Nasib Warga AS yang Ditahan Korea Utara, Ada yang Meninggal Setelah Dibebaskan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Korea Utara (Korut) yang diliputi dengan ketegangan kini memasuki babak baru. Penyebabnya adalah aksi seorang tentara AS yang nekat menyeberang ke negara komunis itu pada Selasa lalu.
Prajurit Dua (Prada) Travis King dilaporkan melintasi zona demiliterisasi yang ketat menuju Korea Utara dari Korea Selatan (Korsel). Ia diyakini kini telah ditahan oleh otoritas keamanan Pyongyang.
Penahanan terhadap warga AS oleh Korut bukanlah kejadian pertama kali. Sejak 1996, Korut telah beberapa kali menahan warga AS termasuk turis, cendikiawan, dan jurnalis.
Berikut adalah beberapak kasus penahanan warga AS yang paling menonjol dari dekade terakhir seperti dikutip dari BBC, Kamis (20/7/2023).
Foto: GQ
Otto Warmbier, seorang mahasiswa di University of Virginia, ditangkap saat mengunjungi Korut sebagai bagian dari grup tur pada Januari 2016.
Sekitar dua bulan setelah penahanannya pada 2 Januari, pengadilan Korut menghukum Otto Warmbier 15 tahun penjara dengan kerja paksa atas tuduhan bahwa ia berusaha mencuri poster propaganda.
Tak lama setelah hukuman, Warmbier menderita cedera saraf dalam keadaan yang tidak diketahui.
Dia kemudian dibebaskan karena sakit parah 17 bulan setelah penangkapannya, dan meninggal di rumah sakit enam hari setelah kembali ke AS pada Juni 2017.
Dokter AS menggambarkan Warmbier dalam keadaan "tidak sadar", tetapi keluarga Warmbier mengatakan menyebut kondisi komanya "tidak adil".
Ayahnya berkata ketika mereka melihat putranya, dia bergerak, dan menyentak dengan keras, membuat suara melolong dan tidak manusiawi.
"Kepalanya dicukur, dia buta dan tuli, lengan dan kakinya benar-benar cacat dan dia memiliki bekas luka yang besar di kakinya," katanya.
"Itu sepertinya seseorang telah mengambil tang dan mengatur ulang gigi bawahnya," imbuhnya.
"Otto secara sistematis disiksa dan dilukai dengan sengaja oleh Kim dan rezimnya. Ini bukan kebetulan," kata ayahnya.
Pengadilan federal AS kemudian memutuskan Korut bertanggung jawab atas penyiksaan dan kematian Otto Warmbier.
Sementara Korut tidak secara resmi membantah tuduhan itu, namun telah berulang kali membantah melakukan kesalahan.
Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dikelola negara mengklaim dia diberikan perawatan medis "dengan segala ketulusan" meskipun "tidak memiliki alasan untuk menunjukkan belas kasihan kepada penjahat dari negara musuh".
KCNA juga mengklaim bahwa Korut adalah korban terbesar dari kematian dan kampanye kotor selanjutnya oleh AS.
Pada Oktober 2018, Korut mengumumkan bahwa Bruce Byron Lowrance - seorang pria berusia 60 tahun dari Michigan - telah ditahan saat memasuki negara itu secara ilegal dari China.
Otoritas AS kemudian mengungkapkan bahwa seorang pria yang cocok dengan nama dan deskripsinya telah ditahan di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Selatan. Pria itu diduga mengatakan kepada penyelidik bahwa dia yakin kunjungannya akan membantu meredakan ketegangan geopolitik antara kedua negara.
Lowrance dibebaskan sekitar sebulan setelah ditahan, yang menurut para pejabat AS mungkin merupakan upaya untuk meningkatkan hubungan dengan AS setelah pembicaraan tingkat tinggi antara Kim Jong-un dan Presiden AS saat itu Donald Trump.
Dia belum berkomentar secara terbuka tentang penahanannya dan pembebasan selanjutnya.
Foto:ABC News
Matthew Miller, seorang guru berusia 24 tahun dari California, ditahan oleh otoritas Korut dan didakwa melakukan tindakan spionase "bermusuhan" saat melakukan tur terorganisir pada April 2014.
Otoritas Korut kemudian menuduh dia mengakui "ambisi liar" untuk menjelajahi negara itu dan menyelidiki kondisi di sana.
Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dengan kerja paksa pada bulan September 2014. Dalam wawancara sebelum dan setelah pembebasannya, dia mengatakan bahwa dia menghabiskan banyak waktunya untuk menggali di ladang, memindahkan batu dan mencabuti rumput liar, tetapi sebagian besar ditahan dalam isolasi yang ketat.
Miller dibebaskan bulan berikutnya bersama tahanan Amerika lainnya, Kenneth Bae.
Dalam wawancara selanjutnya dengan jurnalis Nate Thayer dari situs NK News yang berfokus pada Korut, Miller mengatakan dia pergi ke negara itu dengan niat untuk membelot dan berbicara dengan orang biasa Korut tentang hal-hal normal, terlepas dari politik.
"Saya mencoba untuk tinggal di pedesaan," kata Miller. "Mereka ingin saya pergi. Pada malam pertama mereka berkata, 'Kami ingin Anda pergi dengan penerbangan berikutnya.' Tapi saya menolak. Saya hanya tidak ingin pergi," ungkapnya.
Dalam wawancara, Miller mengatakan dia akhirnya "berubah pikiran" tentang mencari suaka dan meminta bantuan dari pemerintah AS.
Foto: CNN
Kenneth Bae dibebaskan bersama Miller. Penduduk negara bagian Washington itu ditangkap pada November 2012.
Seorang misionaris Kristen Injili Korea-Amerika, dia telah mengunjungi negara itu berkali-kali. Pada kesempatan itu dia dihentikan dan hard drive dengan materi Kristen ditemukan.
Korut mengajukan serangkaian tuduhan atas apa yang disebutnya sebagai "tindakan bermusuhan" terhadap Bae termasuk upaya untuk membangun basis untuk kegiatan anti-pemerintah, penyelundupan literatur terlarang, dan mendorong para pembangkang.
Dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa, dengan media pemerintah menyatakan bahwa dia hanya lolos dari hukuman mati sebagai hasil dari "pengakuan yang jujur".
Selama berada di tahanan, keluarganya mengatakan bahwa kesehatannya memburuk akibat kondisi yang buruk dan pekerjaan yang sulit. Sebagian dari penahanannya dihabiskan di kamp kerja paksa untuk orang asing di mana dia adalah satu-satunya narapidana.
Bae kemudian dibebaskan dan kembali ke AS bersama dengan Miller setelah kunjungan rahasia ke Pyongyang oleh Direktur Intelijen Nasional James Clapper.
Setelah dibebaskan, Bae menulis memoar, "Not Forgotten: The True Story of My Prisonment in North Korea" di mana dia mengatakan bahwa dia diinterogasi dari pukul 08:00 pagi sampai pukul 22:00 atau 23:00 malam setiap hari selama empat minggu pertama penahanannya.
Interogatornya menuntut ratusan halaman pengakuan.
Dia mengatakan seorang interogator terus mengatakan kepadanya: "Tidak ada yang mengingat Anda. Anda telah dilupakan oleh orang-orang, pemerintah Anda. Anda tidak akan pulang dalam waktu dekat. Anda akan berada di sini selama 15 tahun. Anda akan berusia 60 tahun sebelum Anda pulang ke rumah".
Foto: BBC
Pada bulan Maret 2009, Korut menangkap dua jurnalis yang berbasis di California, Eura Lee dan Laura Ling, yang sedang membuat film dokumenter tentang kondisi kemanusiaan di perbatasan China dengan negara itu. Dua anggota kru lainnya, seorang juru kamera AS dan seorang pemandu asal China, melarikan diri dan ditahan sebentar oleh otoritas China.
Ling kemudian mengakui mereka melintasi perbatasan, meskipun dia mengatakan mereka menghabiskan waktu kurang dari satu menit di Korut sebelum mencoba untuk kembali ke China.
Lee dan Ling segera didakwa melintasi perbatasan secara ilegal dan pada Juni 2009 dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan kerja paksa.
"Saya telah mencoba mempersiapkan diri untuk hukuman yang panjang tetapi tidak ada yang bisa mempersiapkan saya untuk vonis," kata Ling kepada National Public Radio (NPR).
"Saya bertanya-tanya apakah kata-kata itu berarti jendela kesempatan telah tertutup dan takdir saya telah ditentukan," imbuhnya.
Namun, pada Agustus tahun itu, keduanya dibebaskan setelah kunjungan mendadak sebelumnya ke Pyongyang oleh mantan Presiden Bill Clinton.
Sementara kunjungan itu terjadi di tengah-tengah serangkaian negosiasi antara pemerintah Korut dan pemerintahan Obama, Gedung Putih mengatakan bahwa kunjungan Clinton adalah "misi pribadi semata".
"Tidak ada pertukaran uang dan tidak ada diplomasi yang dilakukan," kata Ling kepada NPR. "Itu benar-benar misi kemanusiaan pribadi," jelasnya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Prajurit Dua (Prada) Travis King dilaporkan melintasi zona demiliterisasi yang ketat menuju Korea Utara dari Korea Selatan (Korsel). Ia diyakini kini telah ditahan oleh otoritas keamanan Pyongyang.
Penahanan terhadap warga AS oleh Korut bukanlah kejadian pertama kali. Sejak 1996, Korut telah beberapa kali menahan warga AS termasuk turis, cendikiawan, dan jurnalis.
Berikut adalah beberapak kasus penahanan warga AS yang paling menonjol dari dekade terakhir seperti dikutip dari BBC, Kamis (20/7/2023).
1. Otto Warmbier, 2016
Foto: GQ
Otto Warmbier, seorang mahasiswa di University of Virginia, ditangkap saat mengunjungi Korut sebagai bagian dari grup tur pada Januari 2016.
Sekitar dua bulan setelah penahanannya pada 2 Januari, pengadilan Korut menghukum Otto Warmbier 15 tahun penjara dengan kerja paksa atas tuduhan bahwa ia berusaha mencuri poster propaganda.
Tak lama setelah hukuman, Warmbier menderita cedera saraf dalam keadaan yang tidak diketahui.
Dia kemudian dibebaskan karena sakit parah 17 bulan setelah penangkapannya, dan meninggal di rumah sakit enam hari setelah kembali ke AS pada Juni 2017.
Dokter AS menggambarkan Warmbier dalam keadaan "tidak sadar", tetapi keluarga Warmbier mengatakan menyebut kondisi komanya "tidak adil".
Ayahnya berkata ketika mereka melihat putranya, dia bergerak, dan menyentak dengan keras, membuat suara melolong dan tidak manusiawi.
"Kepalanya dicukur, dia buta dan tuli, lengan dan kakinya benar-benar cacat dan dia memiliki bekas luka yang besar di kakinya," katanya.
"Itu sepertinya seseorang telah mengambil tang dan mengatur ulang gigi bawahnya," imbuhnya.
"Otto secara sistematis disiksa dan dilukai dengan sengaja oleh Kim dan rezimnya. Ini bukan kebetulan," kata ayahnya.
Pengadilan federal AS kemudian memutuskan Korut bertanggung jawab atas penyiksaan dan kematian Otto Warmbier.
Sementara Korut tidak secara resmi membantah tuduhan itu, namun telah berulang kali membantah melakukan kesalahan.
Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) yang dikelola negara mengklaim dia diberikan perawatan medis "dengan segala ketulusan" meskipun "tidak memiliki alasan untuk menunjukkan belas kasihan kepada penjahat dari negara musuh".
KCNA juga mengklaim bahwa Korut adalah korban terbesar dari kematian dan kampanye kotor selanjutnya oleh AS.
2. Bruce Byron Lowrance, 2018
Pada Oktober 2018, Korut mengumumkan bahwa Bruce Byron Lowrance - seorang pria berusia 60 tahun dari Michigan - telah ditahan saat memasuki negara itu secara ilegal dari China.
Otoritas AS kemudian mengungkapkan bahwa seorang pria yang cocok dengan nama dan deskripsinya telah ditahan di zona demiliterisasi yang memisahkan Korea Utara dan Selatan. Pria itu diduga mengatakan kepada penyelidik bahwa dia yakin kunjungannya akan membantu meredakan ketegangan geopolitik antara kedua negara.
Lowrance dibebaskan sekitar sebulan setelah ditahan, yang menurut para pejabat AS mungkin merupakan upaya untuk meningkatkan hubungan dengan AS setelah pembicaraan tingkat tinggi antara Kim Jong-un dan Presiden AS saat itu Donald Trump.
Dia belum berkomentar secara terbuka tentang penahanannya dan pembebasan selanjutnya.
3. Matthew Miller, 2014
Foto:ABC News
Matthew Miller, seorang guru berusia 24 tahun dari California, ditahan oleh otoritas Korut dan didakwa melakukan tindakan spionase "bermusuhan" saat melakukan tur terorganisir pada April 2014.
Otoritas Korut kemudian menuduh dia mengakui "ambisi liar" untuk menjelajahi negara itu dan menyelidiki kondisi di sana.
Dia dijatuhi hukuman enam tahun penjara dengan kerja paksa pada bulan September 2014. Dalam wawancara sebelum dan setelah pembebasannya, dia mengatakan bahwa dia menghabiskan banyak waktunya untuk menggali di ladang, memindahkan batu dan mencabuti rumput liar, tetapi sebagian besar ditahan dalam isolasi yang ketat.
Miller dibebaskan bulan berikutnya bersama tahanan Amerika lainnya, Kenneth Bae.
Dalam wawancara selanjutnya dengan jurnalis Nate Thayer dari situs NK News yang berfokus pada Korut, Miller mengatakan dia pergi ke negara itu dengan niat untuk membelot dan berbicara dengan orang biasa Korut tentang hal-hal normal, terlepas dari politik.
"Saya mencoba untuk tinggal di pedesaan," kata Miller. "Mereka ingin saya pergi. Pada malam pertama mereka berkata, 'Kami ingin Anda pergi dengan penerbangan berikutnya.' Tapi saya menolak. Saya hanya tidak ingin pergi," ungkapnya.
Dalam wawancara, Miller mengatakan dia akhirnya "berubah pikiran" tentang mencari suaka dan meminta bantuan dari pemerintah AS.
4. Kenneth Bae, 2012
Foto: CNN
Kenneth Bae dibebaskan bersama Miller. Penduduk negara bagian Washington itu ditangkap pada November 2012.
Seorang misionaris Kristen Injili Korea-Amerika, dia telah mengunjungi negara itu berkali-kali. Pada kesempatan itu dia dihentikan dan hard drive dengan materi Kristen ditemukan.
Korut mengajukan serangkaian tuduhan atas apa yang disebutnya sebagai "tindakan bermusuhan" terhadap Bae termasuk upaya untuk membangun basis untuk kegiatan anti-pemerintah, penyelundupan literatur terlarang, dan mendorong para pembangkang.
Dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa, dengan media pemerintah menyatakan bahwa dia hanya lolos dari hukuman mati sebagai hasil dari "pengakuan yang jujur".
Selama berada di tahanan, keluarganya mengatakan bahwa kesehatannya memburuk akibat kondisi yang buruk dan pekerjaan yang sulit. Sebagian dari penahanannya dihabiskan di kamp kerja paksa untuk orang asing di mana dia adalah satu-satunya narapidana.
Bae kemudian dibebaskan dan kembali ke AS bersama dengan Miller setelah kunjungan rahasia ke Pyongyang oleh Direktur Intelijen Nasional James Clapper.
Setelah dibebaskan, Bae menulis memoar, "Not Forgotten: The True Story of My Prisonment in North Korea" di mana dia mengatakan bahwa dia diinterogasi dari pukul 08:00 pagi sampai pukul 22:00 atau 23:00 malam setiap hari selama empat minggu pertama penahanannya.
Interogatornya menuntut ratusan halaman pengakuan.
Dia mengatakan seorang interogator terus mengatakan kepadanya: "Tidak ada yang mengingat Anda. Anda telah dilupakan oleh orang-orang, pemerintah Anda. Anda tidak akan pulang dalam waktu dekat. Anda akan berada di sini selama 15 tahun. Anda akan berusia 60 tahun sebelum Anda pulang ke rumah".
5. Eura Lee dan Laura Ling, 2009
Foto: BBC
Pada bulan Maret 2009, Korut menangkap dua jurnalis yang berbasis di California, Eura Lee dan Laura Ling, yang sedang membuat film dokumenter tentang kondisi kemanusiaan di perbatasan China dengan negara itu. Dua anggota kru lainnya, seorang juru kamera AS dan seorang pemandu asal China, melarikan diri dan ditahan sebentar oleh otoritas China.
Ling kemudian mengakui mereka melintasi perbatasan, meskipun dia mengatakan mereka menghabiskan waktu kurang dari satu menit di Korut sebelum mencoba untuk kembali ke China.
Lee dan Ling segera didakwa melintasi perbatasan secara ilegal dan pada Juni 2009 dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan kerja paksa.
"Saya telah mencoba mempersiapkan diri untuk hukuman yang panjang tetapi tidak ada yang bisa mempersiapkan saya untuk vonis," kata Ling kepada National Public Radio (NPR).
"Saya bertanya-tanya apakah kata-kata itu berarti jendela kesempatan telah tertutup dan takdir saya telah ditentukan," imbuhnya.
Namun, pada Agustus tahun itu, keduanya dibebaskan setelah kunjungan mendadak sebelumnya ke Pyongyang oleh mantan Presiden Bill Clinton.
Sementara kunjungan itu terjadi di tengah-tengah serangkaian negosiasi antara pemerintah Korut dan pemerintahan Obama, Gedung Putih mengatakan bahwa kunjungan Clinton adalah "misi pribadi semata".
"Tidak ada pertukaran uang dan tidak ada diplomasi yang dilakukan," kata Ling kepada NPR. "Itu benar-benar misi kemanusiaan pribadi," jelasnya.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(ian)