Pengerahan Senjata Nuklir Putin Memiliki Konsekuensi Sangat Dahsyat
loading...
A
A
A
MOSKOW - Pengumuman Presiden Vladimir Putin bahwa Rusia akan mengerahkan senjata nuklir ke Belarusia dapat memiliki konsekuensi yang sangat dahsyat.
Itu disampaikan aktivis dari Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICAN), Susi Snyder.
“Ini meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir dengan menambahkan lebih banyak aktor, yang berpotensi memiliki kemampuan untuk menjatuhkan bom nuklir, dan menciptakan potensi kekacauan dan miskomunikasi,” kata Snyder kepada Al Jazeera, Senin (27/3/2023).
“Senjata-senjata ini, jika digunakan, akan memiliki hasil yang sama atau lebih besar daripada yang kita lihat di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Senjata-senjata itu dapat menyebabkan bencana besar," paparnya.
ICAN, dalam sebuah pernyataan, mengutuk apa yang mereka sebut sebagai eskalasi berbahaya yang membuat penggunaan senjata nuklir lebih mungkin terjadi.
ICAN telah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2017 atas upayanya untuk mencapai larangan universal senjata nuklir.
"Mengingat konflik Ukraina, kemungkinan salah perhitungan atau salah tafsir sangat tinggi. Berbagi senjata nuklir membuat situasinya jauh lebih buruk dan berisiko menimbulkan konsekuensi bencana kemanusiaan," kata organisasi aktivis tersebut.
ICAN juga mencatat bahwa menampung senjata atom negara lain dilarang berdasarkan Perjanjian PBB 2017 tentang Larangan Senjata Nuklir (TPNW). Namun, kerangka kerja ini tidak pernah ditandatangani oleh Belarusia, Rusia, China, atau kekuatan nuklir Barat mana pun.
Pada tahun 2017, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis mengeklaim bahwa inisiatif itu jelas mengabaikan realitas lingkungan keamanan internasional, sementara Rusia mengatakan inisiatif itu bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.
Putin dalam pengumumannya Sabtu pekan lalu mengatakan bahwa keputusan untuk mengerahkan senjata nuklir juga sebagai respons atas permintaan berulang kali dari Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.
Pemimpin Kremlin itu juga membandingkan keputusannya dengan langkah AS yang telah lama menempatkan persenjataan serupa di Eropa, yaitu di Jerman, TĂĽrkiye, Belanda, Belgia, dan Italia.
Mengomentari langkah tersebut, Jerman menggambarkan langkah Putin sebagai upaya intimidasi nuklir lebih lanjut, sementara Ukraina menyerukan sanksi baru terhadap Rusia.
Namun, AS memberikan nada yang lebih hati-hati, di mana juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson mengatakan bahwa Washington belum melihat tanda-tanda Rusia berencana menggunakan senjata nuklir, menambahkan bahwa AS sejauh ini tidak memiliki alasan untuk menyesuaikan postur strategisnya.
Itu disampaikan aktivis dari Kampanye Internasional untuk Menghapuskan Senjata Nuklir (ICAN), Susi Snyder.
“Ini meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir dengan menambahkan lebih banyak aktor, yang berpotensi memiliki kemampuan untuk menjatuhkan bom nuklir, dan menciptakan potensi kekacauan dan miskomunikasi,” kata Snyder kepada Al Jazeera, Senin (27/3/2023).
“Senjata-senjata ini, jika digunakan, akan memiliki hasil yang sama atau lebih besar daripada yang kita lihat di Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945. Senjata-senjata itu dapat menyebabkan bencana besar," paparnya.
ICAN, dalam sebuah pernyataan, mengutuk apa yang mereka sebut sebagai eskalasi berbahaya yang membuat penggunaan senjata nuklir lebih mungkin terjadi.
ICAN telah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2017 atas upayanya untuk mencapai larangan universal senjata nuklir.
"Mengingat konflik Ukraina, kemungkinan salah perhitungan atau salah tafsir sangat tinggi. Berbagi senjata nuklir membuat situasinya jauh lebih buruk dan berisiko menimbulkan konsekuensi bencana kemanusiaan," kata organisasi aktivis tersebut.
ICAN juga mencatat bahwa menampung senjata atom negara lain dilarang berdasarkan Perjanjian PBB 2017 tentang Larangan Senjata Nuklir (TPNW). Namun, kerangka kerja ini tidak pernah ditandatangani oleh Belarusia, Rusia, China, atau kekuatan nuklir Barat mana pun.
Pada tahun 2017, Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis mengeklaim bahwa inisiatif itu jelas mengabaikan realitas lingkungan keamanan internasional, sementara Rusia mengatakan inisiatif itu bertentangan dengan kepentingan nasionalnya.
Putin dalam pengumumannya Sabtu pekan lalu mengatakan bahwa keputusan untuk mengerahkan senjata nuklir juga sebagai respons atas permintaan berulang kali dari Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.
Pemimpin Kremlin itu juga membandingkan keputusannya dengan langkah AS yang telah lama menempatkan persenjataan serupa di Eropa, yaitu di Jerman, TĂĽrkiye, Belanda, Belgia, dan Italia.
Mengomentari langkah tersebut, Jerman menggambarkan langkah Putin sebagai upaya intimidasi nuklir lebih lanjut, sementara Ukraina menyerukan sanksi baru terhadap Rusia.
Namun, AS memberikan nada yang lebih hati-hati, di mana juru bicara Dewan Keamanan Nasional Adrienne Watson mengatakan bahwa Washington belum melihat tanda-tanda Rusia berencana menggunakan senjata nuklir, menambahkan bahwa AS sejauh ini tidak memiliki alasan untuk menyesuaikan postur strategisnya.
(min)