Balas Serangan Roket, Jet Tempur Israel Serang Kompleks Militer Suriah
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Israel mengatakan jet tempurnya telah menyerang kompleks militer Suriah , sistem radar dan pos artileri sebagai tanggapan atas serangan roket yang ditembakkan dari Suriah.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa mereka telah mulai menyerang sasaran di wilayah Suriah setelah tiga roket diluncurkan ke Israel dari Suriah pada Sabtu malam waktu setempat, salah satunya mendarat di Dataran Tinggi Golan selatan.
“Beberapa saat yang lalu, jet tempur IDF menyerang sasaran tambahan di wilayah Suriah, termasuk kompleks militer Divisi Keempat Angkatan Bersenjata Suriah, sistem radar militer, dan pos artileri yang digunakan oleh Angkatan Bersenjata Suriah,” kata IDF dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari CNN, Minggu (9/4/2023).
Serangan jet tempur mengikuti serangan IDF sebelumnya di wilayah Suriah menggunakan UAV (kendaraan udara tak berawak atau drone), yang menargetkan peluncur yang diduga telah menembakkan roket.
IDF mengatakan melihat negara Suriah bertanggung jawab atas semua aktivitas yang terjadi di dalam wilayahnya dan tidak akan mengizinkan upaya apa pun untuk melanggar kedaulatan Israel.
Suriah mengatakan telah menanggapi serangan udara Israel di bagian selatan negara itu, dan mengklaim telah mencegat beberapa rudal Israel.
“Sekitar pukul 05.00 hari ini, musuh Israel melakukan serangan udara dengan sejumlah rudal dari arah Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, menargetkan beberapa titik di wilayah selatan,” kata kantor media pemerintah Suriah, SANA, mengutip sumber militer Suriah.
Menurut SANA, sumber militer menambahkan bahwa pertahanan udara Suriah telah mencegat rudal agresor dan menembak jatuh beberapa di antaranya.
Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah selama Perang Enam Hari 1967 dan mencaplok sebidang tanah sempit itu pada 1981. Dataran Tinggi Golan dianggap sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Berita itu muncul setelah Israel menyerang sasaran militan Palestina di Libanon selatan dan Jalur Gaza pada Jumat pagi, setelah puluhan roket ditembakkan dari Libanon ke wilayah Israel.
Peluncuran roket itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut menyusul penggerebekan polisi Israel di masjid al-Aqsa di Yerusalem.
Penggerebekan polisi Israel terhadap masjid dianggap oleh umat Islam sebagai provokasi besar.
Polisi Israel menggerebek masjid dua kali pada Rabu pekan lalu, mengklaim bahwa ratusan perusuh dan penoda masjid telah membarikade diri mereka sendiri di dalam.
Pada Sabtu malam, polisi Israel kembali menuduh bahwa banyak anak muda telah memasuki masjid dan menutup pintunya, tanpa alasan.
Tetangga Israel, Yordania memperingatkan "konsekuensi bencana" jika pasukan Israel menyerbu masjid al-Aqsa lagi.
"Jika polisi Israel, menyerang jamaah lagi, dalam upaya untuk mengosongkan jamaah (masjid), dalam persiapan untuk serangan besar ke masjid, itu akan, mendorong situasi ke arah lebih banyak ketegangan dan kekerasan, yang harganya akan dibayar semua orang,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Duta Besar Sinan al-Majali, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam waktu setempat.
“Pemerintah Israel memikul tanggung jawab atas eskalasi di Yerusalem dan di semua wilayah Palestina yang diduduki dan atas kerusakan yang akan memburuk jika tidak menghentikan serangannya ke masjid suci al-Aqsa," kata al-Majali.
Peringatan dari Yordania diikuti oleh pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Israel pada hari Minggu pagi, yang mengatakan bahwa orang-orang yang membarikade diri di dalam masjid al-Aqsa adalah massa yang berbahaya, diradikalisasi dan dihasut oleh Hamas dan organisasi teror lainnya.
Kementerian Luar Negeri Israel meminta penjaga Wakaf Yordania, untuk segera mengeluarkan dari Masjid al-Aqsa para ekstremis yang berencana melakukan kerusuhan pada hari Minggu selama sholat Muslim di Temple Mount dan Berkat Imam di Tembok Barat.
Wakaf adalah badan yang ditunjuk Yordania yang mengelola kompleks masjid al-Aqsa, yang dikenal sebagai Temple Mount oleh orang Yahudi.
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan bahwa mereka telah mulai menyerang sasaran di wilayah Suriah setelah tiga roket diluncurkan ke Israel dari Suriah pada Sabtu malam waktu setempat, salah satunya mendarat di Dataran Tinggi Golan selatan.
“Beberapa saat yang lalu, jet tempur IDF menyerang sasaran tambahan di wilayah Suriah, termasuk kompleks militer Divisi Keempat Angkatan Bersenjata Suriah, sistem radar militer, dan pos artileri yang digunakan oleh Angkatan Bersenjata Suriah,” kata IDF dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari CNN, Minggu (9/4/2023).
Serangan jet tempur mengikuti serangan IDF sebelumnya di wilayah Suriah menggunakan UAV (kendaraan udara tak berawak atau drone), yang menargetkan peluncur yang diduga telah menembakkan roket.
IDF mengatakan melihat negara Suriah bertanggung jawab atas semua aktivitas yang terjadi di dalam wilayahnya dan tidak akan mengizinkan upaya apa pun untuk melanggar kedaulatan Israel.
Suriah mengatakan telah menanggapi serangan udara Israel di bagian selatan negara itu, dan mengklaim telah mencegat beberapa rudal Israel.
“Sekitar pukul 05.00 hari ini, musuh Israel melakukan serangan udara dengan sejumlah rudal dari arah Dataran Tinggi Golan Suriah yang diduduki, menargetkan beberapa titik di wilayah selatan,” kata kantor media pemerintah Suriah, SANA, mengutip sumber militer Suriah.
Menurut SANA, sumber militer menambahkan bahwa pertahanan udara Suriah telah mencegat rudal agresor dan menembak jatuh beberapa di antaranya.
Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah selama Perang Enam Hari 1967 dan mencaplok sebidang tanah sempit itu pada 1981. Dataran Tinggi Golan dianggap sebagai wilayah pendudukan di bawah hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB.
Berita itu muncul setelah Israel menyerang sasaran militan Palestina di Libanon selatan dan Jalur Gaza pada Jumat pagi, setelah puluhan roket ditembakkan dari Libanon ke wilayah Israel.
Peluncuran roket itu terjadi di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut menyusul penggerebekan polisi Israel di masjid al-Aqsa di Yerusalem.
Penggerebekan polisi Israel terhadap masjid dianggap oleh umat Islam sebagai provokasi besar.
Polisi Israel menggerebek masjid dua kali pada Rabu pekan lalu, mengklaim bahwa ratusan perusuh dan penoda masjid telah membarikade diri mereka sendiri di dalam.
Pada Sabtu malam, polisi Israel kembali menuduh bahwa banyak anak muda telah memasuki masjid dan menutup pintunya, tanpa alasan.
Tetangga Israel, Yordania memperingatkan "konsekuensi bencana" jika pasukan Israel menyerbu masjid al-Aqsa lagi.
"Jika polisi Israel, menyerang jamaah lagi, dalam upaya untuk mengosongkan jamaah (masjid), dalam persiapan untuk serangan besar ke masjid, itu akan, mendorong situasi ke arah lebih banyak ketegangan dan kekerasan, yang harganya akan dibayar semua orang,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Duta Besar Sinan al-Majali, dalam sebuah pernyataan pada Sabtu malam waktu setempat.
“Pemerintah Israel memikul tanggung jawab atas eskalasi di Yerusalem dan di semua wilayah Palestina yang diduduki dan atas kerusakan yang akan memburuk jika tidak menghentikan serangannya ke masjid suci al-Aqsa," kata al-Majali.
Peringatan dari Yordania diikuti oleh pernyataan dari Kementerian Luar Negeri Israel pada hari Minggu pagi, yang mengatakan bahwa orang-orang yang membarikade diri di dalam masjid al-Aqsa adalah massa yang berbahaya, diradikalisasi dan dihasut oleh Hamas dan organisasi teror lainnya.
Kementerian Luar Negeri Israel meminta penjaga Wakaf Yordania, untuk segera mengeluarkan dari Masjid al-Aqsa para ekstremis yang berencana melakukan kerusuhan pada hari Minggu selama sholat Muslim di Temple Mount dan Berkat Imam di Tembok Barat.
Wakaf adalah badan yang ditunjuk Yordania yang mengelola kompleks masjid al-Aqsa, yang dikenal sebagai Temple Mount oleh orang Yahudi.
(ian)