Para Pengacara AS Gugat China Triliunan Dolar karena Pandemi Covid-19
Senin, 20 April 2020 - 00:10 WIB
Para penggugat termasuk Olivier Babylone, 38, seorang agen perumahan asal Croydon, London Selatan, yang pendapatannya turun dua pertiga dan dirawat di rumah sakit awal bulan ini karena Covid-19.
"Saya telah terluka secara finansial, tetapi banyak orang telah kehilangan nyawa mereka sehingga saya beruntung, dan NHS (Layanan Kesehatan Nasional) sangat fantastis. Kita perlu tahu siapa yang bertanggung jawab," katanya, seperti dilansir Mail Online, Minggu (19/4/2020).
Bergabung dengannya dalam gugatan class action adalah Lorraine Caggiano, seorang administrator dari New York yang terinfeksi Covid-19 bersama dengan sembilan anggota keluarga lainnya setelah menghadiri pernikahan.
Ayah dan bibinya meninggal bulan lalu. "Saya tidak mengharapkan uang. Itu adalah gerakan simbolis yang kami lawan," ujarnya.
"Saya ingin tahu bagaimana dunia telah dibalik kepalanya, dengan orang-orang sekarat dan perusahaan-perusahaan tenggelam. Kita harus memastikan itu tidak pernah terjadi lagi," katanya.
Gugatan hukum untuk kasus kedua sedang dipersiapkan oleh Shurat HaDin, sebuah pusat hukum Israel yang telah mewakili para korban terorisme di seluruh dunia. Aviel Leitner dari pusat tersebut mengatakan akan meluncurkan tindakan hukumnya di AS. "Karena sebagian besar negara lain takut akan ekonomi dan retribusi China," ujarnya.
Para pengacara akan berpendapat bahwa kelalaian dan perilaku ceroboh Beijing begitu buruk sehingga, seperti halnya terorisme, negara tidak dapat bersembunyi di balik kekebalan berdaulat.
"China akan berjuang mati-matian. Jika terbukti lalai, itu akan menjadi malapetaka bagi mereka," kata Leitner.
Sementara itu, pengacara HAM Inggris Geoffrey Robertson menyerukan agar PBB mengatur penyelidikan tentang asal-usul Covid-19. Seruan ini muncul setelah ada klaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) gagal dalam tugasnya dengan mengikuti China secara mentah-mentah, yang telah menyebabkan Presiden Donald Trump memotong semua pendanaan AS untuk organisasi tersebut.
Robertson, mantan hakim pengadilan banding PBB, mengatakan konsekuensi dari tidak menangani virus pada tahap awal telah menjadi bencana dan fakta-fakta sedang terdistorsi oleh propaganda dan penilaian politik.
"Saya telah terluka secara finansial, tetapi banyak orang telah kehilangan nyawa mereka sehingga saya beruntung, dan NHS (Layanan Kesehatan Nasional) sangat fantastis. Kita perlu tahu siapa yang bertanggung jawab," katanya, seperti dilansir Mail Online, Minggu (19/4/2020).
Bergabung dengannya dalam gugatan class action adalah Lorraine Caggiano, seorang administrator dari New York yang terinfeksi Covid-19 bersama dengan sembilan anggota keluarga lainnya setelah menghadiri pernikahan.
Ayah dan bibinya meninggal bulan lalu. "Saya tidak mengharapkan uang. Itu adalah gerakan simbolis yang kami lawan," ujarnya.
"Saya ingin tahu bagaimana dunia telah dibalik kepalanya, dengan orang-orang sekarat dan perusahaan-perusahaan tenggelam. Kita harus memastikan itu tidak pernah terjadi lagi," katanya.
Gugatan hukum untuk kasus kedua sedang dipersiapkan oleh Shurat HaDin, sebuah pusat hukum Israel yang telah mewakili para korban terorisme di seluruh dunia. Aviel Leitner dari pusat tersebut mengatakan akan meluncurkan tindakan hukumnya di AS. "Karena sebagian besar negara lain takut akan ekonomi dan retribusi China," ujarnya.
Para pengacara akan berpendapat bahwa kelalaian dan perilaku ceroboh Beijing begitu buruk sehingga, seperti halnya terorisme, negara tidak dapat bersembunyi di balik kekebalan berdaulat.
"China akan berjuang mati-matian. Jika terbukti lalai, itu akan menjadi malapetaka bagi mereka," kata Leitner.
Sementara itu, pengacara HAM Inggris Geoffrey Robertson menyerukan agar PBB mengatur penyelidikan tentang asal-usul Covid-19. Seruan ini muncul setelah ada klaim bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) gagal dalam tugasnya dengan mengikuti China secara mentah-mentah, yang telah menyebabkan Presiden Donald Trump memotong semua pendanaan AS untuk organisasi tersebut.
Robertson, mantan hakim pengadilan banding PBB, mengatakan konsekuensi dari tidak menangani virus pada tahap awal telah menjadi bencana dan fakta-fakta sedang terdistorsi oleh propaganda dan penilaian politik.
tulis komentar anda