Kekosongan Akibat Penarikan ‘Simbolis’ Pasukan AS dari Irak Bisa Dimanfaatkan Teroris
Selasa, 17 Agustus 2021 - 07:30 WIB
BAGHDAD - Penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Irak mungkin memberikan kesempatan bagi beberapa elemen untuk mengisi kekosongan. Salah satu pemain ini bisa jadi ISIS, sementara yang lain bisa jadi Iran, yang milisinya seolah-olah mengendalikan sebagian besar Baghdad.
Setelah hampir dua dekade kehadiran militer yang berat, misi AS di Irak tampaknya akan segera berakhir. Pada akhir Juli, AS mengumumkan bahwa mereka akan menarik semua pasukan mereka dari Irak pada akhir tahun ini.
Baca: Biden akan Teken Perjanjian Akhiri Misi Tempur AS di Irak
Namun, menurut Feisal Amin al-Istrabadi, mantan diplomat Irak yang menjabat sebagai Duta Besar untuk PBB, penarikan itu sebagian besar bersifat "simbolis" dan tidak akan berdampak signifikan di lapangan.
“Bahkan ketika mereka pergi, saya yakin akan ada beberapa daerah terpisah di mana pasukan AS akan ditempatkan. Meskipun (Perdana Menteri Mustafa) Al-Kadhimi ingin mengakhiri misi Amerika, dia tidak ingin mengulangi kesalahan Nouri al-Maliki,” ucap al-Istrabadi.
Kesalahan itu masih segar di benak banyak orang Irak. Pada tahun 2010, al-Maliki bersumpah bahwa negaranya akan bebas dari kehadiran Amerika pada akhir tahun 2011. Namun saat pasukan mereka mulai pergi, terorisme mulai bangkit.
Ketika ISIS mulai menguasai sebagian besar wilayah Irak, al-Maliki berlari kembali ke AS, meminta bantuan militer. “Al-Kadhimi tidak ingin menempatkan dirinya dalam posisi yang sama, terutama karena pemilihan parlemen di Irak sudah dekat dan dia berharap untuk terpilih kembali,” ujarnya, seperti dilansir Sputnik.
Menururnya, tidak akan mudah bagi al-Kadhimi untuk kembali berkuasa. Al-Kadhimi, jelasnya, saat ini menikmati dukungan publik tetapi untuk tetap di kursinya.
Tapi, dia perlu menemukan jalan tengah antara menenangkan faksi-faksi pro-Iran dan pro-Amerika di dalam parlemennya. Dimana, menurut al-Istrabadi, untuk saat ini, kedua elemen ini menarik tali ke arah yang berlawanan.
Setelah hampir dua dekade kehadiran militer yang berat, misi AS di Irak tampaknya akan segera berakhir. Pada akhir Juli, AS mengumumkan bahwa mereka akan menarik semua pasukan mereka dari Irak pada akhir tahun ini.
Baca: Biden akan Teken Perjanjian Akhiri Misi Tempur AS di Irak
Namun, menurut Feisal Amin al-Istrabadi, mantan diplomat Irak yang menjabat sebagai Duta Besar untuk PBB, penarikan itu sebagian besar bersifat "simbolis" dan tidak akan berdampak signifikan di lapangan.
“Bahkan ketika mereka pergi, saya yakin akan ada beberapa daerah terpisah di mana pasukan AS akan ditempatkan. Meskipun (Perdana Menteri Mustafa) Al-Kadhimi ingin mengakhiri misi Amerika, dia tidak ingin mengulangi kesalahan Nouri al-Maliki,” ucap al-Istrabadi.
Kesalahan itu masih segar di benak banyak orang Irak. Pada tahun 2010, al-Maliki bersumpah bahwa negaranya akan bebas dari kehadiran Amerika pada akhir tahun 2011. Namun saat pasukan mereka mulai pergi, terorisme mulai bangkit.
Ketika ISIS mulai menguasai sebagian besar wilayah Irak, al-Maliki berlari kembali ke AS, meminta bantuan militer. “Al-Kadhimi tidak ingin menempatkan dirinya dalam posisi yang sama, terutama karena pemilihan parlemen di Irak sudah dekat dan dia berharap untuk terpilih kembali,” ujarnya, seperti dilansir Sputnik.
Menururnya, tidak akan mudah bagi al-Kadhimi untuk kembali berkuasa. Al-Kadhimi, jelasnya, saat ini menikmati dukungan publik tetapi untuk tetap di kursinya.
Tapi, dia perlu menemukan jalan tengah antara menenangkan faksi-faksi pro-Iran dan pro-Amerika di dalam parlemennya. Dimana, menurut al-Istrabadi, untuk saat ini, kedua elemen ini menarik tali ke arah yang berlawanan.
tulis komentar anda