Senator AS soal Balon Mata-mata: China Dipermalukan, Mereka Ketahuan Bohong

Senin, 13 Februari 2023 - 09:13 WIB
loading...
Senator AS soal Balon...
Senator terkemuka AS, Chuck Schumer, sebut China telah dipermalukan setelah balon mata-matanya ditembak jatuh jet tempur F-22 di lepas pantai Carolina Selatan. Foto/Aviation Geek Club
A A A
WASHINGTON - Chuck Schumer, senator terkemuka Amerika Serikat (AS), mengecam China setelah Amerika menembak jatuh balon China yang dianggap sebagai perangkat mata-mata.

Dia mengatakan Beijing telah dipermalukan dan ketahuan berbohong setelah insiden itu.

Sebuah jet tempur siluman F-22 Raptor AS pada hari Sabtu menembak jatuh objek silinder tak dikenal di atas Kanada, sehari setelah objek serupa lainnya dijatuhkan di dekat perairan Alaska, dan seminggu setelah militer Amerika menjatuhkan balon China yang diduga perangkat mata-mata di lepas pantai Carolina Selatan.



Pada hari Minggu, jet tempur F-16 AS menembak jatuh objek terbang misterius di langit Danau Huron, Michigan. Itu merupakan aksi keempat militer Amerika.

"Saya pikir orang China dipermalukan. Mereka ketahuan berbohong, dan itu adalah langkah mundur bagi mereka," kata Schumer, yang merupakan Pemimpin Mayoritas Senat AS, dalam program "This Week" ABC, Minggu (12/2/2023).

Senator top itu, bagaimanapun, mendesak pemerintahan Joe Biden untuk melanjutkan hubungan dengan Beijing.

"Kita tidak bisa hanya memiliki Perang Dingin dengan mereka. Kita harus memiliki hubungan dengan mereka. Tapi China telah mengambil keuntungan dari kita berulang kali. Dan pemerintahan ini lebih keras daripada yang lain," kata Schumer.

Pentagon mengatakan objek yang ditembak jatuh pada hari Sabtu di atas wilayah Yukon di barat laut Kanada, pertama kali diamati di Alaska pada malam sebelumnya, dan pejabat militer melacaknya dengan cermat.



Menurut Gedung Putih, keputusan untuk menembak jatuh objek tersebut diambil setelah ada panggilan telepon antara Presiden AS Joe Biden dan Perdana Menteri Kanada Trudeau.

Dalam wawancara lain CNN, Anggota Kongres dari Partai Republik Mike Turner—yang menjabat Ketua Komite Intelijen Parlemen—mengatakan episode baru-baru ini telah menggarisbawahi kebutuhan Washington untuk memiliki sistem radar yang memadai.

“Kami tentu tidak memiliki sistem pertahanan rudal terintegrasi. Kami harus mulai melihat wilayah udara Amerika Serikat sebagai salah satu yang perlu kami pertahankan dan kami perlu memiliki sensor yang tepat untuk melakukannya,” katanya.

"Ini menunjukkan beberapa masalah dan celah yang kami miliki. Kami perlu mengisinya sesegera mungkin karena kami yakin sekarang ada ancaman," kata Turner.

Menurut pengamatannya, AS sekarang perlu menyatakan akan mempertahankan wilayah udaranya, yang tentu saja akan sulit bagi pemerintahan yang kesulitan mengendalikan kedaulatan darat untuk mendeklarasikan kedaulatan udara.

"Tapi kita perlu melakukannya," katanya.

Turner mengatakan itu tentu perkembangan baru, di mana baru-baru ini China begitu agresif melanggar wilayah udara negara lain, dan melakukannya untuk niat yang jelas untuk memata-matai dengan peralatan canggih.

"Skala balon ini dan teknologi yang digunakan China untuk memata-matai AS belum pernah terjadi sebelumnya. Tidak ada negara lain yang memiliki hal seperti ini dan tidak ada negara lain yang mencobanya," kata Turner.

“Tapi yang pasti, ada hal-hal yang datang dan pergi dari wilayah udara kami yang kami lacak, yang kami coba tentukan apakah itu akan menjadi ancaman yang tidak naik ke tingkat balon mata-mata China yang sangat besar dan canggih," imbuh Turner.

China membantah balon itu—yang pertama kali memasuki wilayah udara AS pada 28 Januari—digunakan untuk tujuan mata-mata, dengan mengatakan itu adalah perangkat cuaca yang kesasar ke wilayah AS.

AS, bagaimanapun, mengatakan balon itu adalah bagian dari armada balon pengintai yang telah terbang di lima benua.

Setelah insiden balon pertama, Menteri Luar Negeri Antony Blinken membatalkan rencana perjalanan ke Beijing.

Para pejabat China pada Jumat pekan lalu menuduh AS melakukan "manipulasi dan hype politik".
(min)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1567 seconds (0.1#10.140)