Puluhan Ribu Warga Sudan Serukan Reformasi Lebih Cepat
Rabu, 01 Juli 2020 - 01:01 WIB
KHARTOUM - Puluhan ribu orang berunjuk rasa di berbagai kota di Sudan pada Selasa (30/6) meski lockdown untuk mencegah virus corona masih berlaku.
Mereka menuntut kekuasaan sipil lebih luas dalam transisi menuju demokrasi setelah Presiden Omar al-Bashir turun pada tahun lalu.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera Sudan, berkumpul di Khartoum dan Khartoum Utara serta Omdurman setelah pemerintah menutup jalan dan jembatan menuju pusat ibu kota.
Unjuk rasa serupa terjadi di Kassala, Sudan timur dan wilayah Darfur. Mereka meneriakkan “kebebasan, perdamaian dan keadilan” yang menjadi slogan geraka nanti-Bashir.
Beberapa demonstran memblokir jalan dengan membakar ban. Perdana Menteri Abdalla Hamdok kini memimpin negara itu bersama militer yang masih berpengaruh dan membantu menggulingkan Bashir.
Koalisi oposisi bersedia bergabung dalam pemerintahan bersama militer dalam transisi dua tahun menuju pemilu bebas, tapi beberapa isi kesepakatan tidak diterapkan seperti pemilihan gubernur negara bagian dari kalangan sipil dan pembentukan parlemen.
Pemerintahan Hamdok juga diwarnai krisis ekonomi yang kian memburuk sehingga mata uang pound Sudan merosot dan inflasi mencapai 100%.
Pekan lalu, para donor asing menjanjikan dana USD1,8 miliar dalam konferensi yang dipimpin Jerman untuk membantu Sudan mengatasi krisis ekonomi yang menghalangi proses transisi demokrasi. (Baca Juga: Virus Flu Baru Berpotensi Jadi Pandemi Muncul di China)
Namun janji dana itu masih jauh di bawah permintaan Hamdok sebesar USD8 miliar. Krisis itu juga diperburuk dengan pandemi virus corona. (Lihat Video: Bantu Perekonomian Warga, Karang Taruna Gunung Kidul Dirikan Pasar Sedekah)
Hamdok berupaya meredam kekecewaan publik dan akan mengumumkan keputusan besar dalam dua pekan. “Pemerintahan transisi bertujuan mencapai level tertinggi konsensus dan persetujuan publik,” kata dia. (Lihat Infografis: China Jadi Importir Limbah Elektronik Terbesar di Dunia)
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
Mereka menuntut kekuasaan sipil lebih luas dalam transisi menuju demokrasi setelah Presiden Omar al-Bashir turun pada tahun lalu.
Pengunjuk rasa mengibarkan bendera Sudan, berkumpul di Khartoum dan Khartoum Utara serta Omdurman setelah pemerintah menutup jalan dan jembatan menuju pusat ibu kota.
Unjuk rasa serupa terjadi di Kassala, Sudan timur dan wilayah Darfur. Mereka meneriakkan “kebebasan, perdamaian dan keadilan” yang menjadi slogan geraka nanti-Bashir.
Beberapa demonstran memblokir jalan dengan membakar ban. Perdana Menteri Abdalla Hamdok kini memimpin negara itu bersama militer yang masih berpengaruh dan membantu menggulingkan Bashir.
Koalisi oposisi bersedia bergabung dalam pemerintahan bersama militer dalam transisi dua tahun menuju pemilu bebas, tapi beberapa isi kesepakatan tidak diterapkan seperti pemilihan gubernur negara bagian dari kalangan sipil dan pembentukan parlemen.
Pemerintahan Hamdok juga diwarnai krisis ekonomi yang kian memburuk sehingga mata uang pound Sudan merosot dan inflasi mencapai 100%.
Pekan lalu, para donor asing menjanjikan dana USD1,8 miliar dalam konferensi yang dipimpin Jerman untuk membantu Sudan mengatasi krisis ekonomi yang menghalangi proses transisi demokrasi. (Baca Juga: Virus Flu Baru Berpotensi Jadi Pandemi Muncul di China)
Namun janji dana itu masih jauh di bawah permintaan Hamdok sebesar USD8 miliar. Krisis itu juga diperburuk dengan pandemi virus corona. (Lihat Video: Bantu Perekonomian Warga, Karang Taruna Gunung Kidul Dirikan Pasar Sedekah)
Hamdok berupaya meredam kekecewaan publik dan akan mengumumkan keputusan besar dalam dua pekan. “Pemerintahan transisi bertujuan mencapai level tertinggi konsensus dan persetujuan publik,” kata dia. (Lihat Infografis: China Jadi Importir Limbah Elektronik Terbesar di Dunia)
Lihat Juga: Protes Pembatasan Kuota Serapan oleh Industri, Peternak Sapi di Boyolali Demo Mandi Susu
(sya)
tulis komentar anda