Iran Eksekusi Mati Pria yang Bunuh Pacarnya, Nyawa Bayar Nyawa
Kamis, 25 November 2021 - 11:58 WIB
TEHERAN - Pengadilan Iran mengeksekusi seorang pria yang dihukum mati atas tuduhan membunuh pacarnya. Situs pengadilan setempat menyatakan eksekusi pada Rabu (24/11/2021) sejalan dengan qisas atau praktik hukum "hilangkan nyawa bayar nyawa".
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International pernah mengajukan banding atas vonis mati pria bernama Arman Abdolali tersebut. Alasannya, pembunuhan itu terjadi saat pria itu baru berusia 17 tahun atau masih di bawah umur.
Situs pengadilan Mizan Online menyatakan Arman Abdolali dieksekusi saat fajar di penjara Rajai Shahr dekat Teheran. Dia di-qisas atas nama keadilan yang dituntut oleh keluarga korban.
Amnesty International telah mengajukan banding pada 11 Oktober 2021 yang meminta Iran untuk menghentikan eksekusi terhadap Abdolali yang kini berusia 25 tahun.
Abdolali ditangkap pada 2014 dan kemudian dihukum mati atas tuduhan membunuh pacarnya, Ghazaleh Shakour.
Amnesty International yang berbasis di London mengatakan dia telah dijatuhi hukuman mati dua kali, tetapi eksekusi dihentikan dua kali setelah ada kecaman internasional.
Abdolali pertama kali dijatuhi hukuman mati pada Desember 2015 setelah pengadilan membuat keputusan berdasarkan pada pengakuan terdakwa, yang menurut Amnesty, tercemar oleh penyiksaan. Vonis mati itu dijatuhkan setelah hilangnya jasad Shakour pada tahun sebelumnya.
Kemudian, Abdolali dijatuhi hukuman mati lagi pada tahun 2020 dalam persidangan ulang, di mana pengadilan memutuskan remaja itu bertanggung jawab atas kematian korban.
"Pemuda ini bukan penjahat," kata Hadi Sadeghi, seorang pejabat pengadilan, seperti dikutip oleh media Iran pada Oktober.
"Seperti korban, dia berasal dari keluarga terhormat. Di penjara, Arman melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar master di bidang pendidikan," katanya.
"Kedua keluarga saling kenal dan korban dan terdakwa berniat menikah," imbuh Sadeghi.
Jenazah Shakour, yang berusia 19 tahun saat menghilang, tidak pernah ditemukan.
Menurut Mizan Online, ibu korban mengatakan dia akan memaafkan Abdolali jika dia mengungkapkan lokasi tubuh korban.
Pakar HAM PBB juga mengimbau Iran untuk menghentikan eksekusi tersebut.
"Hukum hak asasi manusia internasional dengan tegas melarang pengenaan hukuman mati pada siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun," kata Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa.
Iran mengeksekusi sedikitnya 246 orang tahun lalu, mempertahankan posisinya sebagai pengguna hukuman mati paling produktif di kawasan itu dan yang kedua di seluruh dunia setelah China.
Iran sering menghadapi kritik internasional karena mengeksekusi orang yang dihukum karena kejahatan yang dilakukan ketika mereka masih di bawah umur, yang melanggar Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh republik Islam tersebut.
Pada bulan Juli, seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada AFP bahwa republik Islam itu melakukan yang terbaik untuk menurunkan jumlah eksekusi terpidana anak menjadi nol.
"Kami akan menuju titik nol," kata Majid Tafreshi dari Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia yang dikelola negara, bersikeras bahwa itu adalah "kehendak sistem" negara tersebut.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International pernah mengajukan banding atas vonis mati pria bernama Arman Abdolali tersebut. Alasannya, pembunuhan itu terjadi saat pria itu baru berusia 17 tahun atau masih di bawah umur.
Situs pengadilan Mizan Online menyatakan Arman Abdolali dieksekusi saat fajar di penjara Rajai Shahr dekat Teheran. Dia di-qisas atas nama keadilan yang dituntut oleh keluarga korban.
Amnesty International telah mengajukan banding pada 11 Oktober 2021 yang meminta Iran untuk menghentikan eksekusi terhadap Abdolali yang kini berusia 25 tahun.
Abdolali ditangkap pada 2014 dan kemudian dihukum mati atas tuduhan membunuh pacarnya, Ghazaleh Shakour.
Amnesty International yang berbasis di London mengatakan dia telah dijatuhi hukuman mati dua kali, tetapi eksekusi dihentikan dua kali setelah ada kecaman internasional.
Abdolali pertama kali dijatuhi hukuman mati pada Desember 2015 setelah pengadilan membuat keputusan berdasarkan pada pengakuan terdakwa, yang menurut Amnesty, tercemar oleh penyiksaan. Vonis mati itu dijatuhkan setelah hilangnya jasad Shakour pada tahun sebelumnya.
Kemudian, Abdolali dijatuhi hukuman mati lagi pada tahun 2020 dalam persidangan ulang, di mana pengadilan memutuskan remaja itu bertanggung jawab atas kematian korban.
"Pemuda ini bukan penjahat," kata Hadi Sadeghi, seorang pejabat pengadilan, seperti dikutip oleh media Iran pada Oktober.
"Seperti korban, dia berasal dari keluarga terhormat. Di penjara, Arman melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar master di bidang pendidikan," katanya.
"Kedua keluarga saling kenal dan korban dan terdakwa berniat menikah," imbuh Sadeghi.
Jenazah Shakour, yang berusia 19 tahun saat menghilang, tidak pernah ditemukan.
Menurut Mizan Online, ibu korban mengatakan dia akan memaafkan Abdolali jika dia mengungkapkan lokasi tubuh korban.
Pakar HAM PBB juga mengimbau Iran untuk menghentikan eksekusi tersebut.
"Hukum hak asasi manusia internasional dengan tegas melarang pengenaan hukuman mati pada siapa pun yang berusia di bawah 18 tahun," kata Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB yang berbasis di Jenewa.
Iran mengeksekusi sedikitnya 246 orang tahun lalu, mempertahankan posisinya sebagai pengguna hukuman mati paling produktif di kawasan itu dan yang kedua di seluruh dunia setelah China.
Iran sering menghadapi kritik internasional karena mengeksekusi orang yang dihukum karena kejahatan yang dilakukan ketika mereka masih di bawah umur, yang melanggar Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh republik Islam tersebut.
Pada bulan Juli, seorang pejabat senior Iran mengatakan kepada AFP bahwa republik Islam itu melakukan yang terbaik untuk menurunkan jumlah eksekusi terpidana anak menjadi nol.
"Kami akan menuju titik nol," kata Majid Tafreshi dari Dewan Tinggi Hak Asasi Manusia yang dikelola negara, bersikeras bahwa itu adalah "kehendak sistem" negara tersebut.
(min)
tulis komentar anda