Karya Pelukis Indonesia Nunung WS Ramaikan Pameran 16 Seniman Perempuan Sedunia di Tokyo
Kamis, 22 April 2021 - 16:11 WIB
TOKYO - Museum Seni Mori Tokyo, Jepang , menyelenggarakan pameran seni yang diikuti 16 seniman perempuan dunia. Pameran yang bertema “Energi Lain: Kekuatan Dalam Menghadapi Tantangan” digelar 22 April hingga 26 September 2021.
Dari 16 seniman perempuan di dunia tersebut, salah satunya adalah pelukis kontemporer senior Indonesia Nunung WS, 73.
Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk Jepang Heri Akhmadi yang hadir saat pembukaan pameran di Museum Seni Mori di Roponggi, Tokyo, Jepang, pada Rabu (21/4/2021), mengapresiasi keikutsertaan Nunung WS dalam pameran ini. Menurutnya, ini menunjukkan pengakuan dunia internasional atas keunggulan karya seniman Indonesia.
"Kehadiran Nunung diantara 15 pelukis lanjut usia (lansia) dunia yang masih terus berkarya, menunjukkan lingkungan seni di Indonesia yang hidup dan bergairah. Penampilan karya Nunung, satu-satu nya dari negara ASEAN, juga merupakan pengakuan atas keunggulan seni rupa modern Indonesia," ujar Dubes Heri dalam keterangan pers KBRI Tokyo kepada SINDOnews.com, Kamis (22/4/2021).
Lebih lanjut, diplomat Indonesia tersebut menyambut baik penyelenggaraan pameran yang menghadirkan karya-karya seni berkualitas. Kepada Mami Kataoka; Direktur Museum Seni Mori, Heri Akhmadi mengatakan pameran ini sejalan dengan semangat Hari Kartini di Indonesia yang mengusung kesetaraan.
"Kurator pameran sangat baik dan cermat. Pilihan pelukis dan karyanya mencerminkan energi dan kualitas yang sangat tinggi. Ini merepresentasikan seni rupa modern dari seluruh belahan dunia," ujarnya yang didampingi sang istri, Nuning Akhmadi.
Nunung WS yang berkarya selama lebih dari 50 tahun mengekspresikan gagasannya lewat lukisan abstrak. Nunung menampilkan lukisan berjudul “Dimensi Aceh” berukuran 180 x 360 sentimeter (3 panel) acrylic di atas kanvas. Lukisan “Dimensi Aceh” ini mencerminkan larangan Islam terhadap penyembahan berhala.
Nunung WS yang lahir di Lawang, Jawa Timur, pada 9 Juni 1948, sejak awal kariernya berfokus pada lukisan bergaya abstraksionisme geometris. Keanekaragaman budaya Indonesia menginspirasi Nunung dalam melukis. Khususnya berbagai corak warna tenun.
"Pertama saya sangat suka dengan tenun. Indonesia terdiri banyak pulau sehingga banyak pula ragam dan corak tenun. Terutama warna dan juga visualnya. Hal itulah yang menginspirasi karya cipta saya dalam lukisan. Mengapa Aceh ? Karena bentuk visualnya berkecenderungan geometri," kata Nunung WS yang tidak hadir dalam penyelenggaraan pameran ini termasuk para peserta seniman dari berbagai negara karena pandemi COVID-19.
Nunung WS mengapresiasi penyelenggaraan pameran dan karya rupa dari para seniman.
"Ada pemikiran yang dahsyat. Mereka masih tetap berkarya. Yang dipamerkan merupakan hasil dari olah pikir yang konsisten dari mereka. Saya sangat salut kepada sang kurator Mami Kataoka, dengan temanya Another Energy. Karya dari Kuba, Carmen Herrer juga sangat menarik buat saya," kata Nunung WS yang belajar seni rupa di Akademi Seni Rupa Surabaya.
Mami Kataoka, Direktur Mori Art Museum Tokyo, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir telah muncul gerakan di seluruh dunia untuk mengatasi ketidaksetaraan di sekitar aspek identitas seperti jenis kelamin, ras, etnis, dan keyakinan.
"Dengan memberikan ruang yang lebih besar pada keragaman.Termasuk dalam seni kontemporer selama dekade terakhir, perhatian semakin beralih ke seniman perempuan. Khususnya pegiat seni kontemporer antara tahun 1950-an dan 1970-an yang terus aktif sebagai seniman hingga saat ini", kata Mami Kataoka.
Pameran ini berfokus pada 16 seniman perempuan dunia, berusia 70-an atau lebih, dengan karier mereka selama lebih dari 50 tahun. Mereka berasal dari 14 negara, di antaranya Indonesia, Jepang, Brazil, Kolombia, India, New Zealand, dan Switzerland. Beragam karya ditampilkan, tidak hanya lukisan, tetapi juga patung. Total sekitar 130 karya meramaikan pameran ini.
Pihak penyelenggara membuat aturan ketat dengan mengedepankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19. Para pengunjung diminta mendaftar melalui online sebelum datang ke pameran yang mulai dibuka Kamis (22/4/2021) untuk umum.
Dari 16 seniman perempuan di dunia tersebut, salah satunya adalah pelukis kontemporer senior Indonesia Nunung WS, 73.
Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia (RI) untuk Jepang Heri Akhmadi yang hadir saat pembukaan pameran di Museum Seni Mori di Roponggi, Tokyo, Jepang, pada Rabu (21/4/2021), mengapresiasi keikutsertaan Nunung WS dalam pameran ini. Menurutnya, ini menunjukkan pengakuan dunia internasional atas keunggulan karya seniman Indonesia.
"Kehadiran Nunung diantara 15 pelukis lanjut usia (lansia) dunia yang masih terus berkarya, menunjukkan lingkungan seni di Indonesia yang hidup dan bergairah. Penampilan karya Nunung, satu-satu nya dari negara ASEAN, juga merupakan pengakuan atas keunggulan seni rupa modern Indonesia," ujar Dubes Heri dalam keterangan pers KBRI Tokyo kepada SINDOnews.com, Kamis (22/4/2021).
Baca Juga
Lebih lanjut, diplomat Indonesia tersebut menyambut baik penyelenggaraan pameran yang menghadirkan karya-karya seni berkualitas. Kepada Mami Kataoka; Direktur Museum Seni Mori, Heri Akhmadi mengatakan pameran ini sejalan dengan semangat Hari Kartini di Indonesia yang mengusung kesetaraan.
"Kurator pameran sangat baik dan cermat. Pilihan pelukis dan karyanya mencerminkan energi dan kualitas yang sangat tinggi. Ini merepresentasikan seni rupa modern dari seluruh belahan dunia," ujarnya yang didampingi sang istri, Nuning Akhmadi.
Nunung WS yang berkarya selama lebih dari 50 tahun mengekspresikan gagasannya lewat lukisan abstrak. Nunung menampilkan lukisan berjudul “Dimensi Aceh” berukuran 180 x 360 sentimeter (3 panel) acrylic di atas kanvas. Lukisan “Dimensi Aceh” ini mencerminkan larangan Islam terhadap penyembahan berhala.
Nunung WS yang lahir di Lawang, Jawa Timur, pada 9 Juni 1948, sejak awal kariernya berfokus pada lukisan bergaya abstraksionisme geometris. Keanekaragaman budaya Indonesia menginspirasi Nunung dalam melukis. Khususnya berbagai corak warna tenun.
"Pertama saya sangat suka dengan tenun. Indonesia terdiri banyak pulau sehingga banyak pula ragam dan corak tenun. Terutama warna dan juga visualnya. Hal itulah yang menginspirasi karya cipta saya dalam lukisan. Mengapa Aceh ? Karena bentuk visualnya berkecenderungan geometri," kata Nunung WS yang tidak hadir dalam penyelenggaraan pameran ini termasuk para peserta seniman dari berbagai negara karena pandemi COVID-19.
Nunung WS mengapresiasi penyelenggaraan pameran dan karya rupa dari para seniman.
"Ada pemikiran yang dahsyat. Mereka masih tetap berkarya. Yang dipamerkan merupakan hasil dari olah pikir yang konsisten dari mereka. Saya sangat salut kepada sang kurator Mami Kataoka, dengan temanya Another Energy. Karya dari Kuba, Carmen Herrer juga sangat menarik buat saya," kata Nunung WS yang belajar seni rupa di Akademi Seni Rupa Surabaya.
Mami Kataoka, Direktur Mori Art Museum Tokyo, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir telah muncul gerakan di seluruh dunia untuk mengatasi ketidaksetaraan di sekitar aspek identitas seperti jenis kelamin, ras, etnis, dan keyakinan.
"Dengan memberikan ruang yang lebih besar pada keragaman.Termasuk dalam seni kontemporer selama dekade terakhir, perhatian semakin beralih ke seniman perempuan. Khususnya pegiat seni kontemporer antara tahun 1950-an dan 1970-an yang terus aktif sebagai seniman hingga saat ini", kata Mami Kataoka.
Pameran ini berfokus pada 16 seniman perempuan dunia, berusia 70-an atau lebih, dengan karier mereka selama lebih dari 50 tahun. Mereka berasal dari 14 negara, di antaranya Indonesia, Jepang, Brazil, Kolombia, India, New Zealand, dan Switzerland. Beragam karya ditampilkan, tidak hanya lukisan, tetapi juga patung. Total sekitar 130 karya meramaikan pameran ini.
Pihak penyelenggara membuat aturan ketat dengan mengedepankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19. Para pengunjung diminta mendaftar melalui online sebelum datang ke pameran yang mulai dibuka Kamis (22/4/2021) untuk umum.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda