Turki Bersumpah Mobilisasi Umat Islam untuk Lawan Aneksasi Israel
Senin, 15 Juni 2020 - 10:49 WIB
ANKARA - Para menteri Turki bersumpah akan memobilisasi kekuatan yang mereka sebut "umat Islam" untuk melawan langkah Israel yang akan menganeksasi atau mencaplok beberapa wilayah Tepi Barat, Palestina .
Janji itu salah satunya disampaikan Menteri Urusan Agama Turki Ali Erbas. "Perjuangan kita akan berlanjut sampai Yerusalem benar-benar bebas," katanya, seperti dikutip Jerusalem Post, Minggu (14/6/2020).
Komentar Erbas muncul ketika para sarjana agama dan tokoh-tokoh kuat Turki yang dekat dengan kepemimpinan dan partai terkemuka negara itu ramai berdiskusi di forum online para cendekiawan Palestina.
Erbas mengatakan bahwa Yerusalem adalah nilai universal."Peradaban Islam memiliki ingatan akan pengetahuan dan nilai-nilai sejarah, dan bahwa tidak pernah mungkin bagi Muslim untuk menyerah atas kota yang diberkahi," ujarnya. (Baca: Israel Hendak Caplok Tepi Barat, Makam Nabi Ibrahim Disebut dalam Bahaya )
Pandangannya menggemakan pandangan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu yang mengatakan pada pertemuan komite eksekutif 10 Juni lalu bahwa Turki meletakkan dukungan penuh di belakang Palestina dalam melawan aneksasi Israel terhadap wilayah tepi Barat.
"Umat (komunitas Islam) tidak akan pernah menyerah untuk negara Palestina yang berdaulat dengan Quds al-Sharif sebagai ibu kotanya!," katanya. Quds al-Sharif adalah nama lain untuk kota Yerusalem.
Erbas, yang juga seorang profesor, menunjukkan bagaimana pemerintah Turki berusaha mengadopsi perjuangan Palestina dan menjadikan Yerusalem sebagai alasan menyatukan "umat Islam" Timur Tengah untuk melawan Israel.
Komentar Erbas adalah bagian dari retorika anti-Israel dengan menggunakan narasi agama. Retorika yang meningkat juga mulai menyarankan untuk mengubah Hagia Sophia, museum kuno—sebelumnya gereja—di Istanbul, menjadi masjid.
Pemerintah Turki sekuler pernah menghindari narasi keagamaan dalam urusan politik, tetapi para pemimpin negara itu saat ini melihat tujuan mereka sebagai langkah yang semakin religius. Turki pernah bertemu dengan Iran dan Malaysia serta negara-negara lain untuk membahas mata uang Islam dan stasiun televisi Islam selama setahun terakhir. (Baca juga: Pakar: Berakhirnya Perjanjian Oslo akan Rugikan Israel dan Palestina )
Komentar oleh pejabat agama utama Turki adalah indikasi bagaimana Turki ingin menentang rencana Israel untuk aneksasi beberapa wilayah Tepi Barat. "Mereka yang menduduki Yerusalem menemukan keberanian karena mereka melihat masyarakat Islam sebagai pihak yang tercerai berai dan lemah," katanya.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan bahwa rencana aneksasi oleh Israel menghancurkan semua harapan perdamaian abadi di Timur Tengah.
Diplomat Ankara tersebut kerap menolak menyebut nama Israel dalam pertemuan Komite Eksekutif Kerjasama Islam. "Jika kekuatan pendudukan melewati garis merah, kami (negara-negara Muslim) harus menunjukkan bahwa ini akan memiliki konsekuensi," ujarnya.
Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, Turki menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara Islam untuk mengoordinasikan upaya melawan kebijakan Amerika dan Israel.
Janji itu salah satunya disampaikan Menteri Urusan Agama Turki Ali Erbas. "Perjuangan kita akan berlanjut sampai Yerusalem benar-benar bebas," katanya, seperti dikutip Jerusalem Post, Minggu (14/6/2020).
Komentar Erbas muncul ketika para sarjana agama dan tokoh-tokoh kuat Turki yang dekat dengan kepemimpinan dan partai terkemuka negara itu ramai berdiskusi di forum online para cendekiawan Palestina.
Erbas mengatakan bahwa Yerusalem adalah nilai universal."Peradaban Islam memiliki ingatan akan pengetahuan dan nilai-nilai sejarah, dan bahwa tidak pernah mungkin bagi Muslim untuk menyerah atas kota yang diberkahi," ujarnya. (Baca: Israel Hendak Caplok Tepi Barat, Makam Nabi Ibrahim Disebut dalam Bahaya )
Pandangannya menggemakan pandangan Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu yang mengatakan pada pertemuan komite eksekutif 10 Juni lalu bahwa Turki meletakkan dukungan penuh di belakang Palestina dalam melawan aneksasi Israel terhadap wilayah tepi Barat.
"Umat (komunitas Islam) tidak akan pernah menyerah untuk negara Palestina yang berdaulat dengan Quds al-Sharif sebagai ibu kotanya!," katanya. Quds al-Sharif adalah nama lain untuk kota Yerusalem.
Erbas, yang juga seorang profesor, menunjukkan bagaimana pemerintah Turki berusaha mengadopsi perjuangan Palestina dan menjadikan Yerusalem sebagai alasan menyatukan "umat Islam" Timur Tengah untuk melawan Israel.
Komentar Erbas adalah bagian dari retorika anti-Israel dengan menggunakan narasi agama. Retorika yang meningkat juga mulai menyarankan untuk mengubah Hagia Sophia, museum kuno—sebelumnya gereja—di Istanbul, menjadi masjid.
Pemerintah Turki sekuler pernah menghindari narasi keagamaan dalam urusan politik, tetapi para pemimpin negara itu saat ini melihat tujuan mereka sebagai langkah yang semakin religius. Turki pernah bertemu dengan Iran dan Malaysia serta negara-negara lain untuk membahas mata uang Islam dan stasiun televisi Islam selama setahun terakhir. (Baca juga: Pakar: Berakhirnya Perjanjian Oslo akan Rugikan Israel dan Palestina )
Komentar oleh pejabat agama utama Turki adalah indikasi bagaimana Turki ingin menentang rencana Israel untuk aneksasi beberapa wilayah Tepi Barat. "Mereka yang menduduki Yerusalem menemukan keberanian karena mereka melihat masyarakat Islam sebagai pihak yang tercerai berai dan lemah," katanya.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan bahwa rencana aneksasi oleh Israel menghancurkan semua harapan perdamaian abadi di Timur Tengah.
Diplomat Ankara tersebut kerap menolak menyebut nama Israel dalam pertemuan Komite Eksekutif Kerjasama Islam. "Jika kekuatan pendudukan melewati garis merah, kami (negara-negara Muslim) harus menunjukkan bahwa ini akan memiliki konsekuensi," ujarnya.
Setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan keputusannya untuk memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, Turki menjadi tuan rumah pertemuan negara-negara Islam untuk mengoordinasikan upaya melawan kebijakan Amerika dan Israel.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda