Jenderal Top AS: Perang dengan Rusia dan China Akan Hancurkan Dunia
Rabu, 15 September 2021 - 00:19 WIB
WASHINGTON - Salah satu jenderal top Amerika Serikat (AS) memperingatkan bahwa perang dengan Rusia dan China akan menghancurkan dunia dan ekonomi global. Dia menyerukan untuk mencari cara berdamai dengan rival Timur dan mencegah armageddon nuklir.
Berbicara pada pertemuan yang diselenggarakan oleh kelompok think-tank The Brookings Institution di Washington pada hari Senin (13/9/2021), Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal John E. Hyten memperingatkan risiko jika konflik lepas kendali.
Dia menyatakan harapan bahwa kepala dingin dapat menang. "Kami tidak pernah melawan Uni Soviet," katanya. "Adapun kekuatan besar, tujuan kami adalah untuk tidak pernah berperang dengan China dan Rusia," katanya lagi.
"Peristiwa semacam itu akan menghancurkan dunia dan ekonomi global. Itu akan berdampak buruk bagi semua orang, dan kita harus memastikan bahwa kita tidak menempuh jalan itu," ujarnya.
Sang jenderal melanjutkan, kesepakatan sebelumnya antara Moskow dan NATO setelah jatuhnya Uni Soviet menyimpulkan Rusia bukan ancaman lagi. Namun, pada saat yang sama, dia menuduh bahwa Rusia memodernisasi seluruh persenjataan nuklirnya. "Ini, karena Saya pikir mereka khawatir tentang AS," katanya, seperti dilansir Russia Today, Selasa (14/9/2021).
Jenderal Hyten berpendapat, kemajuan telah dibuat dalam memberikan hubungan yang lebih baik antara AS dan Rusia. Tetapi itu masih jauh dari stabilitas total.
Sebaliknya, kata dia, Washington semakin khawatir tentang kurangnya langkah serupa dengan China, negara yang dia duga sedang melakukan modernisasi senjata nuklir yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Anda melihat ratusan silo," ujarnya, merujuk pada laporan bahwa Beijing membangun ratusan silo untuk rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
"Dan omong-omong, tidak ada batasan pada apa yang dapat dimasukkan China ke dalam silo itu," imbuh jenderal tinggi Pentagon itu.
"Kami dibatasi dengan Rusia hingga 1.550 hulu ledak nuklir yang dikerahkan, jadi kami harus memutuskan di mana kami ingin menempatkannya—kapal selam, ICBM yang membatasi apa yang kami miliki. China, tidak ada batasan...untuk bertanya pada diri sendiri, mengapa mereka membangun kemampuan nuklir yang sangat besar itu?" paparnya.
Pada bulan Desember, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan bahwa Washington, bukan Moskow, yang meningkatkan risiko eskalasi fatal dengan menempatkan senjata nuklir di tanah asing di Eropa.
Ryabkov mengatakan Kremlin berharap bahwa Amerika Serikat akan berhenti berbagi senjata nuklir dengan sekutunya, dan berhenti menyebarkan senjata nuklir di negara-negara yang tidak memiliki senjata semacam itu. "Jelas, ini mengarah pada destabilisasi; selain itu, risiko baru muncul," katanya pada saat itu.
Pada saat yang sama, komentarnya memiliki nada yang sama dengan Hyten, yang mengatakan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan Rusia siap bekerja sama dalam membalikkan keadaan tersebut.
Berbicara pada pertemuan yang diselenggarakan oleh kelompok think-tank The Brookings Institution di Washington pada hari Senin (13/9/2021), Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan AS Jenderal John E. Hyten memperingatkan risiko jika konflik lepas kendali.
Dia menyatakan harapan bahwa kepala dingin dapat menang. "Kami tidak pernah melawan Uni Soviet," katanya. "Adapun kekuatan besar, tujuan kami adalah untuk tidak pernah berperang dengan China dan Rusia," katanya lagi.
"Peristiwa semacam itu akan menghancurkan dunia dan ekonomi global. Itu akan berdampak buruk bagi semua orang, dan kita harus memastikan bahwa kita tidak menempuh jalan itu," ujarnya.
Sang jenderal melanjutkan, kesepakatan sebelumnya antara Moskow dan NATO setelah jatuhnya Uni Soviet menyimpulkan Rusia bukan ancaman lagi. Namun, pada saat yang sama, dia menuduh bahwa Rusia memodernisasi seluruh persenjataan nuklirnya. "Ini, karena Saya pikir mereka khawatir tentang AS," katanya, seperti dilansir Russia Today, Selasa (14/9/2021).
Jenderal Hyten berpendapat, kemajuan telah dibuat dalam memberikan hubungan yang lebih baik antara AS dan Rusia. Tetapi itu masih jauh dari stabilitas total.
Sebaliknya, kata dia, Washington semakin khawatir tentang kurangnya langkah serupa dengan China, negara yang dia duga sedang melakukan modernisasi senjata nuklir yang belum pernah terjadi sebelumnya. "Anda melihat ratusan silo," ujarnya, merujuk pada laporan bahwa Beijing membangun ratusan silo untuk rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa membawa hulu ledak nuklir.
"Dan omong-omong, tidak ada batasan pada apa yang dapat dimasukkan China ke dalam silo itu," imbuh jenderal tinggi Pentagon itu.
"Kami dibatasi dengan Rusia hingga 1.550 hulu ledak nuklir yang dikerahkan, jadi kami harus memutuskan di mana kami ingin menempatkannya—kapal selam, ICBM yang membatasi apa yang kami miliki. China, tidak ada batasan...untuk bertanya pada diri sendiri, mengapa mereka membangun kemampuan nuklir yang sangat besar itu?" paparnya.
Pada bulan Desember, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov memperingatkan bahwa Washington, bukan Moskow, yang meningkatkan risiko eskalasi fatal dengan menempatkan senjata nuklir di tanah asing di Eropa.
Ryabkov mengatakan Kremlin berharap bahwa Amerika Serikat akan berhenti berbagi senjata nuklir dengan sekutunya, dan berhenti menyebarkan senjata nuklir di negara-negara yang tidak memiliki senjata semacam itu. "Jelas, ini mengarah pada destabilisasi; selain itu, risiko baru muncul," katanya pada saat itu.
Pada saat yang sama, komentarnya memiliki nada yang sama dengan Hyten, yang mengatakan bahwa perang nuklir tidak dapat dimenangkan dan Rusia siap bekerja sama dalam membalikkan keadaan tersebut.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda