Mengenal Pasukan RSF, Paramiliter yang Perang Saudara dengan Tentara Sudan

Senin, 17 April 2023 - 16:45 WIB
loading...
Mengenal Pasukan RSF, Paramiliter yang Perang Saudara dengan Tentara Sudan
Bendera nasional Sudan ditempelkan pada senapan mesin tentara Pasukan Dukungan Cepat Paramiliter (RSF) saat mereka menunggu kedatangan Letnan Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, wakil kepala dewan militer dan kepala RSF, sebelum pertemuan di desa Aprag, 60 ki
A A A
KHARTOUM - Sudan tengah dilanda konflik. Kelompok RSF (Rapid Support Forces) berupaya untuk melakukan kudeta dengan melakukan serangan.

Pertempuran antara RSF dengan militer pemerintahan pun tidak bisa terhindarkan dan bermuara pada adanya perang saudara.

Pada 16 April 2023, militer Sudan terpantau menyerang RSF melalui serangan udara di wilayah Khartoum. Dalam peristiwa itu, setidaknya ada 56 orang warga sipil tewas.

Kedua pihak bersaing untuk memperebutkan kekuasaan saat faksi-faksi politik tengah melakukan negosiasi guna membentuk pemerintahan transisi usai kudeta militer tahun 2021.



Keberadaan RSF pun menjadi fokus dan perhatian banyak pihak. Seperti apa profil pasukan paramiliter ini?

Dalam laman resminya, RSF mengeklaim dirinya sebagai pasukan militer nasional yang bekerja di bawah naungan dan komando panglima tertinggi.

Pada tahun 2017, UU yang melegitimasi RSF sebagai pasukan keamanan independen disahkan pemerintah.

Keberadaan RSF bermula pada tahun 2000-an dari milisi Janjaweed yang bertempur dalam konflik di daerah Darfur.

RSF digunakan oleh Presiden Sudan Omar al-Bashir untuk membantu meredakan pemberontakan yang tengah berkecamuk.

Setelah itu, RSF semakin berkembang dan menjadi kelompok penjaga perbatasan. Tugas utamanya adalah mengendalikan laju migrasi yang kala itu tidak terkendali.

RSF dan tentara Sudan mulai mengirim pasukan ke Yaman untuk berperang pada tahun 2015. Selain itu, kedua pasukan tersebut juga bertempur bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA). Empat tahun setelahnya, RSF turut berpartispasi dalam menggulingkan Omar al-Bashir.

Reuters menyebut, pasukan yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau Hemedti ini memiliki sekitar 100 ribu pasukan dan ditempatkan di seluruh wilayah Sudan.

Di tahun yang sama, Hemedti melakukan penandatanganan perjanjian pembagian kekuasaan yang mengantarkannya pada kursi Dewan Penguasa atau Wakil Kepala Dewan Kedaulatan Sudan di bawah pimpinan seorang Jenderal Angkatan Darat, Abdel Fattah al-Burhan.

Sebelum penandatanganan tersebut dilakukan, sudah banyak isu miring yang dialamatkan kepada RSF. Salah satunya adalah tuduhan dari aktivis bahwa RSF turut serta membunuh puluhan pengunjuk rasa.

Selain itu, tuduhan kekerasan suku juga dialamatkan kepada RSF. Pada tahun 2020, Hemedti menyatakan permintaan maafnya di depan publik. Namun, ia enggan menjelaskan lebih rinci mengenai langkahnya itu.

Berlanjut ke tahun 2021, RSF juga terlibat dalam kudeta di bulan Oktober. Kudeta tersebut berhasil menghentikan transisi ke Pemilu dan Hemedti mengatakan bahwa dirinya menyesalkan terjadinya kudeta.

Tentara Sudan dan kelompok-kelompok pendukung demokrasi meminta RSF berintegrasi dengan angkatan bersenjata reguler. Rupanya, negosiasi terkait hal itulah yang menjadi sumber masalah dan ketegangan.

Penandatanganan akhir kesepakatan untuk pemerintahan yang baru serta transisi menuju pemilu harus tertunda. Padahal, kegiatan tersebut direncanakan berlangsung pada 1 April.
(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1292 seconds (0.1#10.140)