Pakar: AS Tak Punya Kemampuan Melacak Rudal Hipersonik China

Rabu, 20 Oktober 2021 - 04:12 WIB
Pakar keamanan AS khawatir dengan kemampuan rudal hipersonik China. Foto/Ilustrasi.
WASHINGTON - Laporan bahwa China kemungkinan telah menguji rudal hipersonik baru telah menarik perhatian dunia. Laporan ini juga memicu kekhawatiran dari pakar keamanan Amerika Serikat (AS).

Laporan Financial Times menyebutkan jika rudal hipersonik China meluncur mengelilingi bumi dalam orbit rendah sebelum kembali ke area target di China. Namun rudal tersebut melenceng sejauh dua mil dari target.

Perkembangan tersebut meningkatkan kemungkinan perlombaan senjata untuk sebuah konsep dan teknologi yang bahkan hanya sedikit orang yang pernah mendengarnya.



Idenya adalah bahwa glider dipasang di atas rudal balistik menggunakan kekuatan roket untuk mencapai kecepatan hipersonik, lebih dari lima kali kecepatan suara, saat mereka meluncur dan bermanuver melalui atmosfer untuk jarak yang lebih jauh daripada rudal balistik.

Diyakini bahwa karena glider melakukan perjalanan di ketinggian yang lebih rendah daripada hulu ledak yang diluncurkan dari rudal balistik antar benua (ICBM), sistem peringatan dini saat ini akan kesulitan melacaknya saat rudal tersebut menuju target.

Rudal itu sulit dilacak karena kendaraan luncur dapat bermanuver di atmosfer, tidak seperti hulu ledak balistik yang mengikuti lintasan tetap, yang berarti mereka dapat meliuk-liuk di sekitar sistem rudal pencegat berbasis darat.



"AS saat ini tidak memiliki kemampuan untuk melacak senjata ini, apalagi mengalahkannya," kata Steve Ganyard, pensiunan kolonel Marinir dan kontributor ABC News.

AS sendiri telah mengembangkan program senjata hipersoniknya sendiri, tetapi baik Rusia maupun China telah mengklaim kemajuan teknologi yang mereka katakan telah membuat program mereka sudah beroperasi.

Namun peluncuran uji coba China akan menjadi langkah maju yang signifikan karena sebuah pesawat layang ditempatkan di orbit rendah bumi dan kemudian masuk kembali ke atmosfer saat menuju target dengan kecepatan hipersonik.

Bagaimanapun juga, kemungkinan kemampuan glider baru China dari luar angkasa meningkatkan kekhawatiran, terutama jika mampu membawa hulu ledak nuklir dan mampu menghindari sistem pertahanan rudal saat ini.

"Ini akan memberi China kemampuan untuk melakukan serangan nuklir di mana saja di dunia tanpa peringatan," kata Ganyard.

“Mereka sekarang memiliki senjata yang tidak kita miliki, kita tidak bisa bertahan, kita bahkan tidak bisa melihat. Jadi, kita berada pada posisi yang kurang menguntungkan secara strategis,” ujarnya.

"Dan ini mungkin pertama kalinya sejak akhir Perang Dunia Kedua, mungkin 1945-46, bahwa AS berada pada posisi yang tidak menguntungkan secara strategis dari negara lain mana pun. Kami tertinggal, dan China memiliki keunggulan," tegasnya seperti dilansir dari media yang berbasis di New York itu.



Direktur Program Studi Keamanan di Institut Teknologi Massachusetts, Taylor Fravel, mengakui bahwa kemampuan baru China mengekspos batas sistem pertahanan rudal AS yang dirancang untuk melawan rudal balistik dari Korea Utara (Korut) dan Iran. Meski begitu, ia tidak melihat kendaraan luncur China yang baru dapat memicu destabilisasi.

“Mengingat kesenjangan besar yang terus berlanjut dalam stok hulu ledak, di mana China hanya memiliki sebagian kecil dari AS, uji coba khusus ini seharusnya tidak mengganggu keseimbangan nuklir AS-China atau membuat tidak stabil dengan cara itu,” katanya kepada ABC News.

“Namun, ini menggarisbawahi tekad China untuk memperkuat pencegahnya, terutama di tengah penurunan tajam dalam hubungan AS-China dan kekhawatiran lama tentang pertahanan rudal,” tambahnya.

Sebagai kekuatan militer nuklir sejak 1960-an, China diyakini memiliki persediaan setidaknya 250 hulu ledak nuklir, serta kemampuan peluncuran sederhana yang ditempatkan di lusinan silo rudal.

Sementara itu, AS telah menyatakan memiliki persediaan 3.750 hulu ledak yang mampu dikerahkan oleh ratusan rudal berbasis darat dan laut serta armada pembom strategis.

Tetapi gambar satelit open source baru-baru ini menunjukkan bahwa China sedang membangun lebih dari 200 silo rudal tambahan, sebuah indikasi bahwa negara itu mungkin memperluas kemampuan senjata nuklirnya.



Dalam sebuah wawancara dengan Stars and Stripes Kepala Komando Strategis AS, Charles Richard, menolak untuk mengkonfirmasi rincian laporan Financial Times tetapi ia mengatakan: “Sepertinya kita tidak dapat melewati satu bulan tanpa ada pemberitahuan baru yang muncul dan China."

“Saya tidak terkejut dengan laporan seperti ini. Saya tidak akan terkejut ketika laporan lain datang bulan depan," katanya.

"Ekspansi kemampuan strategis dan nuklir yang menakjubkan berarti China sekarang dapat menjalankan segala kemungkinan strategi kerja nuklir," ia menambahkan.
(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More