Rusia Peringatkan Jerman telah Melewati Garis Merah
Senin, 12 September 2022 - 19:01 WIB
BERLIN - Jerman telah melewati garis merah dengan Rusia dengan mengirim senjata ke Ukraina. Peringatan itu diungkapkan Duta Besar Rusia Sergey Nechaev di Berlin pada Senin (12/9/2022).
Menurut dia, keputusan itu merusak rekonsiliasi selama beberapa dekade sejak berakhirnya Perang Dunia II dan invasi Nazi ke Uni Soviet.
“Fakta bahwa rezim Ukraina dipasok dengan senjata mematikan buatan Jerman, yang digunakan tidak hanya terhadap anggota militer Rusia, tetapi juga penduduk sipil Donbas, melewati batas,” ujar Duta Besar Sergey Nechaev dalam wawancara dengan surat kabar Izvestia.
Dia menambahkan, “Berlin seharusnya tahu lebih baik, mengingat tanggung jawab moral dan sejarah yang dimiliki Jerman di hadapan rakyat kita atas kejahatan Nazi.”
“Mereka telah melewati Rubicon,” ujar Nechaev, menggunakan idiom untuk melewati titik tanpa kembali (point of no return).
Berlin membatalkan kebijakan lama untuk tidak mengirim senjata ke zona konflik bersenjata untuk bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu NATO lainnya dalam menyediakan senjata ke Ukraina.
Pemerintah Jerman mengaku memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung Kiev sehingga dapat mempertahankan diri melawan Rusia.
Jerman juga bergabung dengan upaya Uni Eropa (UE) memisahkan ekonomi negara-negara anggota dari Rusia.
Bisnis Jerman telah mengandalkan gas alam Rusia yang murah selama lima dekade, sejak sebelum Uni Soviet runtuh.
“Pemerintah Jerman secara sepihak bertindak menghancurkan hubungan bilateral (dengan Rusia) yang unik dalam skala dan kedalaman serta telah dibangun selama beberapa dekade,” papar duta besar Rusia.
“Intinya, rekonsiliasi pasca-perang bangsa dan rakyat kita sedang terkikis,” tegas Nechaev.
Menurut diplomat itu, pembatasan ekonomi yang dikenakan pada Rusia atas konflik Ukraina telah mengakibatkan peningkatan tajam dalam tagihan listrik, lonjakan harga konsumen, dan penurunan pendapatan riil di Jerman.
Nechaev mengatakan "perang sanksi" terhadap Moskow semakin dilihat sebagai "menembak kaki Anda sendiri" di Jerman, yang telah menghadapi protes atas krisis biaya hidup.
Duta Besar mencatat Rusia tidak senang melihat kerusakan itu, bahkan jika Berlin sendiri yang harus disalahkan untuk itu.
“Kami percaya proses yang sedang berlangsung menjadi masalah domestik Jerman, di mana kami tidak terlibat,” ujar dia.
Dia menjelaskan, “Dan kami tentu saja tidak terbiasa memberikan kuliah yang angkuh, seperti yang terus-menerus dilakukan Barat tentang orang Rusia.”
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbas sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Menurut dia, keputusan itu merusak rekonsiliasi selama beberapa dekade sejak berakhirnya Perang Dunia II dan invasi Nazi ke Uni Soviet.
“Fakta bahwa rezim Ukraina dipasok dengan senjata mematikan buatan Jerman, yang digunakan tidak hanya terhadap anggota militer Rusia, tetapi juga penduduk sipil Donbas, melewati batas,” ujar Duta Besar Sergey Nechaev dalam wawancara dengan surat kabar Izvestia.
Dia menambahkan, “Berlin seharusnya tahu lebih baik, mengingat tanggung jawab moral dan sejarah yang dimiliki Jerman di hadapan rakyat kita atas kejahatan Nazi.”
“Mereka telah melewati Rubicon,” ujar Nechaev, menggunakan idiom untuk melewati titik tanpa kembali (point of no return).
Berlin membatalkan kebijakan lama untuk tidak mengirim senjata ke zona konflik bersenjata untuk bergabung dengan Amerika Serikat (AS) dan sekutu NATO lainnya dalam menyediakan senjata ke Ukraina.
Pemerintah Jerman mengaku memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung Kiev sehingga dapat mempertahankan diri melawan Rusia.
Jerman juga bergabung dengan upaya Uni Eropa (UE) memisahkan ekonomi negara-negara anggota dari Rusia.
Bisnis Jerman telah mengandalkan gas alam Rusia yang murah selama lima dekade, sejak sebelum Uni Soviet runtuh.
“Pemerintah Jerman secara sepihak bertindak menghancurkan hubungan bilateral (dengan Rusia) yang unik dalam skala dan kedalaman serta telah dibangun selama beberapa dekade,” papar duta besar Rusia.
“Intinya, rekonsiliasi pasca-perang bangsa dan rakyat kita sedang terkikis,” tegas Nechaev.
Menurut diplomat itu, pembatasan ekonomi yang dikenakan pada Rusia atas konflik Ukraina telah mengakibatkan peningkatan tajam dalam tagihan listrik, lonjakan harga konsumen, dan penurunan pendapatan riil di Jerman.
Nechaev mengatakan "perang sanksi" terhadap Moskow semakin dilihat sebagai "menembak kaki Anda sendiri" di Jerman, yang telah menghadapi protes atas krisis biaya hidup.
Duta Besar mencatat Rusia tidak senang melihat kerusakan itu, bahkan jika Berlin sendiri yang harus disalahkan untuk itu.
“Kami percaya proses yang sedang berlangsung menjadi masalah domestik Jerman, di mana kami tidak terlibat,” ujar dia.
Dia menjelaskan, “Dan kami tentu saja tidak terbiasa memberikan kuliah yang angkuh, seperti yang terus-menerus dilakukan Barat tentang orang Rusia.”
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, mengutip kegagalan Kiev mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.
Protokol, yang ditengahi Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbas sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda