Waspada, Krisis Pangan Global Meluas dari Gandum hingga Gula

Senin, 30 Mei 2022 - 16:01 WIB
Pedagang membungkus gula di tokonya di Ahmedabad, India. Foto/REUTERS/Amit Dave
KIEV - Harga gula dunia diperkirakan akan melonjak karena pembatasan ekspor yang diberlakukan sejumlah negara produsen utama yang berusaha menjinakkan kenaikan harga pangan domestik.

Dampak pandemi Covid-19 yang secara serius menggerogoti rantai pasokan global telah diperburuk secara dramatis oleh krisis di Ukraina dan sanksi selanjutnya yang dijatuhkan pada Rusia.

Konflik antara dua pengekspor biji-bijian utama itu telah mengganggu pasokan global. Rusia dan Ukraina merupakan para pengekspor gandum di dunia.





Sejumlah negara telah bergerak membatasi ekspor komoditas utama lainnya, menempatkan keamanan pangan global dalam ancaman.



Di sisi lain, terjadi kenaikan lebih lanjut dalam harga produk-produk pertanian.

Pada Senin (30/5/2022), Kazakhstan memulai larangan enam bulan pada ekspor gula putih dan gula tebu.

India dilaporkan sedang mempertimbangkan menempatkan pembatasan ekspor gula untuk pertama kalinya dalam enam tahun untuk mencegah lonjakan harga domestik.

Larangan India diperkirakan akan menargetkan pembatasan pada sekitar 10 juta ton ekspor gula musim ini.

Pekan lalu, Reuters melaporkan pabrik tebu di Brasil, produsen dan pengekspor gula terbesar di dunia, membatalkan kontrak ekspor gula dan mengalihkan produksi ke etanol dalam upaya mengambil keuntungan dari harga energi yang tinggi.

Pembatalan eskpor itu diperkirakan setara dengan 400.000 ton gula mentah.

Awal bulan ini, Pakistan memberlakukan larangan total ekspor gula, dengan alasan kekhawatiran mendalam tentang inflasi.

Pada Maret, Rusia melarang ekspor gula hingga akhir Agustus.

“Untuk gula, relatif mudah bagi pabrik Brasil mengalihkan produksi ke produksi etanol jika ekonomi masuk akal, dan ini dapat mendorong pasar gula global lebih tinggi,” ujar Darin Friedrichs, pendiri dan direktur riset pasar di Sitonia Consulting, analisis komoditas yang berbasis di Shanghai, mengatakan kepada South China Morning Post.

“Secara khusus, karena harga pangan dan energi meningkat, ada peningkatan fokus pada penggunaan pangan untuk produksi bahan bakar,” papar dia.

Awal pekan ini, Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memperingatkan ekonomi global sedang menghadapi "ujian terbesarnya sejak Perang Dunia Kedua."

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, “Tingkat kelaparan global mencapai titik tertinggi baru, dengan jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan parah berlipat ganda hanya dalam dua tahun, dari 135 juta orang sebelum pandemi menjadi 276 juta jiwa hari ini.”

Namun, Kepala Komersial AB Sugar China Dong Xiaoqiang mengatakan dia tidak memperkirakan kekurangan gula global tahun ini meskipun ada kekhawatiran yang meningkat.

Dia menjelaskan, India dan Thailand, masing-masing produsen gula terbesar kedua dan eksportir nomor dua di dunia, diperkirakan akan meningkatkan produksi gula mereka pada tahun 2022.

Karena itulah, dia tidak memperkirakan krisis gula global tahun ini meski ada kekhawatiran semacam itu.

"Apa yang terjadi baru-baru ini lebih merupakan pertunjukan ketegangan emosional atas pasokan makanan termasuk gula," ungkap Dong kepada media.

“Sebagian besar negara yang mengumumkan larangan ekspor adalah produsen gula kecil dengan keseimbangan yang ketat antara pasokan dan permintaan, dan tidak banyak kontrak yang dibatalkan di Brasil,” papar dia, sambil menambahkan harga masih diperkirakan akan melonjak.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More