Senator AS: China Bantu Arab Saudi Produksi Rudal Sangat Mengkhawatirkan
Sabtu, 25 Desember 2021 - 03:38 WIB
WASHINGTON - Senator Amerika Serikat (AS), Ed Markey, mengatakan langkah China membantu Arab Saudi memproduksi rudal balistiknya sendiri sangat mengkhawatirkan. Menurutnya, hal itu dapat memicu perlombaan senjata baru di kawasan Timur Tengah.
Sebelumny, CNN melaporkan pada hari Kamis bahwa pejabat intelijen AS percaya Riyadh—berkat bantuan dari Beijing—bekerja untuk memproduksi rudal balistiknya sendiri, di mana di masa lalu hanya mengimpornya dari asing.
Beberapa pejabat di berbagai lembaga, termasuk Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, dilaporkan telah diberitahu tentang transfer signifikan teknologi rudal balistik dari China ke Arab Saudi.
Markey—anggota Komite Senat untuk Hubungan Luar Negeri, dan subkomitenya yang menangani Timur Tengah—menanggapi dengan memperjelas keprihatinannya.
"Laporan bahwa China membantu program rudal balistik Arab Saudi sangat mengkhawatirkan, tetapi tidak mengejutkan," tulis Markey di Twitter, mendesak rekan-rekannya untuk bertindak.
"Kongres harus mengesahkan Undang-Undang WMD [Weapons of Mass Destruction] Saudi saya untuk mencegah program senjata ilegal Saudi yang dapat memicu perlombaan senjata di wilayah itu," lanjut Markey, seperti dikutip Newsweek, Jumat (24/12/2021).
Rancangan Undang-Undang itu diajukan kembali oleh Markey pada bulan April bersama dengan Senator Jeff Merkley, Joaquin Castro, dan Ted Lieu.
Undang-undang tersebut bertujuan untuk mengembalikan pengawasan dan mengambil langkah-langkah untuk menghalangi akses ke teknologi sensitif yang dapat membuka jalan bagi Arab Saudi untuk memperoleh senjata nuklir.
Situasi geopolitik yang tegang di Timur Tengah—sebagian besar sekarang terpecah menjadi dua blok yang dipimpin oleh Iran di satu sisi, dan kemitraan AS-Saudi-Israel di sisi lain—mendorong perlombaan senjata baru.
Pasukan proksi Iran di Irak, Yaman, Suriah, dan Lebanon dipersenjatai dan didanai oleh Teheran, yang juga terus maju dengan pengembangan rudal balistiknya sendiri meskipun ada protes internasional.
Iran telah memperluas program nuklirnya sejak mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 pada tahun 2018 lalu dengan dukungan Israel dan Arab Saudi.
Dengan pembicaraan menghidupkan kembali JCPOA yang menemui jalan buntu, tidak jelas apakah masyarakat internasional akan mampu menghentikan Iran mengembangkan senjata nuklir; atau setidaknya mencapai titik di mana ia dapat melakukannya dalam hitungan minggu.
Para pemimpin AS dan Eropa telah lama berusaha untuk memasukkan program rudal balistik Iran ke dalam pembatasan nuklir di masa depan. Teheran telah berulang kali menolak saran tersebut.
Laporan bahwa Arab Saudi sekarang sedang mengerjakan persenjataan balistik lokalnya sendiri kemungkinan akan membuat Iran semakin berpegang teguh pada miliknya sendiri.
Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman memperingatkan pada 2018 bahwa Riyadh akan mencari keseimbangan jika Iran mengembangkan senjata nuklir.
"Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir, tetapi tanpa ragu, jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikutinya sesegera mungkin," kata pewaris takhta Arab Saudi itu kepada CBS.
Sebelumny, CNN melaporkan pada hari Kamis bahwa pejabat intelijen AS percaya Riyadh—berkat bantuan dari Beijing—bekerja untuk memproduksi rudal balistiknya sendiri, di mana di masa lalu hanya mengimpornya dari asing.
Beberapa pejabat di berbagai lembaga, termasuk Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, dilaporkan telah diberitahu tentang transfer signifikan teknologi rudal balistik dari China ke Arab Saudi.
Markey—anggota Komite Senat untuk Hubungan Luar Negeri, dan subkomitenya yang menangani Timur Tengah—menanggapi dengan memperjelas keprihatinannya.
"Laporan bahwa China membantu program rudal balistik Arab Saudi sangat mengkhawatirkan, tetapi tidak mengejutkan," tulis Markey di Twitter, mendesak rekan-rekannya untuk bertindak.
"Kongres harus mengesahkan Undang-Undang WMD [Weapons of Mass Destruction] Saudi saya untuk mencegah program senjata ilegal Saudi yang dapat memicu perlombaan senjata di wilayah itu," lanjut Markey, seperti dikutip Newsweek, Jumat (24/12/2021).
Rancangan Undang-Undang itu diajukan kembali oleh Markey pada bulan April bersama dengan Senator Jeff Merkley, Joaquin Castro, dan Ted Lieu.
Undang-undang tersebut bertujuan untuk mengembalikan pengawasan dan mengambil langkah-langkah untuk menghalangi akses ke teknologi sensitif yang dapat membuka jalan bagi Arab Saudi untuk memperoleh senjata nuklir.
Situasi geopolitik yang tegang di Timur Tengah—sebagian besar sekarang terpecah menjadi dua blok yang dipimpin oleh Iran di satu sisi, dan kemitraan AS-Saudi-Israel di sisi lain—mendorong perlombaan senjata baru.
Pasukan proksi Iran di Irak, Yaman, Suriah, dan Lebanon dipersenjatai dan didanai oleh Teheran, yang juga terus maju dengan pengembangan rudal balistiknya sendiri meskipun ada protes internasional.
Iran telah memperluas program nuklirnya sejak mantan Presiden AS Donald Trump menarik diri dari kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015 pada tahun 2018 lalu dengan dukungan Israel dan Arab Saudi.
Dengan pembicaraan menghidupkan kembali JCPOA yang menemui jalan buntu, tidak jelas apakah masyarakat internasional akan mampu menghentikan Iran mengembangkan senjata nuklir; atau setidaknya mencapai titik di mana ia dapat melakukannya dalam hitungan minggu.
Para pemimpin AS dan Eropa telah lama berusaha untuk memasukkan program rudal balistik Iran ke dalam pembatasan nuklir di masa depan. Teheran telah berulang kali menolak saran tersebut.
Laporan bahwa Arab Saudi sekarang sedang mengerjakan persenjataan balistik lokalnya sendiri kemungkinan akan membuat Iran semakin berpegang teguh pada miliknya sendiri.
Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman memperingatkan pada 2018 bahwa Riyadh akan mencari keseimbangan jika Iran mengembangkan senjata nuklir.
"Arab Saudi tidak ingin memperoleh bom nuklir, tetapi tanpa ragu, jika Iran mengembangkan bom nuklir, kami akan mengikutinya sesegera mungkin," kata pewaris takhta Arab Saudi itu kepada CBS.
(min)
tulis komentar anda