Mengenal Zoroaster, Agama Monoteis Tertua di Dunia yang Dikira Menyembah Api

Sabtu, 03 Juni 2023 - 00:01 WIB
loading...
Mengenal Zoroaster, Agama Monoteis Tertua di Dunia yang Dikira Menyembah Api
Zoroastrianisme atau dikenal sebagai Zoroaster merupakan agama monoteis tertua di dunia yang kerap disalahpahami sebagai agama penyembah api. Foto/Francis Mascarenhas/REUTERS
A A A
JAKARTA - Zoroastrianisme atau dikenal sebagai Zoroaster adalah agama Persia kuno yang diduga berasal dari 3.500 atau bahkan 4.000 tahun yang lalu. Ia dianggap sebagai keyakinan monoteistik pertama di dunia dan kerap disalahpahami sebagai agama yang menyembah api.

Zoroastrianisme, seperti dikutip dari History, Jumat (2/6/2023) tercatat sebagai agama negara dari tiga dinasti Persia, sampai penaklukan Muslim atas Persia pada abad ke-7 Masehi. Pernah menjadi agama terbesar, sekarang ia menjadi agama dengan jumlah penganut terkecil.

Ketika Persia ditaklukkan Muslim, para penganut Zoroastrianisme—yang disebut Zoroastrian atau Parsis—beremigrasi ke India. Zoroastrianisme kini diperkirakan memiliki sekitar 100.000 hingga 200.000 penganut di seluruh dunia, dan saat ini dipraktikkan sebagai agama minoritas di sebagian Iran dan India.

Zoroastrianisme identik dengan nama Zoroaster—sosok nabi yang dalam bahasa Persia kuno dikenal sebagai Zarathrustra. Nabi Zoroaster dianggap sebagai pendiri Zoroastrianisme.

Sebagian besar dari apa yang diketahui tentang Zoroaster berasal dari Avesta—kumpulan kitab suci agama Zoroastrian. Tidak jelas kapan tepatnya Zoroaster hidup.

Beberapa sarjana percaya bahwa dia sezaman dengan Cyrus Agung, seorang raja Kekaisaran Persia pada abad ke-6 SM, meskipun sebagian besar bukti linguistik dan arkeologi menunjukkan tanggal yang lebih awal—antara 1500 hingga 1200 SM.



Zoroaster diperkirakan lahir di tempat yang sekarang menjadi Iran timur laut atau Afghanistan barat daya. Dia mungkin tinggal di suku yang mengikuti agama kuno dengan banyak dewa (politeisme). Agama ini kemungkinan besar mirip dengan bentuk awal Hindu.

Menurut tradisi Zoroastrian, Zoroaster memiliki visi ilahi dari makhluk tertinggi saat mengambil bagian dalam ritual pemurnian pagan pada usia 30 tahun. Zoroaster mulai mengajar para pengikutnya untuk menyembah satu dewa bernama Ahura Mazda.

Pada 1990-an, arkeolog Rusia di Gonur Tepe, sebuah situs Zaman Perunggu di Turkmenistan, menemukan sisa-sisa yang mereka yakini sebagai kuil api Zoroastrian awal. Kuil ini berasal dari milenium ke-2 SM, menjadikannya situs paling awal yang diketahui terkait dengan Zoroastrianisme.


Zoroastrianisme Agama Kekaisaran Persia


Cyrus Agung, pendiri Kekaisaran Persia Achaemenid, adalah seorang penganut Zoroastrianisme yang taat. Secara umum, Cyrus adalah seorang penguasa yang toleran yang mengizinkan rakyat non-Irannya untuk mempraktikkan agama mereka sendiri.

Dia memerintah dengan hukum Zoroastrian asha tetapi tidak memaksakan Zoroastrianisme pada orang-orang di wilayah taklukan Persia.

Keyakinan Zoroastrianisme tersebar di seluruh Asia melalui Jalur Sutra, jaringan jalur perdagangan yang menyebar dari China ke Timur Tengah dan ke Eropa.

Beberapa sarjana, seperti dikutip BBC, mengatakan bahwa ajaran Zoroastrianisme membantu membentuk agama-agama besar Ibrahim—termasuk Yudaisme, Kristen, dan Islam—melalui pengaruh Kekaisaran Persia.

Konsep Zoroastrianisme, termasuk gagasan tentang satu tuhan, surga, neraka, dan hari penghakiman, mungkin pertama kali diperkenalkan ke komunitas Yahudi Babilonia, tempat orang-orang dari Kerajaan Yudea telah hidup dalam penawanan selama beberapa dekade.

Ketika Cyrus menaklukkan Babilonia pada tahun 539 SM, dia membebaskan orang Yahudi Babilonia. Banyak yang pulang ke Yerusalem, di mana keturunan mereka menerima Alkitab Ibrani.

Selama ribuan tahun berikutnya, Zoroastrianisme mendominasi dua dinasti Persia berikutnya—Kekaisaran Parthia dan Sassania—hingga penaklukan Muslim atas Persia pada abad ke-7 M.

Penaklukan Muslim di Persia antara tahun 633 hingg 651 M menyebabkan jatuhnya Kekaisaran Persia Sassania dan penurunan agama Zoroastrianisme di Iran. Seiring waktu, sebagian besar Zoroastrian Iran masuk Islam.

Simbol dan Keyakinan Zoroastrianisme


Faravahar adalah simbol kuno kepercayaan Zoroastrianisme. Itu menggambarkan seorang pria berjanggut dengan satu tangan terulur ke depan. Dia berdiri di atas sepasang sayap yang terentang dari sebuah lingkaran yang melambangkan keabadian.

Api adalah simbol penting Zoroastrianisme lainnya, karena melambangkan cahaya, kehangatan, dan memiliki kekuatan pemurnian. Beberapa penganut Zoroastrian juga mengenali pohon cemara yang selalu hijau sebagai simbol kehidupan abadi.

Api—-bersama air-—dipandang sebagai simbol kemurnian dalam agama Zoroastrianisme. Lantaran menjadi salah satu simbol, penganut Zoroastrianisme kerap disalahpahami sebagai penyembah api. Mereka sebenarnya menyembah satu Tuhan atau Dewa yang mereka sebut Ahura Mazda.

Tempat Ibadah Zoroastrianisme


Tempat ibadah agama ini disebut kuil api. Setiap kuil api berisi altar dengan api abadi yang menyala terus-menerus dan tidak pernah padam.

Menurut legenda, tiga kuil api Zoroastrianisme kuno, yang dikenal sebagai api besar, konon berasal langsung dari Dewa Ahura Mazda, pada awal zaman. Para arkeolog telah mencari tempat-tempat ini, meskipun tidak jelas apakah api besar itu pernah ada atau hanya mitos belaka.

Zoroaster memberikan "penguburan langit" mereka yang mati. Mereka membangun menara melingkar dengan puncak datar yang disebut dakhma, atau menara kesunyian. Di sana, mayat terpapar unsur-unsur—dan burung nasar lokal—sampai tulangnya diambil bersih dan diputihkan. Kemudian mereka dikumpulkan dan ditempatkan di lubang kapur yang disebut osuarium.

Dakhma telah ilegal di Iran sejak tahun 1970-an. Banyak penganut Zoroastrianisme saat ini menguburkan jenazah mereka di bawah lempengan beton, meskipun beberapa orang Parsi di India masih mempraktikkan penguburan langit. Sebuah dakhma tetap beroperasi di dekat Mumbai, India.


Zoroastrianisme dalam Budaya Barat


Banyak orang Eropa menjadi akrab dengan pendiri Zoroastrianisme, Zarathustra, melalui novel abad ke-19 "Thus Spoke Zarathustra" oleh filsuf Jerman Friedrich Nietzsche.

Di dalamnya, Nietzsche mengikuti Nabi Zarathustra atau Nabi Zoroaster dalam perjalanannya. Beberapa orang menyebut karya itu "ironis", karena Nietzsche adalah seorang ateis yang diakui.

Musisi Inggris; Freddie Mercury, vokalis band rock Queen, adalah keturunan Parsi. Dia lahir dengan nama Farrokh Bulsara, dan mempraktikkan Zoroastrianisme. Mercury meninggal karena komplikasi AIDS pada tahun 1991, dan pemakamannya di London dilakukan oleh seorang pendeta Zoroastrianisme.

Nama Dewa Ahura Mazda sebagai Tuhan agama Zoroastrianisme diambil sebagai pembuat mobil Jepang; Mazda Motor Corporation. Perusahaan berharap bahwa kerja sama dengan "Dewa Cahaya" akan "mencerahkan citra" kendaraan pertama mereka.

Novelis Amerika George R.R. Martin, pencipta serial fantasi "A Song of Ice and Fire", yang kemudian diadaptasi menjadi serial "Game of Thrones", mengembangkan legenda Azor Ahai dari Zoroastrianisme.

Di dalamnya, seorang dewa pejuang, Azor Ahai, mengalahkan kegelapan dengan bantuan dewa R'hllor, dewa api yang mungkin ditiru oleh Martin setelah Ahura Mazda.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0960 seconds (0.1#10.140)