Michel Ayoub, Pria Kristen yang Rutin Bangunkan Muslim untuk Sahur Ramadan

Senin, 27 Maret 2023 - 10:33 WIB
loading...
Michel Ayoub, Pria Kristen yang Rutin Bangunkan Muslim untuk Sahur Ramadan
Michel Ayoub, pria Kristen yang rutin bangunkan warga muslim untuk makan sahur selama Ramadan di Kota Tua Acre, Israel. Foto/Haaretz
A A A
ACRE - Michel Ayoub, nama pria Kristen di lingkungan Abboud, Kota Tua Acre, Israel, ini. Saban Ramadan tiba, dia selalu membangunkan para warga muslim untuk makan sahur.

Ketika jam menunjukkan pukul 02.00 dini hari, Ayoub mengenakan pakaian tradisional Suriah dari ujung kepala hingga kaki. Dia kemudian memukul drum dengan tongkat kecil di depan pintu para warga Muslim.

Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menabuh drum tiga kali dengan kuat dan mulai bernyanyi dalam bahasa Arab: "Kamu yang tertidur, bangunlah, nyatakan kesetiaanmu kepada Tuhan dan bangun untuk makan sahur."

Di akhir panggilan, dia menambahkan tiga ketukan drum lagi.



Aktivitasnya itu dia sebut bagian dari "masharati"—orang yang bertanggung jawab untuk membangunkan umat muslim sebelum fajar selama bulan Ramadan sehingga mereka bisa makan tepat waktu sebelum fajar. Ayoub telah melakukannya secara sukarela selama lebih dari satu dekade.

"Saya menunggu Michel setiap tahun, itu bagian dari tradisi," kata Mohammed Omar, yang mendengar suara Ayoub dari jauh dan keluar ke pintu bersama ibu dan bayinya yang berumur satu bulan.

"Ada orang yang tertidur dan tidak peduli. Dan dia memutuskan, tanpa kewajiban apa pun, untuk melakukan sesuatu yang baik seperti ini, dan itulah mengapa semua orang menghormatinya."

Tanpa kewajiban hukum, tentu saja, tetapi juga tanpa kedekatan agama.

Ayoub sebenarnya anggota keluarga Kristen yang tinggal di Makr, kota campuran Muslim-Kristen di sebelah timur Acre.

Seorang pria lajang berusia 40 tahun yang mencari nafkah di bidang konstruksi, Ayoub mengatakan dia mengambil peran itu karena cinta dan tanpa hambatan emosional atau sektarian.

"Sebaliknya," katanya. "Saya melihatnya sebagai langkah yang menyatukan orang dan melambangkan persekutuan dan hidup bersama dalam komunitas. Kami berasal dari orang yang sama dan pada akhirnya berdoa kepada Tuhan yang sama."

Dia juga tidak membuat pengecualian untuk dirinya sendiri. Setiap malam, dia mengenakan kostum lengkap yang sesuai dengan pekerjaannya—celana hitam panjang, sepatu hitam tanpa tumit, dan kemeja putih dengan rompi merah mengkilap. Di kepalanya dia mengenakan keffiyeh putih, serta keffiyeh Palestina hitam-putih di pundaknya. Tangannya selalu memegang drum dan tongkat kecil.

Pakaiannya dijahit khusus oleh seorang wanita Druze dari desa Yarka. "Itu juga melambangkan semacam persekutuan," katanya.

Dia mengatakan bahwa dia tidak pernah mengalami reaksi negatif karena agamanya. "Semua orang menghormati dan memberi semangat. Saya melewati beberapa kota di daerah itu, tidak hanya Acre. Saya melewati kota saya, desa Makr, desa tetangga Jadeida dan juga Abu Snan. Kadang-kadang saya menerima undangan untuk berkeliling desa lain, karena orang menyukainya dan menyukai tradisi," paparnya, seperti dikutip dari Haaretz, Senin (27/3/2023).

Dalam beberapa tahun terakhir Ayoub juga mendapat eksposur ke luar negeri. Beberapa saluran Arab telah melaporkan masharati Kristen di Galilea.

"Mungkin itu lebih berarti dan penting karena bencana dan perang yang terjadi di wilayah kita sekarang," katanya.

"Mereka harus melihat bahwa tidak perlu saling membantai. Hidup bersama itu mungkin."

Menurut tradisi, muadzin pertama dalam Islam adalah Bilal bin Rabah, yang hidup antara abad keenam dan ketujuh Masehi, dan yang biasa membangunkan orang beriman dengan suaranya yang jernih.

Sejak saat itu, peran masharati diturunkan dari generasi ke generasi, hingga diformalkan pada awal abad kesembilan, dan seseorang ditunjuk untuk menjalankan peran tersebut di setiap lingkungan selama bulan Ramadan.

Setelah mengambil peran tersebut, Ayoub menggunakan lagu-lagu terkenal dan tradisional dari budaya Palestina dan Suriah, tetapi juga menggubah sebagian lagu itu sendiri—dengan sukses besar, seperti yang terlihat pada pekan lalu.

Nyanyiannya membawa orang ke balkon, beberapa di antarany melambai ke arahnya, yang lain keluar untuk menjabat tangannya, dan beberapa bergegas mengeluarkan ponsel mereka untuk merekam aksinya—dan berfoto selfie dengannya.

"Di zaman sekarang, saat Anda memiliki ponsel cerdas dan jam alarm, Anda tidak perlu orang seperti Michel untuk membangunkan Anda," kata Suleiman Askeri, penduduk Kota Tua Acre dan seorang aktivis sosial.

"Tapi lihat betapa menyenangkannya bangun dengan suara seperti itu dan dengan atmosfer Kota Tua Acre—dengan gang-gang, batu-batu dan tembok-tembok kuno. Terlihat dan terdengar luar biasa. Anda bisa mendengar gema suaranya dari jauh."

"Sosok masharati sedikit mirip dengan sosok Sinterklas saat Natal—pertunjukan malam hari, doa dan nyanyian khusus. Kehadiran ini memiliki arti tersendiri dalam suasana liburan," katanya.

Ayoub berhenti di dekat beberapa rumah yang pemiliknya dia kenal, memanggil nama penghuninya. "Abu Marwan, bangun!" dia memanggil ke salah satu pemilik rumah di lingkungan itu.

"Yalla, yalla," jawab suara yang kuat dan jelas dari dalam rumah, "Tuhan memberkati Nabi Muhammad."

Setelah melewati semua gang Abboud, Ayoub pindah ke lingkungan Sheikh Abdallah terdekat. Di sana, di pintu masuk salah satu rumah, berdiri Hajjah Umm-Bilal, kepalanya dihiasi dengan penutup tradisional, dan beberapa anggota keluarganya di sampingnya.

"Aku sudah menunggumu selama satu jam, Michel, setiap Ramadan aku harus melihatmu dan mendengarmu," kata wanita berusia 60-an tahun itu.

"Ikut makan," desaknya. Tapi Ayoub dengan sopan menolak—dia harus pergi ke beberapa gang lagi, dan puasa akan segera dimulai.

Ayoub menyelesaikan turnya di dalam Kota Tua Acre, di rumah Ahmed Askeri, saudara laki-laki Suleiman. Meja sarapan sudah disiapkan.

Tahrir Akkar, sang ibu mertua, meminta Ayoub datang ke kota lagi, kalau bisa di hari Jumat. "Kami ingin anak-anak melihatmu dan mungkin berjalan bersamamu," katanya.

"Ini penting, ini memberi perasaan dan suasana, mereka harus belajar tentang apa yang dulu pernah ada, bahwa tidak semuanya berjalan hanya dengan jam dan telepon."

Ayoub setuju, "Insya Allah saya datang hari Jumat dan juga minggu depan," ujarnya.

Dalam perjalanan kembali ke mobilnya, beberapa anak berkumpul di sekelilingnya. Yang termuda menoleh ke temannya, bertanya, "Bukankah dia seorang Kristen?" Temannya menegurnya. "Malu pada dirimu, ini Michel, apa bedanya dia beragama?"
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1454 seconds (0.1#10.140)