Bikin AS Ogah Perang Langsung, Ini Jumlah Total Nuklir Terbaru Rusia
Selasa, 14 Juni 2022 - 12:31 WIB
STOCKHOLM - Amerika Serikat (AS) maupun blok NATO yang dipimpinnya sudah jauh hari menegaskan tidak ingin terlibat perang langsung dengan Rusia di Ukraina. Alasannya tak ingin perang nuklir atau pun Perang Dunia III pecah.
Para peneliti Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) telah menerbitkan laporan terbaru tentang jumlah hulu ledak nuklir dari sembilan negara kekuatan dunia. Data menunjukkan Rusia memang pemilik jumlah hulu ledak nuklir terbanyak, yakni 5.977 unit.
Laporan yang diterbitkan hari Senin (13/6/2022) mengatakan jumlah hulu ledak nuklir di dunia meningkat dibanding tahun lalu. Totalnya 12.705 unit pada awal 2022, atau 375 lebih sedikit dari pada awal 2021.
Menurut perkiraan SIPRI, berikut data jumlah kepemilikan hulu ledak nuklir sembilan negara:
1. Rusia: 5.977 unit
Meski pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia, namun jumlah itu sejatinya menyusut 280 unit dari tahun 2021.
Jumlah itu mencakup yang dikerahkan, dalam persediaan atau menunggu untuk dibongkar karena memasuki masa pensiun.
Menurut SIPRI, lebih dari 1.600 hulu ledak nuklirnya diyakini akan segera beroperasi.
2. Amerika Serikat: 5.428 unit
Seperti halnya Rusia, jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki AS menyusut 120 lebih sedikit dari tahun lalu.
Kendati demikian, jumlah senjata nuklir yang dikerahkan lebih banyak daripada Rusia, yaitu 1.750 unit.
3. China: 350 unit
4. Prancis: 290 unit
5. Inggris: 225 unit
6. Pakistan: 165 unit
7. India: 160 unit
8. Israel: 90 unit (Israel adalah satu-satunya dari sembilan negara yang tidak secara resmi mengakui memiliki senjata nuklir).
9. Korea Utara: 20 hulu unit, namun diyakini memiliki cukup bahan untuk memproduksi sekitar 50 hulu ledak nuklir.
Penolakan AS untuk terlibat perang langsung dengan Rusia di Ukraina berkali-kali ditegaskan Presiden Joe Biden dan pihak Gedung Putih.
Pada Maret lalu, misalnya, Biden menolak permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk memberlakukan zona larangan terbangan di wilayah udara Ukraina. Sebab, jika itu diberlakukan, maka akan memicu perang langsung antara AS atau pun NATO dengan Rusia.
“Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, zona larangan terbang akan membutuhkan implementasi,” kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki saat itu.
"Itu akan memerlukan kami untuk berpotensi menembak jatuh pesawat Rusia, NATO menembak jatuh pesawat Rusia," ujarnya.
"Kami tidak tertarik masuk ke Perang Dunia III," imbuh Psaki.
Para peneliti Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) telah menerbitkan laporan terbaru tentang jumlah hulu ledak nuklir dari sembilan negara kekuatan dunia. Data menunjukkan Rusia memang pemilik jumlah hulu ledak nuklir terbanyak, yakni 5.977 unit.
Laporan yang diterbitkan hari Senin (13/6/2022) mengatakan jumlah hulu ledak nuklir di dunia meningkat dibanding tahun lalu. Totalnya 12.705 unit pada awal 2022, atau 375 lebih sedikit dari pada awal 2021.
Menurut perkiraan SIPRI, berikut data jumlah kepemilikan hulu ledak nuklir sembilan negara:
1. Rusia: 5.977 unit
Meski pemilik senjata nuklir terbanyak di dunia, namun jumlah itu sejatinya menyusut 280 unit dari tahun 2021.
Jumlah itu mencakup yang dikerahkan, dalam persediaan atau menunggu untuk dibongkar karena memasuki masa pensiun.
Menurut SIPRI, lebih dari 1.600 hulu ledak nuklirnya diyakini akan segera beroperasi.
2. Amerika Serikat: 5.428 unit
Seperti halnya Rusia, jumlah hulu ledak nuklir yang dimiliki AS menyusut 120 lebih sedikit dari tahun lalu.
Kendati demikian, jumlah senjata nuklir yang dikerahkan lebih banyak daripada Rusia, yaitu 1.750 unit.
3. China: 350 unit
4. Prancis: 290 unit
5. Inggris: 225 unit
6. Pakistan: 165 unit
7. India: 160 unit
8. Israel: 90 unit (Israel adalah satu-satunya dari sembilan negara yang tidak secara resmi mengakui memiliki senjata nuklir).
9. Korea Utara: 20 hulu unit, namun diyakini memiliki cukup bahan untuk memproduksi sekitar 50 hulu ledak nuklir.
Penolakan AS untuk terlibat perang langsung dengan Rusia di Ukraina berkali-kali ditegaskan Presiden Joe Biden dan pihak Gedung Putih.
Pada Maret lalu, misalnya, Biden menolak permintaan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk memberlakukan zona larangan terbangan di wilayah udara Ukraina. Sebab, jika itu diberlakukan, maka akan memicu perang langsung antara AS atau pun NATO dengan Rusia.
“Seperti yang telah kami katakan sebelumnya, zona larangan terbang akan membutuhkan implementasi,” kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki saat itu.
"Itu akan memerlukan kami untuk berpotensi menembak jatuh pesawat Rusia, NATO menembak jatuh pesawat Rusia," ujarnya.
"Kami tidak tertarik masuk ke Perang Dunia III," imbuh Psaki.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda