Australia Rilis Tinjauan Pertahanan Strategis Baru untuk jadi Lebih Mandiri
loading...
A
A
A
CANBERRA - Pemerintah Australia merilis versi publik dari Defense Strategic Review (DSR) baru negara itu. Di dalamnya, Canberra menetapkan agenda untuk reformasi yang ambisius, tetapi perlu, pada postur dan struktur militer.
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese menyebut peninjauan itu sebagai "pekerjaan paling signifikan yang telah dilakukan sejak Perang Dunia Kedua."
“Ini menunjukkan dunia di mana tantangan terhadap keamanan nasional kita selalu berkembang. Kita tidak bisa mundur dari asumsi lama. Kita harus membangun kekuatan keamanan kita dengan berusaha membentuk masa depan daripada menunggu masa depan membentuk kita,” papar dia kepada reporter.
Menurutnya, penerapan DSR akan membantu Australia menjadi “lebih mandiri, lebih siap, dan lebih aman di tahun-tahun mendatang.”
Dokumen tersebut menguraikan setidaknya enam “area prioritas untuk tindakan segera”, termasuk pengembangan kemampuan kapal selam bertenaga nuklir Australia dan kapasitas serangan jarak jauh, mempercepat integrasi teknologi baru ke dalam militer, retensi dan rekrutmen tenaga kerja pertahanan, ditambah peningkatan kerja sama strategis antara Canberra dan mitra utamanya di Indo-Pasifik.
Peninjauan tersebut menyerukan transformasi cepat Angkatan Pertahanan Australia (ADF), yang akan memperoleh kemampuan menyerang target lebih dari 500 km jauhnya, naik dari jangkauan 40 km saat ini.
Selain mempertahankan Australia dan wilayah sekitarnya, ADF akan diminta “mencegah melalui penangkalan setiap upaya musuh untuk memproyeksikan kekuatan melawan Australia melalui pendekatan utara kami,” demikian menurut DSR.
Secara terpisah, tinjauan tersebut mengklaim Amerika Serikat (AS) bukan lagi "pemimpin unipolar Indo-Pasifik".
Dokumen itu menambahkan, persaingan ketat antara AS dan China menentukan kawasan tersebut dan persaingan kekuatan besar membawa "potensi konflik".
Dalam hal ini, DSR memperingatkan Australia harus "menghindari risiko strategis tingkat tertinggi yang sekarang kita hadapi sebagai satu bangsa: prospek konflik besar di kawasan."
Di sisi lain, tinjauan tersebut menunjukkan Australia akan bekerja lebih erat dengan AS, termasuk meningkatkan perencanaan militer bilateral dan menampung lebih banyak rotasi pasukan Amerika, termasuk kapal selam.
Sejak pembentukan AUKUS beberapa tahun lalu, Rusia telah berulang kali memperingatkan upaya bersama AS dan sekutu regionalnya, termasuk Australia, Selandia Baru, dan Jepang, untuk memiliterisasi Asia-Pasifik.
Menurut Moskow, NATO telah berhenti berbicara tentang sifat defensifnya karena aliansi tersebut berfokus, khususnya, untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.
Australia, AS, dan Inggris mengumumkan kemitraan pertahanan AUKUS pada September 2021. Prakarsa pertama yang diumumkan di bawah pakta tersebut adalah pengembangan teknologi kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia.
Kesepakatan AUKUS mendorong pemerintah Australia membatalkan perjanjian senilai USD66 miliar dengan Perusahaan Angkatan Laut Prancis dalam pembangunan kapal selam diesel-listrik.
Beijing juga telah berulang kali mengkritik kesepakatan AUKUS, mengecamnya sebagai pelanggaran Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
Perdana Menteri (PM) Australia Anthony Albanese menyebut peninjauan itu sebagai "pekerjaan paling signifikan yang telah dilakukan sejak Perang Dunia Kedua."
“Ini menunjukkan dunia di mana tantangan terhadap keamanan nasional kita selalu berkembang. Kita tidak bisa mundur dari asumsi lama. Kita harus membangun kekuatan keamanan kita dengan berusaha membentuk masa depan daripada menunggu masa depan membentuk kita,” papar dia kepada reporter.
Menurutnya, penerapan DSR akan membantu Australia menjadi “lebih mandiri, lebih siap, dan lebih aman di tahun-tahun mendatang.”
Dokumen tersebut menguraikan setidaknya enam “area prioritas untuk tindakan segera”, termasuk pengembangan kemampuan kapal selam bertenaga nuklir Australia dan kapasitas serangan jarak jauh, mempercepat integrasi teknologi baru ke dalam militer, retensi dan rekrutmen tenaga kerja pertahanan, ditambah peningkatan kerja sama strategis antara Canberra dan mitra utamanya di Indo-Pasifik.
Peninjauan tersebut menyerukan transformasi cepat Angkatan Pertahanan Australia (ADF), yang akan memperoleh kemampuan menyerang target lebih dari 500 km jauhnya, naik dari jangkauan 40 km saat ini.
Selain mempertahankan Australia dan wilayah sekitarnya, ADF akan diminta “mencegah melalui penangkalan setiap upaya musuh untuk memproyeksikan kekuatan melawan Australia melalui pendekatan utara kami,” demikian menurut DSR.
Secara terpisah, tinjauan tersebut mengklaim Amerika Serikat (AS) bukan lagi "pemimpin unipolar Indo-Pasifik".
Dokumen itu menambahkan, persaingan ketat antara AS dan China menentukan kawasan tersebut dan persaingan kekuatan besar membawa "potensi konflik".
Dalam hal ini, DSR memperingatkan Australia harus "menghindari risiko strategis tingkat tertinggi yang sekarang kita hadapi sebagai satu bangsa: prospek konflik besar di kawasan."
Di sisi lain, tinjauan tersebut menunjukkan Australia akan bekerja lebih erat dengan AS, termasuk meningkatkan perencanaan militer bilateral dan menampung lebih banyak rotasi pasukan Amerika, termasuk kapal selam.
Sejak pembentukan AUKUS beberapa tahun lalu, Rusia telah berulang kali memperingatkan upaya bersama AS dan sekutu regionalnya, termasuk Australia, Selandia Baru, dan Jepang, untuk memiliterisasi Asia-Pasifik.
Menurut Moskow, NATO telah berhenti berbicara tentang sifat defensifnya karena aliansi tersebut berfokus, khususnya, untuk memperluas pengaruhnya di wilayah tersebut.
Australia, AS, dan Inggris mengumumkan kemitraan pertahanan AUKUS pada September 2021. Prakarsa pertama yang diumumkan di bawah pakta tersebut adalah pengembangan teknologi kapal selam bertenaga nuklir untuk Angkatan Laut Australia.
Kesepakatan AUKUS mendorong pemerintah Australia membatalkan perjanjian senilai USD66 miliar dengan Perusahaan Angkatan Laut Prancis dalam pembangunan kapal selam diesel-listrik.
Beijing juga telah berulang kali mengkritik kesepakatan AUKUS, mengecamnya sebagai pelanggaran Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
(sya)