Ukraina Kenang Pembantaian Etnis Tatar Krimea oleh Uni Soviet
Kamis, 19 Mei 2022 - 22:16 WIB
JAKARTA - Dalam kondisi diserang Rusia, pada 18 Mei 2022 bangsa Ukraina merayakan hari mengenang pembantaian dan pengusiran paksa terhadap etnis Tatar Krimea mayoritas Muslim yang dilakukan rezim Uni Soviet pada 1944.
Pada 18 hingga 20 Mei 1944 sebanyak 200.000 etnis Tatar Krimea berbagai usia dan umumnya perempuan, anak-anak dan lansia diusir secara paksa menggunakan kereta ternak ke Asia Tengah dan Siberia.
Menurut Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, rezim Soviet melakukan pengusiran paksa yang menyebabkan tak kurang dari 8000 orang tewas karena kelaparan dan penyakit akibat kerasnya kondisi di wilayah pembuangan tersebut.
“Etnis Muslim Tatar Krimea dipaksa menempati permukiman seluas 145.687 hektar dengan 80.000 rumah sederhana. Pengusiran itu diklaim Moskow karena tuduhan orang-orang Muslim Tatar Crimea itu berkolaborasi dengan Nazi Jerman. Tuduhan yang sangat tidak masuk akal,” ujar dia dalam pernyataan tertulisnya.
Persekusi dan genosida terhadap Muslim Tatar Krimea berdampak sangat panjang bagi bangsa Ukraina yang menyatakan merdeka dari cengkraman Soviet pada 24 Agustus 1991, ketika Dewan Agung Ukraina (parlemen) menyatakan hukum dari Uni Soviet tidak lagi berlaku di Ukraina.
“Butuh waktu cukup panjang untuk memulihkan martabat etnis Muslim Tatar Krimea. Pada 2014, bangsa Ukraina berhasil memulangkan sedikitnya 250.000 orang Muslim Tatar Krimea ke Semenanjung Krimea di Ukraina,” kenang Vasyl Hamianin.
Kekejaman yang dialami etnis Muslim Tatar Crimea membuat nasib mereka menjadi fokus PBB, Dewan Eropa, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) yang tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) tentang situasi hak asasi manusia di Krimea
“Hal tersebut harus menjadi perhatian besar karena invasi Rusia menyasar orang-orang Muslim Tatar Krimea. Rusia melakukan penganiayaan, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, pemenjaraan, larangan memasuki Krimea bagi para pemimpin Tatar Krimea,” ujar Dubes Vasyl Hamianin.
Ukraina mencatat lebih dari 120 warga Ukraina dari Krimea ditahan Rusia di penjara. Kebanyakan dari mereka adalah etnis Muslim Tatar Krimea.
Menurut Hamianin, Rusia mengusir 64.000 penduduk Krimea sejak pendudukan sementara oleh Rusia.
Hal ini terjadi sejak penjajah Rusia pada 2016 menyatakan Majelis Rakyat Tatar Krimea sebagai "organisasi ekstremis", dan semua orang yang terkait dengan Majelis menjadi sasaran penganiayaan oleh administrasi pendudukan Rusia.
Ukraina sebagai bangsa yang bermartabat pada 2017 Ukraina mengajukan aplikasi ke Pengadilan Internasional (ICJ) perihal tindakan Rusia melanggar Konvensi Penindasan Pendanaan Terorisme tahun 1999, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial tahun 1965 dan keterlibatan Rusia terlibat dalam kampanye penghapusan budaya terhadap Tatar Krimea dan komunitas Ukraina.
Pada April 2017, ICJ mengeluarkan perintah yang mengharuskan Rusia “menahan diri dari mempertahankan atau memaksakan pembatasan pada kemampuan komunitas Tatar Krimea untuk melestarikan lembaga perwakilannya, termasuk Mejlis” dan untuk “memastikan ketersediaan pendidikan dalam bahasa Ukraina.”
Namun Moskow mengabaikan perintah tersebut dan melanjutkan penindasan terhadap para pemimpin Tatar Krimea.
Nariman Dzhelyal, Wakil Ketua Pertama Mejelis, telah ditahan dan ditangkap atas tuduhan palsu setelah partisipasinya dalam KTT Platform Krimea Internasional.
“Tekanan terhadap Tatar Krimea semakin kuat setelah Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina, administrasi pendudukannya di Krimea mulai bertindak bahkan dengan cara yang lebih kasar dan kejam,” tegas Dubes Vasyl Hamianin.
Menurut dia, sejak 24 Februari 2022, 18 orang Tatar Krimea dituduh untuk kasus yang tidak masuk akal dan divonis hingga 19 tahun penjara.
Dan baru-baru ini lima orang anggota kelompok hak asasi manusia Solidaritas Krimea dijatuhi hukuman 12-14 tahun penjara.
Hamianin menjelaskan, bangsa Ukraina meminta solidaritas utuh dari bangsa Indonesia terhadap tindakan genosida dan persekusi terhadap etnis Muslim Tatar Krimea yang dulu dilakukan Soviet.
Pada 18 hingga 20 Mei 1944 sebanyak 200.000 etnis Tatar Krimea berbagai usia dan umumnya perempuan, anak-anak dan lansia diusir secara paksa menggunakan kereta ternak ke Asia Tengah dan Siberia.
Menurut Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin, rezim Soviet melakukan pengusiran paksa yang menyebabkan tak kurang dari 8000 orang tewas karena kelaparan dan penyakit akibat kerasnya kondisi di wilayah pembuangan tersebut.
“Etnis Muslim Tatar Krimea dipaksa menempati permukiman seluas 145.687 hektar dengan 80.000 rumah sederhana. Pengusiran itu diklaim Moskow karena tuduhan orang-orang Muslim Tatar Crimea itu berkolaborasi dengan Nazi Jerman. Tuduhan yang sangat tidak masuk akal,” ujar dia dalam pernyataan tertulisnya.
Persekusi dan genosida terhadap Muslim Tatar Krimea berdampak sangat panjang bagi bangsa Ukraina yang menyatakan merdeka dari cengkraman Soviet pada 24 Agustus 1991, ketika Dewan Agung Ukraina (parlemen) menyatakan hukum dari Uni Soviet tidak lagi berlaku di Ukraina.
“Butuh waktu cukup panjang untuk memulihkan martabat etnis Muslim Tatar Krimea. Pada 2014, bangsa Ukraina berhasil memulangkan sedikitnya 250.000 orang Muslim Tatar Krimea ke Semenanjung Krimea di Ukraina,” kenang Vasyl Hamianin.
Kekejaman yang dialami etnis Muslim Tatar Crimea membuat nasib mereka menjadi fokus PBB, Dewan Eropa, dan Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) yang tertuang dalam Resolusi Majelis Umum PBB (UNGA) tentang situasi hak asasi manusia di Krimea
“Hal tersebut harus menjadi perhatian besar karena invasi Rusia menyasar orang-orang Muslim Tatar Krimea. Rusia melakukan penganiayaan, penyiksaan dan penahanan sewenang-wenang, penghilangan paksa, pemenjaraan, larangan memasuki Krimea bagi para pemimpin Tatar Krimea,” ujar Dubes Vasyl Hamianin.
Ukraina mencatat lebih dari 120 warga Ukraina dari Krimea ditahan Rusia di penjara. Kebanyakan dari mereka adalah etnis Muslim Tatar Krimea.
Menurut Hamianin, Rusia mengusir 64.000 penduduk Krimea sejak pendudukan sementara oleh Rusia.
Hal ini terjadi sejak penjajah Rusia pada 2016 menyatakan Majelis Rakyat Tatar Krimea sebagai "organisasi ekstremis", dan semua orang yang terkait dengan Majelis menjadi sasaran penganiayaan oleh administrasi pendudukan Rusia.
Ukraina sebagai bangsa yang bermartabat pada 2017 Ukraina mengajukan aplikasi ke Pengadilan Internasional (ICJ) perihal tindakan Rusia melanggar Konvensi Penindasan Pendanaan Terorisme tahun 1999, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial tahun 1965 dan keterlibatan Rusia terlibat dalam kampanye penghapusan budaya terhadap Tatar Krimea dan komunitas Ukraina.
Pada April 2017, ICJ mengeluarkan perintah yang mengharuskan Rusia “menahan diri dari mempertahankan atau memaksakan pembatasan pada kemampuan komunitas Tatar Krimea untuk melestarikan lembaga perwakilannya, termasuk Mejlis” dan untuk “memastikan ketersediaan pendidikan dalam bahasa Ukraina.”
Namun Moskow mengabaikan perintah tersebut dan melanjutkan penindasan terhadap para pemimpin Tatar Krimea.
Nariman Dzhelyal, Wakil Ketua Pertama Mejelis, telah ditahan dan ditangkap atas tuduhan palsu setelah partisipasinya dalam KTT Platform Krimea Internasional.
“Tekanan terhadap Tatar Krimea semakin kuat setelah Rusia melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina, administrasi pendudukannya di Krimea mulai bertindak bahkan dengan cara yang lebih kasar dan kejam,” tegas Dubes Vasyl Hamianin.
Menurut dia, sejak 24 Februari 2022, 18 orang Tatar Krimea dituduh untuk kasus yang tidak masuk akal dan divonis hingga 19 tahun penjara.
Dan baru-baru ini lima orang anggota kelompok hak asasi manusia Solidaritas Krimea dijatuhi hukuman 12-14 tahun penjara.
Hamianin menjelaskan, bangsa Ukraina meminta solidaritas utuh dari bangsa Indonesia terhadap tindakan genosida dan persekusi terhadap etnis Muslim Tatar Krimea yang dulu dilakukan Soviet.
(sya)
tulis komentar anda