Palestina: Netanyahu Mungkin Digulingkan, tapi Penerusnya Haus Darah dan Lebih Radikal
Jum'at, 04 Juni 2021 - 04:30 WIB
RAMALLAH - Pemerintah Otoritas Palestina tidak menyambut nasib Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu yang sedang dicoba digulingkan oleh para rival politiknya. Alasannya, calon penggantinya, Naftali Bennett, terkenal haus darah dan lebih radikal.
Sosok Bennett dikenal karena pandangannya yang hawkish, termasuk tentang status Yerusalem dan pemukiman ilegal Yahudi Israel. Hal itu yang membuat para pejabat Palestina di Tepi Barat khawatir dan perdamaian justru lebih jauh dari yang diharapkan.
Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, Israel mungkin akan segera memiliki PM baru. Pada hari Rabu, hanya beberapa jam sebelum mandatnya ditetapkan berakhir, ketua Partai Yesh Atid, Yair Lapid, memberi tahu Presiden Reuven Rivlin yang akan lengser bahwa dia berhasil membentuk koalisi yang akan memaksa Benjamin Netanyahu untuk meninggalkan jabatannya.
Menurut kesepakatan yang dicapai dengan partai Yamina yang hawkish, orang yang akan memimpin Israel adalah Naftali Bennett, yang dikenal dengan pandangan sayap kanannya.
Lapid akan menjabat sebagai menteri luar negeri di pemerintahan baru hingga September 2023. Kemudian dia akan mengambil alih jabatan puncak, membiarkan rekannya mengelola Kementerian Dalam Negeri.
Bagi banyak orang di Israel, koalisi baru tersebut adalah alasan untuk merayakannya. Tapi bagi orang Palestina itu tidak banyak berubah. Dimitri Diliani, seorang anggota Garda Revolusi Fatah, mengatakan bahwa orang-orang Palestina memiliki sedikit harapan dari pemerintah Zionis Israel yang akan datang.
“Koalisi itu muncul sebagai hasil perjuangan antara dua kubu sayap kanan. Itu bukan perjuangan antara kelompok pro dan anti-perdamaian. Jadi bagi kami, mengganti satu pemerintahan rasis dengan yang lain tidak membuat banyak perbedaan. Meskipun kami mungkin senang melihat Netanyahu hengkang, kami tidak akan menyambut Bennett," katanya, seperti dikutip Sputniknews, Jumat (4/6/2021).
Sosok Bennett dikenal karena pandangannya yang hawkish, termasuk tentang status Yerusalem dan pemukiman ilegal Yahudi Israel. Hal itu yang membuat para pejabat Palestina di Tepi Barat khawatir dan perdamaian justru lebih jauh dari yang diharapkan.
Baca Juga
Untuk pertama kalinya dalam 12 tahun, Israel mungkin akan segera memiliki PM baru. Pada hari Rabu, hanya beberapa jam sebelum mandatnya ditetapkan berakhir, ketua Partai Yesh Atid, Yair Lapid, memberi tahu Presiden Reuven Rivlin yang akan lengser bahwa dia berhasil membentuk koalisi yang akan memaksa Benjamin Netanyahu untuk meninggalkan jabatannya.
Menurut kesepakatan yang dicapai dengan partai Yamina yang hawkish, orang yang akan memimpin Israel adalah Naftali Bennett, yang dikenal dengan pandangan sayap kanannya.
Lapid akan menjabat sebagai menteri luar negeri di pemerintahan baru hingga September 2023. Kemudian dia akan mengambil alih jabatan puncak, membiarkan rekannya mengelola Kementerian Dalam Negeri.
Bagi banyak orang di Israel, koalisi baru tersebut adalah alasan untuk merayakannya. Tapi bagi orang Palestina itu tidak banyak berubah. Dimitri Diliani, seorang anggota Garda Revolusi Fatah, mengatakan bahwa orang-orang Palestina memiliki sedikit harapan dari pemerintah Zionis Israel yang akan datang.
“Koalisi itu muncul sebagai hasil perjuangan antara dua kubu sayap kanan. Itu bukan perjuangan antara kelompok pro dan anti-perdamaian. Jadi bagi kami, mengganti satu pemerintahan rasis dengan yang lain tidak membuat banyak perbedaan. Meskipun kami mungkin senang melihat Netanyahu hengkang, kami tidak akan menyambut Bennett," katanya, seperti dikutip Sputniknews, Jumat (4/6/2021).
Baca Juga
tulis komentar anda