Ribuan Orang Turun ke Jalan-jalan Ibu Kota Peru Saat Kerusuhan Meluas

Jum'at, 20 Januari 2023 - 15:23 WIB
loading...
Ribuan Orang Turun ke...
Sebuah gedung di Ibu Kota Peru, Lima, terbakar saat ribuan orang turun ke jalan saat kerusuhan meluas. Foto/Hindustan Times
A A A
LIMA - Ribuan pengunjuk rasa di Peru yang marah turun ke jalan-jalan Ibu Kota, Lima, pada Kamis malam setelah jumlah korban tewas meningkat sejak kerusuhan meletus bulan lalu dan menyerukan perubahan besar-besaran. Kebanyakan dari para demonstran itu adalah penduduk asli Peru yang berasal dari wilayah selatan negara itu.

Polisi memperkirakan aksi demonstrasi itu diikuti sekitar 3.500 orang, tetapi pihak lain berspekulasi jumlahnya lebih dari dua kali lipat.

Barisan polisi dengan perlengkapan anti huru hara berhadapan dengan pengunjuk rasa yang melemparkan batu di beberapa jalan, dan satu bangunan bersejarah di pusat bersejarah kota itu terbakar pada Kamis malam.

Seorang komandan pemadam kebakaran mengatakan kepada radio setempat gedung yang berada di San Martin Plaza itu dalam keadaan kosong saat kobaran membesar tanpa sebab yang diketahui.

Perusahaan penambang yang berbasis di Kanada, Hudbay, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pengunjuk rasa telah memasuki lokasi unit mereka di Peru, merusak dan membakar mesin serta kendaraan utama.

"Ini bukan protes; ini sabotase terhadap aturan hukum," kata Perdana Menteri Peri Alberto Otarola pada Kamis malam bersama Presiden Dina Boluarte dan menteri pemerintah lainnya seperti dikutip dari France 24, Jumat (20/1/2023).

Menteri Dalam Negeri Peru Vicente Romero membantah klaim yang beredar di media sosial bahwa kebakaran di Lima disebabkan oleh granat gas air mata seorang petugas polisi.

Selama sebulan terakhir, protes dan terkadang mematikan telah menyebabkan kekerasan terburuk yang pernah dialami Peru dalam lebih dari dua dekade. Banyak orang di daerah pedesaan yang lebih miskin melampiaskan kemarahan pada pemerintah Lima atas ketidaksetaraan dan kenaikan harga, menguji institusi demokrasi di negara itu.

Protes dipicu oleh penggulingan mantan Presiden sayap kiri Pedro Castillo yang dramatis pada 7 Desember setelah ia mencoba menutup Kongres secara ilegal dan mengkonsolidasikan kekuasaan.



Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Boluarte, mempercepat peilu dan konstitusi baru untuk menggantikan konstitusi yang dianggap ramah pasar sejak zaman orang kuat sayap kanan Alberto Fujimori pada 1990-an.

"Kami ingin perampas Dina Boluarte mundur dan menyerukan pemilihan baru," kata pengunjuk rasa Jose De la Rosa, memperkirakan aksi protes jalanan hanya akan berlanjut.

Dengan bus dan berjalan kaki, ribuan orang melakukan perjalanan ke Lima pada hari Kamis, membawa bendera dan spanduk yang mengecam pemerintah dan polisi atas bentrokan mematikan di kota selatan Ayacucho dan Juliaca.

Di kota Arequipa selatan, polisi menembakkan gas air mata ke ratusan pengunjuk rasa yang mencoba mengambil alih bandara, televisi lokal menunjukkan, menyebabkan para pejabat mengumumkan penangguhan operasi di bandara Arequipa dan Cusco.

Boluarte pada Kamis malam mengatakan bahwa bandara, serta satu bandara lain di kota selatan Juliaca, telah diserang secara bersama-sama.

"Semua kekuatan hukum akan jatuh pada orang-orang yang telah bertindak dengan vandalisme," kata Boluarte.

Korban tewas yang meningkat mencapai 45, menurut ombudsman pemerintah, dengan korban terbaru pada hari Kamis berasal dari wilayah Puno selatan, seorang wanita yang meninggal karena luka sehari sebelumnya. Sembilan kematian lainnya disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan blokade protes.

Di seluruh Peru, blokade jalan terlihat di 18 dari 25 wilayah negara itu, menurut pejabat transportasi, menggarisbawahi jangkauan protes.

Polisi telah meningkatkan pengawasan terhadap jalan-jalan yang memasuki Lima dan para pemimpin politik menyerukan agar tenang.



Pekan lalu, pemerintah Boluarte yang diperangi massa demonstran memperpanjang keadaan darurat di Lima dan wilayah selatan Puno dan Cusco, membatasi beberapa hak sipil.

Boluarte mengatakan situasi di negara itu "terkendali". Dia menyerukan dialog.

Presiden Peru itu telah meminta "pengampunan" atas kematian protes, bahkan ketika spanduk pengunjuk rasa melabelinya sebagai "pembunuh" dan menyebut pembunuhan oleh pasukan keamanan sebagai "pembantaian". Dia telah menolak seruan untuk mengundurkan diri.

Kelompok hak asasi manusia menuduh polisi dan tentara Peru menggunakan senjata api yang mematikan dalam mengatasi aksi protes tersebut. Sedangkan polisi mengatakan para pengunjuk rasa telah menggunakan senjata dan bahan peledak rakitan.

"Kami tidak akan melupakan rasa sakit yang ditimbulkan polisi di kota Juliaca," kata seorang pengunjuk rasa yang melakukan perjalanan ke Lima, yang tidak menyebutkan namanya. Dia merujuk ke kota tempat protes mematikan terjadi bulan ini.

"Kami wanita, pria, anak-anak harus berjuang," serunya.

Pengunjuk rasa lain menunjuk alasan strategis untuk menargetkan ibu kota pesisir.

"Kami ingin memusatkan gerakan kami di sini di Lima, yang merupakan jantung Peru, untuk melihat apakah mereka dipindahkan," kata pengunjuk rasa Domingo Cueva, yang melakukan perjalanan dari Cusco.

"Kami telah mengamati peningkatan represi di mana-mana," tambahnya.



(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2393 seconds (0.1#10.140)