Sri Lanka Melarang Burqa, Menutup Lebih dari Seribu Sekolah Islam

Sabtu, 13 Maret 2021 - 22:01 WIB
Warga Muslim mengenakan jilbab di Colombo, Sri Lanka. Foto/REUTERS
COLOMBO - Sri Lanka akan melarang pemakaian burqa dan menutup lebih dari seribu sekolah Islam atau madrasah.

Langkah pemerintah itu akan mempengaruhi populasi minoritas Muslim di negara itu.

Menteri Keamanan Publik Sri Lanka Sarath Weerasekera mengatakan dia telah menandatangani dokumen pada Jumat untuk meminta persetujuan kabinet.





Isi dokumen itu adalah melarang penutup wajah penuh yang dikenakan beberapa wanita Muslim dengan alasan "keamanan nasional".

Lihat infografis: Para Pakar Ketir-ketir, AS Bikin Rudal Nuklir Baru Rp1.440 Triliun

“Pada masa-masa awal kami, wanita dan gadis Muslim tidak pernah mengenakan burqa. Itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncul baru-baru ini. Kami pasti akan melarangnya,” ujar dia.

Lihat infografis: Inggris Batal Beli 90 Jet Tempur Siluman F-35 Lighning II

Pemakaian burqa di negara mayoritas Buddha untuk sementara dilarang pada 2019 setelah pemboman gereja dan hotel oleh militan yang menewaskan lebih dari 250 orang.

Setelah itu, Gotabaya Rajapaksa, yang terkenal karena menghancurkan pemberontakan selama puluhan tahun di utara negara itu saat menjabat menteri pertahanan, terpilih sebagai presiden.

Dia menjanjikan tindakan keras terhadap ekstremisme saat masa kampanye presiden.

Rajapaksa dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang meluas selama perang. Tuduhan itu dia bantah.

Weerasekera mengatakan pemerintah berencana melarang lebih dari seribu sekolah Islam atau madrasah yang menurutnya melanggar kebijakan pendidikan nasional.

“Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak,” ujar dia.

Langkah pemerintah pada burqa dan sekolah Islam mengikuti perintah tahun lalu yang mengamanatkan kremasi korban COVID-19 meski bertentangan dengan keinginan umat Islam yang hendak menguburkan jenazah para korban COVID-19.

Larangan itu dicabut awal tahun ini setelah mendapat kritik dari Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More