Mengenal Pasukan RSF, Paramiliter yang Perang Saudara dengan Tentara Sudan
loading...
A
A
A
Setelah itu, RSF semakin berkembang dan menjadi kelompok penjaga perbatasan. Tugas utamanya adalah mengendalikan laju migrasi yang kala itu tidak terkendali.
RSF dan tentara Sudan mulai mengirim pasukan ke Yaman untuk berperang pada tahun 2015. Selain itu, kedua pasukan tersebut juga bertempur bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Empat tahun setelahnya, RSF turut berpartispasi dalam menggulingkan Omar al-Bashir.
Reuters menyebut, pasukan yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti ini memiliki sekitar 100 ribu pasukan dan ditempatkan di seluruh wilayah Sudan.
Di tahun yang sama, Hemedti melakukan penandatanganan perjanjian pembagian kekuasaan yang mengantarkannya pada kursi Dewan Penguasa atau Wakil Kepala Dewan Kedaulatan Sudan di bawah pimpinan seorang Jenderal Angkatan Darat, Abdel Fattah al-Burhan.
Sebelum penandatanganan tersebut dilakukan, sudah banyak isu miring yang dialamatkan kepada RSF. Salah satunya adalah tuduhan dari aktivis bahwa RSF turut serta membunuh puluhan pengunjuk rasa.
Selain itu, tuduhan kekerasan suku juga dialamatkan kepada RSF. Pada tahun 2020, Hemedti menyatakan permintaan maafnya di depan publik. Namun, ia enggan menjelaskan lebih rinci mengenai langkahnya itu.
Berlanjut ke tahun 2021, RSF juga terlibat dalam kudeta di bulan Oktober. Kudeta tersebut berhasil menghentikan transisi ke Pemilu dan Hemedti mengatakan bahwa dirinya menyesalkan terjadinya kudeta.
Tentara Sudan dan kelompok-kelompok pendukung demokrasi meminta RSF berintegrasi dengan angkatan bersenjata reguler. Rupanya, negosiasi terkait hal itulah yang menjadi sumber masalah dan ketegangan.
Penandatanganan akhir kesepakatan untuk pemerintahan yang baru serta transisi menuju pemilu harus tertunda. Padahal, kegiatan tersebut direncanakan berlangsung pada 1 April.
RSF dan tentara Sudan mulai mengirim pasukan ke Yaman untuk berperang pada tahun 2015. Selain itu, kedua pasukan tersebut juga bertempur bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Empat tahun setelahnya, RSF turut berpartispasi dalam menggulingkan Omar al-Bashir.
Reuters menyebut, pasukan yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti ini memiliki sekitar 100 ribu pasukan dan ditempatkan di seluruh wilayah Sudan.
Di tahun yang sama, Hemedti melakukan penandatanganan perjanjian pembagian kekuasaan yang mengantarkannya pada kursi Dewan Penguasa atau Wakil Kepala Dewan Kedaulatan Sudan di bawah pimpinan seorang Jenderal Angkatan Darat, Abdel Fattah al-Burhan.
Sebelum penandatanganan tersebut dilakukan, sudah banyak isu miring yang dialamatkan kepada RSF. Salah satunya adalah tuduhan dari aktivis bahwa RSF turut serta membunuh puluhan pengunjuk rasa.
Selain itu, tuduhan kekerasan suku juga dialamatkan kepada RSF. Pada tahun 2020, Hemedti menyatakan permintaan maafnya di depan publik. Namun, ia enggan menjelaskan lebih rinci mengenai langkahnya itu.
Berlanjut ke tahun 2021, RSF juga terlibat dalam kudeta di bulan Oktober. Kudeta tersebut berhasil menghentikan transisi ke Pemilu dan Hemedti mengatakan bahwa dirinya menyesalkan terjadinya kudeta.
Tentara Sudan dan kelompok-kelompok pendukung demokrasi meminta RSF berintegrasi dengan angkatan bersenjata reguler. Rupanya, negosiasi terkait hal itulah yang menjadi sumber masalah dan ketegangan.
Penandatanganan akhir kesepakatan untuk pemerintahan yang baru serta transisi menuju pemilu harus tertunda. Padahal, kegiatan tersebut direncanakan berlangsung pada 1 April.
(sya)