itu diajukan dalam berbagai kesempatan, termasuk pertemuan bulan Maret antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Kairo.
“Dalam percakapan dengan para pejabat AS, Mesir belum secara definitif menolak permintaan tersebut, tetapi para pejabat Mesir mengatakan secara pribadi bahwa Mesir tidak memiliki rencana mengirim senjata tersebut,” ungkap surat kabar itu.
Pesan itu rupanya belum sampai ke Washington. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan optimisme untuk membuat Mesir mendukung Ukraina, mengatakan kepada media, "Diskusi kami dengan mitra Mesir kami tentang kepentingan bersama kami dalam mengakhiri perang Russa adalah produktif dan berkelanjutan."
Awal tahun ini, Kairo dilaporkan mundur di bawah tekanan AS dari rencana yang diduga untuk menjual roket ke Rusia.
Al-Sisi mencoba mempertahankan hubungan baik dengan Washington dan Moskow di tengah krisis Ukraina.
Mesir menolak bergabung dalam kampanye yang dipimpin AS untuk mempersenjatai Ukraina dan menghukum Rusia.
WSJ mencatat kegagalan untuk mendaftarkan Mesir dalam upaya tersebut terjadi pada "momen kritis" dalam konflik, di mana pasukan Ukraina mencoba mendorong melalui garis pertahanan Rusia yang tangguh ketika AS mencoba menggalang dukungan militer dan diplomatik untuk Kiev.
Keputusan Al-Sisi juga muncul pada saat beberapa anggota Kongres AS mendesak pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menahan USD320 juta dari USD1,3 miliar bantuan militer AS yang dijanjikan ke Mesir, mengutip catatan hak asasi manusia negara itu.
Badan-badan intelijen AS dilaporkan mengharapkan hasil yang berbeda. The Washington Post melaporkan pada April bahwa menurut dokumen intelijen AS yang bocor, pemerintah Mesir telah menyetujui rencana menjual peluru artileri 152mm dan 155mm ke AS untuk dipindahkan ke Ukraina.
Al-Sisi menghadiri pertemuan puncak Presiden Rusia Vladimir Putin dengan para pemimpin Afrika bulan lalu di St Petersburg.
Setelah pertemuan empat mata dengan al-Sisi, Putin mengatakan Rusia bertujuan menyelesaikan zona industri di dekat Terusan Suez sebagai bagian dari rencana meningkatkan perdagangan dengan Mesir dan negara-negara Afrika lainnya.
“Washington meminta Mesir memasok artileri, rudal antitank, sistem pertahanan udara dan senjata kecil untuk Ukraina,” papar laporan Wall Street Journal (WSJ) pada Jumat, mengutip pejabat AS yang tidak disebutkan namanya.
Permintaan itu diajukan dalam berbagai kesempatan, termasuk pertemuan bulan Maret antara Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi di Kairo.
“Dalam percakapan dengan para pejabat AS, Mesir belum secara definitif menolak permintaan tersebut, tetapi para pejabat Mesir mengatakan secara pribadi bahwa Mesir tidak memiliki rencana mengirim senjata tersebut,” ungkap surat kabar itu.
Pesan itu rupanya belum sampai ke Washington. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menyatakan optimisme untuk membuat Mesir mendukung Ukraina, mengatakan kepada media, "Diskusi kami dengan mitra Mesir kami tentang kepentingan bersama kami dalam mengakhiri perang Russa adalah produktif dan berkelanjutan."
Awal tahun ini, Kairo dilaporkan mundur di bawah tekanan AS dari rencana yang diduga untuk menjual roket ke Rusia.
Al-Sisi mencoba mempertahankan hubungan baik dengan Washington dan Moskow di tengah krisis Ukraina.
Mesir menolak bergabung dalam kampanye yang dipimpin AS untuk mempersenjatai Ukraina dan menghukum Rusia.
WSJ mencatat kegagalan untuk mendaftarkan Mesir dalam upaya tersebut terjadi pada "momen kritis" dalam konflik, di mana pasukan Ukraina mencoba mendorong melalui garis pertahanan Rusia yang tangguh ketika AS mencoba menggalang dukungan militer dan diplomatik untuk Kiev.
Keputusan Al-Sisi juga muncul pada saat beberapa anggota Kongres AS mendesak pemerintahan Presiden Joe Biden untuk menahan USD320 juta dari USD1,3 miliar bantuan militer AS yang dijanjikan ke Mesir, mengutip catatan hak asasi manusia negara itu.
Badan-badan intelijen AS dilaporkan mengharapkan hasil yang berbeda. The Washington Post melaporkan pada April bahwa menurut dokumen intelijen AS yang bocor, pemerintah Mesir telah menyetujui rencana menjual peluru artileri 152mm dan 155mm ke AS untuk dipindahkan ke Ukraina.
Al-Sisi menghadiri pertemuan puncak Presiden Rusia Vladimir Putin dengan para pemimpin Afrika bulan lalu di St Petersburg.
Setelah pertemuan empat mata dengan al-Sisi, Putin mengatakan Rusia bertujuan menyelesaikan zona industri di dekat Terusan Suez sebagai bagian dari rencana meningkatkan perdagangan dengan Mesir dan negara-negara Afrika lainnya.
(sya)