Sejarah CONEFO, Aliansi Non-Blok Gagasan Soekarno yang Dibentuk Indonesia Bersama 3 Negara Komunis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Conference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno membentuk kekuatan baru yang terdiri dari negara-negara berkembang untuk mengimbangi 2 kekuatan besar yakni blok Uni Soviet dan Amerika Serikat.
Selain itu, tujuan dari berdirinya CONEFO pada saat itu adalah menandingi kekuatan dari PBB. Hal ini disebabkan karena menurut Soekarno berdirinya PBB tidak berada di tengah, melainkan justru dikuasai oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat.
Mengutip dari situs web History State, pemutusan hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat menjadi cikal bakal memanasnya hubungan antara Soekarno dan AS. Sehingga menguatkan Soekarno untuk membentuk organisasi tandingan PBB.
Pembentukan CONEFO pada 7 Januari 1965, merupakan proyek yang dilandaskan pada filosofi tinggi tentang hakikat negara non-blok yang dicanangkan Soekarno sejak awal.
Indonesia tidak mau menghamba ke negara Barat dan tidak mau menyembah ke negara Timur.
Indonesia adalah negara besar dengan penduduknya yang banyak. Presiden Soekarno pun bertekad menyatukan kekuatan negara-negara yang baru merdeka untuk bersatu dan tidak mengikuti blok Barat maupun Timur.
Dalam pidatonya di markas besar PBB pada 30 September 1960, Soekarno meminta agar markas PBB pindah ke tempat yang tidak terlibat suasana Perang Dingin. Namun pendapatnya pada saat itu bak mengukir di atas air, tak berarti apa-apa.
Pada tahun 1964, Soekarno mulai menggandeng teman-temannya yang berasal dari Republik Rakyat China (RRC), Vietnam, Korea Utara dan RPA (Republik Persatuan Arab) untuk bergabung dengannya.
Dengan adanya penjelasan dan alasan yang kuat membuat RRC setuju dan RPA pun tidak ragu. Pada akhir tahun itu juga kedua negara aliansi tersebut telah mengirimkan bantuan dari beberapa kapal yang berisi bahan bangunan bakal dibentuknya gedung CONEFO di Jakarta.
Mengutip dari situs web Degruyter, konflik antara Indonesia dengan negeri jiran Malaysia juga telah menambah semangat Soekarno hengkang dari PBB secepatnya dan mendirikan CONEFO.
Pada 31 September 1964, Soekarno mengultimatum PBB agar tidak menerima Malaysia sebagai anggotanya.
Satu minggu setelahnya, Soekarno membuktikan janjinya karena Malaysia sudah diterima menjadi anggota PBB.
Tepat pada tanggal 20 Januari 1965, Soekarno melayangkan surat ke PBB untuk menyatakan keluar dari keanggotaannya.
Pada tanggal 1 Januari 1960, PBB mengizinkan Indonesia keluar dari status keanggotaannya. Sejak saat itulah pembangunan gedung CONEFO mulai dipercepat dan bantuan material bangunan sudah berdatangan.
Sebagai lembaga yang menandingi PBB, maka segala bentuk dari gedung CONEFO haruslah lebih megah dan lebih bagus dari People Palace di Beijing.
Selain itu pembangunan gedungnya harus selesai dalam satu tahun, karena akan digunakan untuk acara perdananya pada tahun 1966.
Dengan waktu pengerjaan yang singkat serta konsep yang tergolong megah membuat Soekarno harus membuka tender terbatas untuk proyek ini.
Ada tiga pendaftar pada saat itu yakni PN Virama Karya, PN Bina Karya dan tim khusus pimpinan rancangan Menteri PUTL yang dipimpin Sujudi Wirjoatmodjo. Akhirnya kelompok terakhir inilah yang memenangkan tender.
Pada awal pembangunannya dibentuklah Komando Proyek New Emerging Force yang disingkat Kopronef, dipimpin langsung Menteri PUTL Mayjen D Suprayogi.
Komando tersebut membawahi tiga tim yang menangani perencanaan pembangunan, logistik dan perbekalan serta tim yang menangani masalah pelaksanaan teknis pembangunan agar dapat selesai dalam waktu satu tahun.
Meski sudah direncanakan sedemikian rupa, proyek pembangunan gedung CONEFO tidak berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan adanya pemberontakan G30S PKI yang menjadikan konsentrasi bangsa terpecah.
Selain itu kondisi politik yang tidak menentu dan secara bertahap terjadinya perpindahan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, membuat proyek pembangunan gedung CONEFO sempat tersendat-sendat.
Hingga pada tanggal 1 Februari 1983, proyek pembangunan gedung CONEFO sudah bisa digunakan.
Namun pada pemerintahan Soeharto, gedung tersebut tidak digunakan sebagaimana tujuan awal, melainkan dijadikan gedung DPR/MPR RI.
Selain itu, tujuan dari berdirinya CONEFO pada saat itu adalah menandingi kekuatan dari PBB. Hal ini disebabkan karena menurut Soekarno berdirinya PBB tidak berada di tengah, melainkan justru dikuasai oleh negara-negara adidaya seperti Amerika Serikat.
Mengutip dari situs web History State, pemutusan hubungan diplomatik Indonesia dan Amerika Serikat menjadi cikal bakal memanasnya hubungan antara Soekarno dan AS. Sehingga menguatkan Soekarno untuk membentuk organisasi tandingan PBB.
Pembentukan CONEFO pada 7 Januari 1965, merupakan proyek yang dilandaskan pada filosofi tinggi tentang hakikat negara non-blok yang dicanangkan Soekarno sejak awal.
Indonesia tidak mau menghamba ke negara Barat dan tidak mau menyembah ke negara Timur.
Indonesia adalah negara besar dengan penduduknya yang banyak. Presiden Soekarno pun bertekad menyatukan kekuatan negara-negara yang baru merdeka untuk bersatu dan tidak mengikuti blok Barat maupun Timur.
Dalam pidatonya di markas besar PBB pada 30 September 1960, Soekarno meminta agar markas PBB pindah ke tempat yang tidak terlibat suasana Perang Dingin. Namun pendapatnya pada saat itu bak mengukir di atas air, tak berarti apa-apa.
Pada tahun 1964, Soekarno mulai menggandeng teman-temannya yang berasal dari Republik Rakyat China (RRC), Vietnam, Korea Utara dan RPA (Republik Persatuan Arab) untuk bergabung dengannya.
Dengan adanya penjelasan dan alasan yang kuat membuat RRC setuju dan RPA pun tidak ragu. Pada akhir tahun itu juga kedua negara aliansi tersebut telah mengirimkan bantuan dari beberapa kapal yang berisi bahan bangunan bakal dibentuknya gedung CONEFO di Jakarta.
Mengutip dari situs web Degruyter, konflik antara Indonesia dengan negeri jiran Malaysia juga telah menambah semangat Soekarno hengkang dari PBB secepatnya dan mendirikan CONEFO.
Pada 31 September 1964, Soekarno mengultimatum PBB agar tidak menerima Malaysia sebagai anggotanya.
Satu minggu setelahnya, Soekarno membuktikan janjinya karena Malaysia sudah diterima menjadi anggota PBB.
Tepat pada tanggal 20 Januari 1965, Soekarno melayangkan surat ke PBB untuk menyatakan keluar dari keanggotaannya.
Pada tanggal 1 Januari 1960, PBB mengizinkan Indonesia keluar dari status keanggotaannya. Sejak saat itulah pembangunan gedung CONEFO mulai dipercepat dan bantuan material bangunan sudah berdatangan.
Sebagai lembaga yang menandingi PBB, maka segala bentuk dari gedung CONEFO haruslah lebih megah dan lebih bagus dari People Palace di Beijing.
Selain itu pembangunan gedungnya harus selesai dalam satu tahun, karena akan digunakan untuk acara perdananya pada tahun 1966.
Dengan waktu pengerjaan yang singkat serta konsep yang tergolong megah membuat Soekarno harus membuka tender terbatas untuk proyek ini.
Ada tiga pendaftar pada saat itu yakni PN Virama Karya, PN Bina Karya dan tim khusus pimpinan rancangan Menteri PUTL yang dipimpin Sujudi Wirjoatmodjo. Akhirnya kelompok terakhir inilah yang memenangkan tender.
Pada awal pembangunannya dibentuklah Komando Proyek New Emerging Force yang disingkat Kopronef, dipimpin langsung Menteri PUTL Mayjen D Suprayogi.
Komando tersebut membawahi tiga tim yang menangani perencanaan pembangunan, logistik dan perbekalan serta tim yang menangani masalah pelaksanaan teknis pembangunan agar dapat selesai dalam waktu satu tahun.
Meski sudah direncanakan sedemikian rupa, proyek pembangunan gedung CONEFO tidak berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan adanya pemberontakan G30S PKI yang menjadikan konsentrasi bangsa terpecah.
Selain itu kondisi politik yang tidak menentu dan secara bertahap terjadinya perpindahan kekuasaan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, membuat proyek pembangunan gedung CONEFO sempat tersendat-sendat.
Hingga pada tanggal 1 Februari 1983, proyek pembangunan gedung CONEFO sudah bisa digunakan.
Namun pada pemerintahan Soeharto, gedung tersebut tidak digunakan sebagaimana tujuan awal, melainkan dijadikan gedung DPR/MPR RI.
(sya)