Ukraina Serahkan 5.000 Senjata Nuklir 30 Tahun Lalu, Sekarang Menyesal

Senin, 07 Februari 2022 - 11:10 WIB
Volodymyr Tolubko, mantan komandan pangkalan nuklir yang telah terpilih menjadi anggota Parlemen Ukraina, berpendapat bahwa Kiev tidak boleh melepaskan keunggulan atomnya.

Pada April 1992, dia mengatakan kepada majelis parlemen bahwa "romantis dan prematur" bagi Ukraina untuk menyatakan dirinya sebagai negara non-nuklir. Ia harus mempertahankan setidaknya beberapa hulu ledak jarak jauhnya. Pasukan rudal sisa, katanya, akan cukup untuk mencegah agresor apa pun.

Meski pendiriannya tidak pernah mendapat dukungan luas, itu menambah ketegangan yang ada, menurut sejarah rinci perlucutan senjata nuklir Ukraina.

Pada musim panas 1993, John J. Mearsheimer, seorang ahli teori hubungan internasional terkemuka di Universitas Chicago yang tidak asing dengan kontroversi, memberikan suaranya untuk masalah retensi atom. Dia berargumen di Foreign Affairs bahwa persenjataan nuklir adalah penting bagi Ukraina jika untuk menjaga perdamaian.

"Pencegah, akan memastikan bahwa Rusia, yang memiliki sejarah hubungan buruk dengan Ukraina, tidak bergerak untuk merebutnya kembali," katanya.

Di Kiev, pemerintah pada tahun 1993 melangkah lebih jauh dengan mempertimbangkan untuk mengambil kendali operasional misil nuklir dan pengebomnya. Tapi itu tidak pernah terjadi.

Sebaliknya, Ukraina menuntut jaminan keamanan yang ketat sebagai imbalan untuk perlucutan senjata nuklirnya. Itulah inti dari perjanjian yang ditandatangani di Moskow pada awal 1994 oleh Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat.

Pada akhir tahun 1994, janji itu terwujud. Kesepakatan itu, yang dikenal sebagai Memorandum Budapest, ditandatangani oleh Rusia, Ukraina, Inggris dan Amerika Serikat, berjanji bahwa tidak ada negara yang akan menggunakan kekuatan atau ancaman terhadap Ukraina dan semua akan menghormati kedaulatan dan perbatasan yang ada.

Perjanjian tersebut juga menyatakan jika agresi terjadi, para penandatangan akan meminta tindakan segera dari Dewan Keamanan PBB untuk membantu Ukraina.

Sementara Kiev gagal mendapatkan apa yang diinginkannya—jenis jaminan yang mengikat secara hukum yang akan datang dengan perjanjian formal yang diratifikasi oleh Senat AS—ia menerima jaminan bahwa Washington akan menganggap serius komitmen politiknya seperti kewajiban hukumnya. Demikian disampaikan Budjeryn, yang diekanl sebagai analis riset di proyek Managing the Atom di Harvard's Kennedy School.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More