Rusia Marah Turkiye Bebaskan Komandan Azov Ukraina, Erdogan Dianggap Khianati Putin
loading...
A
A
A
MOSKOW - Rusia marah setelah pemerintah Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan membebaskan komandan Resimen Azov Ukraina yang ditahan di bawah kesepakatan pertukaran tahanan. Langkah itu dianggap sebagai pengkhianatan Erogan terhadap pemimpin Kremlin Vladimir Putin.
Para komentator Rusia menuntut respons keras terhadap apa yang mereka gambarkan sebagai "pengkhianatan" Turkiye. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebutnya sebagai "pelanggaran" kepercayaan.
“Tidak ada yang memberi tahu Rusia tentang transfer itu,” kata Peskov merujuk pada pembebasan komandan Resimen Azov.
“Mereka seharusnya tinggal di Turkiye sampai akhir konflik," lanjut Peskov, seperti dikutip The Telegraph, Senin (10/7/2023).
Peskov juga bereaksi terhadap video komandan Resimen Azov yang memeluk Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksy dan anggota pemerintah Kyiv lainnya setelah diserahkan di bandara Turkiye dan kemudian terbang ke Ukraina pada hari Sabtu pekan lalu.
Zelensky telah berada di Turkiye untuk berbicara dengan Erdogan, yang juga telah berjanji untuk mendukung Ukraina bergabung dengan NATO.
“Tanpa diragukan lagi, Ukraina layak berada di NATO,” kata Erdogan setelah berbicara dengan Zelensky pada hari Jumat di Istanbul.
Keanggotaan Ukraina di NATO akan dibahas pada KTT tahunan NATO di Vilnius pekan ini.
Turkiye adalah anggota NATO tetapi telah mempertahankan hubungan bisnis dan udara dengan Rusia ketika Eropa memutuskan kontak setelah invasi Kremlin ke Ukraina pada Februari tahun lalu.
Ketika Putin menghadapi pemberontakan dua minggu lalu oleh unit tentara bayaran Wagner Group, Erdogan adalah salah satu dari sedikit pemimpin internasional yang mendukungnya.
Erdogan juga menjadi tuan rumah pembicaraan damai yang gagal dan menegosiasikan kesepakatan yang memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melalui pelabuhan Laut Hitamnya.
Erdogan mengatakan bahwa Putin akan melakukan perjalanan ke Turkiye pada bulan Agustus untuk pembicaraan luar negeri yang jarang terjadi, tetapi para analis mengatakan bahwa kesepakatan pembebasan tahanannya dengan Zelensky mungkin menunjukkan bahwa dia mulai mendukung Ukraina dengan lebih kuat.
“Presiden Erdogan memahami Putin lebih baik daripada kebanyakan orang,” kata Konstantin Sonin, seorang profesor kebijakan publik di University of Chicago.
“Putin tidak mendengarkan kata-kata, tetapi bisa mendapatkan pesan jika pesan itu berupa tindakan nyata," katanya lagi.
Resimen Azov telah membela Mariupol di tenggara Ukraina dengan melawan militer Rusia selama beberapa bulan pertama invasi.
Kremlin menuduh resimen itu sebagai tempat perlindungan fasisme dan mengangkatnya sebagai bukti bahwa Ukraina menampung Nazi.
Di bawah ketentuan kesepakatan pertukaran tahanan September lalu, 215 tentara Ukraina ditukar dengan Viktor Medvedchuk, seorang teman pribadi Putin, dan 55 tentara Rusia lainnya.
Tentara biasa dari Resimen Azov dikirim kembali ke Ukraina tetapi para komandan mereka dikirim ke Turkiye di mana Erdogan berjanji untuk menahan mereka sampai akhir perang.
Sekarang, di Moskow, pakar Rusia merasa bahwa Edrogan telah mengkhianati Rusia dan semangat kesepakatan pertukaran tahanan.
Sergei Markov, seorang komentator pro-perang dan mantan penasihat Kremlin, mengatakan bahwa Putin membutuhkan tanggapan yang kuat.
“Konsekuensi dari pelanggaran berat terhadap perjanjian ini dan pembebasan kaum fasis Azov harus sangat, sangat signifikan,” katanya.
Pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membahas situasi di Ukraina dan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam melalui panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan.
Di Lviv, Ukraina bagian barat, para komandan Resimen Azov disambut sebagai pahlawan dan mereka segera berjanji untuk kembali berperang.
Denis Prokopenko, salah satu komandan Resimen Azov yang dibebaskan, mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah kembali ke garis depan.
"Kami akan melanjutkan pertarungan," katanya. "Kami pasti akan mengatakannya lagi dalam pertempuran."
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Para komentator Rusia menuntut respons keras terhadap apa yang mereka gambarkan sebagai "pengkhianatan" Turkiye. Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebutnya sebagai "pelanggaran" kepercayaan.
“Tidak ada yang memberi tahu Rusia tentang transfer itu,” kata Peskov merujuk pada pembebasan komandan Resimen Azov.
“Mereka seharusnya tinggal di Turkiye sampai akhir konflik," lanjut Peskov, seperti dikutip The Telegraph, Senin (10/7/2023).
Peskov juga bereaksi terhadap video komandan Resimen Azov yang memeluk Presiden Ukraina Volodymyr Zelenksy dan anggota pemerintah Kyiv lainnya setelah diserahkan di bandara Turkiye dan kemudian terbang ke Ukraina pada hari Sabtu pekan lalu.
Zelensky telah berada di Turkiye untuk berbicara dengan Erdogan, yang juga telah berjanji untuk mendukung Ukraina bergabung dengan NATO.
“Tanpa diragukan lagi, Ukraina layak berada di NATO,” kata Erdogan setelah berbicara dengan Zelensky pada hari Jumat di Istanbul.
Keanggotaan Ukraina di NATO akan dibahas pada KTT tahunan NATO di Vilnius pekan ini.
Turkiye adalah anggota NATO tetapi telah mempertahankan hubungan bisnis dan udara dengan Rusia ketika Eropa memutuskan kontak setelah invasi Kremlin ke Ukraina pada Februari tahun lalu.
Ketika Putin menghadapi pemberontakan dua minggu lalu oleh unit tentara bayaran Wagner Group, Erdogan adalah salah satu dari sedikit pemimpin internasional yang mendukungnya.
Erdogan juga menjadi tuan rumah pembicaraan damai yang gagal dan menegosiasikan kesepakatan yang memungkinkan Ukraina mengekspor biji-bijian melalui pelabuhan Laut Hitamnya.
Erdogan mengatakan bahwa Putin akan melakukan perjalanan ke Turkiye pada bulan Agustus untuk pembicaraan luar negeri yang jarang terjadi, tetapi para analis mengatakan bahwa kesepakatan pembebasan tahanannya dengan Zelensky mungkin menunjukkan bahwa dia mulai mendukung Ukraina dengan lebih kuat.
“Presiden Erdogan memahami Putin lebih baik daripada kebanyakan orang,” kata Konstantin Sonin, seorang profesor kebijakan publik di University of Chicago.
“Putin tidak mendengarkan kata-kata, tetapi bisa mendapatkan pesan jika pesan itu berupa tindakan nyata," katanya lagi.
Resimen Azov telah membela Mariupol di tenggara Ukraina dengan melawan militer Rusia selama beberapa bulan pertama invasi.
Kremlin menuduh resimen itu sebagai tempat perlindungan fasisme dan mengangkatnya sebagai bukti bahwa Ukraina menampung Nazi.
Di bawah ketentuan kesepakatan pertukaran tahanan September lalu, 215 tentara Ukraina ditukar dengan Viktor Medvedchuk, seorang teman pribadi Putin, dan 55 tentara Rusia lainnya.
Tentara biasa dari Resimen Azov dikirim kembali ke Ukraina tetapi para komandan mereka dikirim ke Turkiye di mana Erdogan berjanji untuk menahan mereka sampai akhir perang.
Sekarang, di Moskow, pakar Rusia merasa bahwa Edrogan telah mengkhianati Rusia dan semangat kesepakatan pertukaran tahanan.
Sergei Markov, seorang komentator pro-perang dan mantan penasihat Kremlin, mengatakan bahwa Putin membutuhkan tanggapan yang kuat.
“Konsekuensi dari pelanggaran berat terhadap perjanjian ini dan pembebasan kaum fasis Azov harus sangat, sangat signifikan,” katanya.
Pada hari Minggu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov membahas situasi di Ukraina dan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam melalui panggilan telepon dengan Menteri Luar Negeri Turkiye Hakan Fidan.
Di Lviv, Ukraina bagian barat, para komandan Resimen Azov disambut sebagai pahlawan dan mereka segera berjanji untuk kembali berperang.
Denis Prokopenko, salah satu komandan Resimen Azov yang dibebaskan, mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah kembali ke garis depan.
"Kami akan melanjutkan pertarungan," katanya. "Kami pasti akan mengatakannya lagi dalam pertempuran."
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(mas)