Protes Terhadap Pemerintah, Para Siswi Iran Copot Jilbab
Rabu, 05 Oktober 2022 - 01:54 WIB
Beberapa dari mereka mengacungkan jari tengah pada potret Ayatollah Khamenei dan pendiri Republik Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini.
Protes oleh siswi dimulai beberapa jam setelah Ayatollah Khamenei, yang memiliki keputusan akhir tentang semua masalah negara, memecah kebungkamannya atas kerusuhan di negara itu. Ia menuduh Amerika Serikat (AS) dan Israel, musuh bebuyutan Iran, mendalangi "kerusuhan".
Dia juga memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, yang menanggapi aksi protes dengan tindakan keras.
Kerusuhan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, wanita Kurdi berusia 22 tahun yang koma setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran karena diduga melanggar undang-undang yang mewajibkan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.
Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Namun polisi telah membantah bahwa dia dianiaya dan mengatakan dia menderita "gagal jantung mendadak".
Protes pertama terjadi di Iran barat laut yang berpenduduk Kurdi, tempat Amini tinggal, dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.
Hak Asasi Manusia Iran, sebuah kelompok yang berbasis di Norwegia, melaporkan pada hari Selasa bahwa setidaknya 154 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejauh ini.
Mereka termasuk 63 pengunjuk rasa yang menurut aktivis etnis Baluch telah tewas dalam bentrokan di kota tenggara Zahedan pada hari Jumat.
Protes oleh siswi dimulai beberapa jam setelah Ayatollah Khamenei, yang memiliki keputusan akhir tentang semua masalah negara, memecah kebungkamannya atas kerusuhan di negara itu. Ia menuduh Amerika Serikat (AS) dan Israel, musuh bebuyutan Iran, mendalangi "kerusuhan".
Dia juga memberikan dukungan penuh kepada pasukan keamanan, yang menanggapi aksi protes dengan tindakan keras.
Kerusuhan dipicu oleh kematian Mahsa Amini, wanita Kurdi berusia 22 tahun yang koma setelah ditahan oleh polisi moral pada 13 September di Teheran karena diduga melanggar undang-undang yang mewajibkan wanita untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab. Dia meninggal di rumah sakit tiga hari kemudian.
Keluarganya menuduh bahwa petugas memukul kepalanya dengan tongkat dan membenturkan kepalanya ke salah satu kendaraan mereka. Namun polisi telah membantah bahwa dia dianiaya dan mengatakan dia menderita "gagal jantung mendadak".
Protes pertama terjadi di Iran barat laut yang berpenduduk Kurdi, tempat Amini tinggal, dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh negeri.
Hak Asasi Manusia Iran, sebuah kelompok yang berbasis di Norwegia, melaporkan pada hari Selasa bahwa setidaknya 154 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan sejauh ini.
Mereka termasuk 63 pengunjuk rasa yang menurut aktivis etnis Baluch telah tewas dalam bentrokan di kota tenggara Zahedan pada hari Jumat.
tulis komentar anda