Rusia Siap Gagalkan Ancaman Penumpukan Militer Jepang di Timur Jauh
Kamis, 05 Januari 2023 - 01:01 WIB
MOSKOW - Wakil Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Andrey Rudenko menegaskan Moskow siap menggagalkan ancaman dari penumpukan militer Jepang di dekat pulau-pulau Rusia di Timur Jauh.
Pernyataan itu muncul setelah badan penyiar Jepang NHK mengutip Kementerian Pertahanan negara itu pada akhir Desember yang mengatakan Tokyo berencana mengerahkan rudal supersonik di pulau Hokkaido, yang berbatasan dengan Kepulauan Kuril Rusia, bagian selatan yang diklaim Jepang sebagai "Wilayah Utara". Moskow mengutuk tindakan tersebut pada saat itu.
“Kami menganggap aktivitas Tokyo sebagai tantangan serius bagi keamanan negara kami dan Asia-Pasifik secara keseluruhan,” tegas Rudenko dalam wawancara dengan kantor berita TASS pada Selasa (3/1/2023).
“Jika praktik seperti itu berlanjut, kami akan dipaksa untuk menerapkan tindakan pembalasan yang tepat untuk memblokir ancaman militer yang dihadapi Rusia,” tambah diplomat itu.
Dia mengutuk “percepatan militerisasi” Jepang dan peningkatan yang “belum pernah terjadi sebelumnya” dalam anggaran militernya.
Pada tahun 2017, Perdana Menteri Jepang saat itu Shinzo Abe meluncurkan rencana merevisi konstitusi pasifis negara tersebut, yang diadopsi tak lama setelah Perang Dunia II di bawah naungan Amerika Serikat (AS).
Meskipun dokumen tersebut melarang Tokyo mempertahankan pasukan tetap, Jepang memiliki kekuatan pertahanan diri yang tangguh.
Abe mengatakan saat itu reformasi akan membuat status mereka "eksplisit".
Bulan lalu, pemerintah Jepang menyetujui rancangan anggaran pertahanan senilai USD51 miliar untuk tahun fiskal 2023.
Tokyo juga merevisi Strategi Keamanan Nasionalnya, yang memungkinkan akuisisi “kemampuan serangan balik.”
“Menjadi semakin sulit untuk sepenuhnya mengatasi ancaman rudal hanya dengan jaringan pertahanan rudal yang ada,” papar Perdana Menteri Fumio Kishida pada Desember, mengutip ancaman dari China dan Korea Utara.
Jepang, bersama dengan banyak negara Barat, memberlakukan sanksi terhadap Rusia menyusul serangan militer Moskow di Ukraina yang diluncurkan Februari lalu.
Tokyo juga mengirim pasokan militer ke Kiev, termasuk jaket antipeluru dan helm.
Rusia sejak itu memasukkan beberapa pejabat tinggi Jepang, termasuk Kishida, dalam daftar hitam karena melancarkan "kampanye anti-Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Pernyataan itu muncul setelah badan penyiar Jepang NHK mengutip Kementerian Pertahanan negara itu pada akhir Desember yang mengatakan Tokyo berencana mengerahkan rudal supersonik di pulau Hokkaido, yang berbatasan dengan Kepulauan Kuril Rusia, bagian selatan yang diklaim Jepang sebagai "Wilayah Utara". Moskow mengutuk tindakan tersebut pada saat itu.
“Kami menganggap aktivitas Tokyo sebagai tantangan serius bagi keamanan negara kami dan Asia-Pasifik secara keseluruhan,” tegas Rudenko dalam wawancara dengan kantor berita TASS pada Selasa (3/1/2023).
“Jika praktik seperti itu berlanjut, kami akan dipaksa untuk menerapkan tindakan pembalasan yang tepat untuk memblokir ancaman militer yang dihadapi Rusia,” tambah diplomat itu.
Dia mengutuk “percepatan militerisasi” Jepang dan peningkatan yang “belum pernah terjadi sebelumnya” dalam anggaran militernya.
Pada tahun 2017, Perdana Menteri Jepang saat itu Shinzo Abe meluncurkan rencana merevisi konstitusi pasifis negara tersebut, yang diadopsi tak lama setelah Perang Dunia II di bawah naungan Amerika Serikat (AS).
Meskipun dokumen tersebut melarang Tokyo mempertahankan pasukan tetap, Jepang memiliki kekuatan pertahanan diri yang tangguh.
Abe mengatakan saat itu reformasi akan membuat status mereka "eksplisit".
Bulan lalu, pemerintah Jepang menyetujui rancangan anggaran pertahanan senilai USD51 miliar untuk tahun fiskal 2023.
Tokyo juga merevisi Strategi Keamanan Nasionalnya, yang memungkinkan akuisisi “kemampuan serangan balik.”
“Menjadi semakin sulit untuk sepenuhnya mengatasi ancaman rudal hanya dengan jaringan pertahanan rudal yang ada,” papar Perdana Menteri Fumio Kishida pada Desember, mengutip ancaman dari China dan Korea Utara.
Jepang, bersama dengan banyak negara Barat, memberlakukan sanksi terhadap Rusia menyusul serangan militer Moskow di Ukraina yang diluncurkan Februari lalu.
Tokyo juga mengirim pasokan militer ke Kiev, termasuk jaket antipeluru dan helm.
Rusia sejak itu memasukkan beberapa pejabat tinggi Jepang, termasuk Kishida, dalam daftar hitam karena melancarkan "kampanye anti-Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya."
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda