Putra Mahkota Iran yang Diasingkan Akan Kunjungi Israel untuk Pertama Kalinya
loading...

Putra mahkota Iran yang diasingkan, Reza Pahlavi, dijadwalkan berkunjung ke Israel untuk pertama kalinya pada minggu ini. Foto/REUTERS
A
A
A
TEHERAN - Putra mahkota Iran yang diasingkan, Reza Pahlavi, dijadwalkan berkunjung ke Israel untuk pertama kalinya pada minggu ini.
Kunjungan itu akan mencerminkan hubungan hangat yang pernah dimiliki ayahnya dengan rezim Zionis dan keadaan permusuhan saat ini antara Israel dan Republik Islam Iran.
Reza Pahlavi, putra Syah terakhir yang memerintah Iran sebelum Revolusi Islam 1979, mengatakan pada hari Minggu bahwa dia akan menyampaikan "pesan persahabatan dari rakyat Iran".
Dia diatur untuk berpartisipasi dalam upacara peringatan Holocaust tahunan Israel pada Senin (17/4/2023) malam. Demikian disampaikan Menteri Intelijen Israel Gila Gamliel, yang akan menjamu Pahlavi.
Baca Juga: Menhan Zionis: Iran Sedang Perang Melawan Israel di Semua Lini
Menurut Gaamliel, Pahlavi juga akan mengunjungi pabrik desalinasi, melihat Tembok Barat dan bertemu dengan perwakilan komunitas Bahai lokal dan Yahudi Israel keturunan Iran.
Gamliel memuji "keputusan berani" Pahlavi untuk membuat apa yang dia katakan akan menjadi kunjungan pertamanya ke Israel.
“Putra mahkota melambangkan kepemimpinan yang berbeda dari rezim Ayatollah, dan memimpin nilai-nilai perdamaian dan toleransi, berbeda dengan ekstremis yang memerintah Iran,” katanya, seperti dikutip AP.
Pahlavi meninggalkan Iran pada usia 17 tahun untuk sekolah penerbangan militer di AS, tepat sebelum ayahnya yang terkena kanker; Mohammad Reza Pahlavi, meninggalkan takhta untuk diasingkan.
Revolusi menyusul, dengan pembentukan Republik Islam, pengambilalihan Kedutaan Besar AS di Teheran dan penyingkiran sisa-sisa monarki yang didukung Amerika.
Pahlavi, yang masih tinggal di AS, menyerukan revolusi damai yang akan menggantikan pemerintahan ulama dengan monarki parlementer, mengabadikan hak asasi manusia (HAM), dan memodernisasi ekonomi yang dikelola negara.
Apakah dia dapat menggembleng dukungan untuk kembali berkuasa tidak diketahui.
Ayahnya memerintah dengan boros dan represif dan mendapat keuntungan dari kudeta yang didukung CIA pada tahun 1953.
Mendiang Syah juga memiliki hubungan diplomatik dan militer yang erat dengan Israel.
Itu berakhir pada 1979, ketika pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, menyatakan Israel sebagai “musuh Islam” dan memutuskan semua hubungan.
Saat ini, kedua negara adalah musuh bebuyutan.
Israel menganggap Iran sebagai ancaman terbesarnya, mengutip seruan negara itu untuk penghancuran Israel, dukungannya terhadap kelompok militan yang bermusuhan di perbatasan Israel dan program nuklirnya.
Iran membantah tuduhan Israel dan sekutu Barat-nya bahwa pihaknya sedang mengejar ambisi memiliki bom nuklir.
“Saya ingin rakyat Israel tahu bahwa Republik Islam tidak mewakili rakyat Iran. Ikatan kuno antara rakyat kita dapat dihidupkan kembali untuk kepentingan kedua negara,” kata Pahlavi di Twitter.
Kunjungan itu akan mencerminkan hubungan hangat yang pernah dimiliki ayahnya dengan rezim Zionis dan keadaan permusuhan saat ini antara Israel dan Republik Islam Iran.
Reza Pahlavi, putra Syah terakhir yang memerintah Iran sebelum Revolusi Islam 1979, mengatakan pada hari Minggu bahwa dia akan menyampaikan "pesan persahabatan dari rakyat Iran".
Dia diatur untuk berpartisipasi dalam upacara peringatan Holocaust tahunan Israel pada Senin (17/4/2023) malam. Demikian disampaikan Menteri Intelijen Israel Gila Gamliel, yang akan menjamu Pahlavi.
Baca Juga: Menhan Zionis: Iran Sedang Perang Melawan Israel di Semua Lini
Menurut Gaamliel, Pahlavi juga akan mengunjungi pabrik desalinasi, melihat Tembok Barat dan bertemu dengan perwakilan komunitas Bahai lokal dan Yahudi Israel keturunan Iran.
Gamliel memuji "keputusan berani" Pahlavi untuk membuat apa yang dia katakan akan menjadi kunjungan pertamanya ke Israel.
“Putra mahkota melambangkan kepemimpinan yang berbeda dari rezim Ayatollah, dan memimpin nilai-nilai perdamaian dan toleransi, berbeda dengan ekstremis yang memerintah Iran,” katanya, seperti dikutip AP.
Pahlavi meninggalkan Iran pada usia 17 tahun untuk sekolah penerbangan militer di AS, tepat sebelum ayahnya yang terkena kanker; Mohammad Reza Pahlavi, meninggalkan takhta untuk diasingkan.
Revolusi menyusul, dengan pembentukan Republik Islam, pengambilalihan Kedutaan Besar AS di Teheran dan penyingkiran sisa-sisa monarki yang didukung Amerika.
Pahlavi, yang masih tinggal di AS, menyerukan revolusi damai yang akan menggantikan pemerintahan ulama dengan monarki parlementer, mengabadikan hak asasi manusia (HAM), dan memodernisasi ekonomi yang dikelola negara.
Apakah dia dapat menggembleng dukungan untuk kembali berkuasa tidak diketahui.
Ayahnya memerintah dengan boros dan represif dan mendapat keuntungan dari kudeta yang didukung CIA pada tahun 1953.
Mendiang Syah juga memiliki hubungan diplomatik dan militer yang erat dengan Israel.
Itu berakhir pada 1979, ketika pemimpin revolusi Iran, Ayatollah Khomeini, menyatakan Israel sebagai “musuh Islam” dan memutuskan semua hubungan.
Saat ini, kedua negara adalah musuh bebuyutan.
Israel menganggap Iran sebagai ancaman terbesarnya, mengutip seruan negara itu untuk penghancuran Israel, dukungannya terhadap kelompok militan yang bermusuhan di perbatasan Israel dan program nuklirnya.
Iran membantah tuduhan Israel dan sekutu Barat-nya bahwa pihaknya sedang mengejar ambisi memiliki bom nuklir.
“Saya ingin rakyat Israel tahu bahwa Republik Islam tidak mewakili rakyat Iran. Ikatan kuno antara rakyat kita dapat dihidupkan kembali untuk kepentingan kedua negara,” kata Pahlavi di Twitter.
(mas)
Lihat Juga :