Rusia Ancam Keluar dari Kesepakatan Larangan Tes Nuklir
loading...
A
A
A
MOSKOW - Unsur-unsur dalam pemerintah Rusia dilaporkan menganjurkan penarikan ratifikasi Moskow atas Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif (CTBT).
CTBT merupakan perjanjian internasional untuk menangguhkan semua uji coba senjata nuklir. Dokumen tahun 1996 itu tidak pernah berlaku karena beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), belum meratifikasinya.
“Langkah yang diusulkan untuk menarik ratifikasinya akan bersifat simbolis daripada praktis, menjadikan sikap Rusia mengenai CTBT sama dengan sikap AS,” ungkap harian bisnis Kommersant, yang melaporkan pembahasan tersebut pada Kamis (3/8/2023).
“Diskusi ini masih dalam tahap awal,” papar outlet berita itu.
Perjanjian itu disebutkan pada Rabu (2/8/2023) oleh Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia.
Selama pengarahan media mingguan, diplomat itu mencatat bahwa Sabtu menandai peringatan 60 tahun Perjanjian Pelarangan Uji Parsial.
Perjanjian itu melarang semua uji coba nuklir kecuali yang dilakukan di bawah tanah. Zakharova mengingatkan media bahwa upaya pada tahun 1996 untuk memperluas larangan tersebut gagal, dan menyalahkan "tindakan yang merusak dan tidak bertanggung jawab" dari AS untuk itu.
Pada tahun 2018, Gedung Putih Trump memasukkan penolakan untuk meratifikasi CTBT ke dalam pembaruan postur nuklir AS.
Penggantinya, Joe Biden, secara resmi membatalkan kebijakan itu. Tinjauan tahun 2022 menyatakan komitmen memberlakukan perjanjian itu.
Namun, para ahli percaya Gedung Putih tidak mungkin mendapatkan suara yang diperlukan di Kongres untuk memenuhi janji ini.
Washington bukan satu-satunya pemangku kepentingan yang menghalangi CTBT. Perjanjian perlu didukung oleh 44 negara yang pada tahun 1996 memiliki reaktor nuklir dan berpartisipasi dalam Konferensi Perlucutan Senjata tahun itu.
India, Pakistan, dan Korea Utara sama sekali tidak menandatangani perjanjian itu, sementara China, Mesir, Iran, dan Israel tidak meratifikasinya, seperti AS.
AS melakukan uji coba nuklir terbarunya pada tahun 1992, sementara Rusia, atau Uni Soviet saat itu, melakukan hal yang sama pada tahun 1990.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan keprihatinannya bahwa Washington akan memperbarui pengujian di tengah modernisasi cadangan nuklirnya dan telah memperingatkan Moskow akan mencabut moratorium de-facto sebagai tanggapan.
“Tidak seorang pun boleh memiliki ilusi berbahaya bahwa paritas strategis dapat dihancurkan,” tegas pemimpin Rusia itu dalam pidato pada Februari.
CTBT merupakan perjanjian internasional untuk menangguhkan semua uji coba senjata nuklir. Dokumen tahun 1996 itu tidak pernah berlaku karena beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (AS), belum meratifikasinya.
“Langkah yang diusulkan untuk menarik ratifikasinya akan bersifat simbolis daripada praktis, menjadikan sikap Rusia mengenai CTBT sama dengan sikap AS,” ungkap harian bisnis Kommersant, yang melaporkan pembahasan tersebut pada Kamis (3/8/2023).
“Diskusi ini masih dalam tahap awal,” papar outlet berita itu.
Perjanjian itu disebutkan pada Rabu (2/8/2023) oleh Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia.
Selama pengarahan media mingguan, diplomat itu mencatat bahwa Sabtu menandai peringatan 60 tahun Perjanjian Pelarangan Uji Parsial.
Perjanjian itu melarang semua uji coba nuklir kecuali yang dilakukan di bawah tanah. Zakharova mengingatkan media bahwa upaya pada tahun 1996 untuk memperluas larangan tersebut gagal, dan menyalahkan "tindakan yang merusak dan tidak bertanggung jawab" dari AS untuk itu.
Pada tahun 2018, Gedung Putih Trump memasukkan penolakan untuk meratifikasi CTBT ke dalam pembaruan postur nuklir AS.
Penggantinya, Joe Biden, secara resmi membatalkan kebijakan itu. Tinjauan tahun 2022 menyatakan komitmen memberlakukan perjanjian itu.
Namun, para ahli percaya Gedung Putih tidak mungkin mendapatkan suara yang diperlukan di Kongres untuk memenuhi janji ini.
Washington bukan satu-satunya pemangku kepentingan yang menghalangi CTBT. Perjanjian perlu didukung oleh 44 negara yang pada tahun 1996 memiliki reaktor nuklir dan berpartisipasi dalam Konferensi Perlucutan Senjata tahun itu.
India, Pakistan, dan Korea Utara sama sekali tidak menandatangani perjanjian itu, sementara China, Mesir, Iran, dan Israel tidak meratifikasinya, seperti AS.
AS melakukan uji coba nuklir terbarunya pada tahun 1992, sementara Rusia, atau Uni Soviet saat itu, melakukan hal yang sama pada tahun 1990.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan keprihatinannya bahwa Washington akan memperbarui pengujian di tengah modernisasi cadangan nuklirnya dan telah memperingatkan Moskow akan mencabut moratorium de-facto sebagai tanggapan.
“Tidak seorang pun boleh memiliki ilusi berbahaya bahwa paritas strategis dapat dihancurkan,” tegas pemimpin Rusia itu dalam pidato pada Februari.
(sya)