Junta Tembak Mati 18 Demonstran, Media Myanmar Salahkan Pendemo
Senin, 01 Maret 2021 - 07:45 WIB
YANGON - Junta Myanmar semakin kalap menghadapi gelombang protes antikudeta militer , di mana 18 demonstran terbunuh akibat tembakan pasukan keamanan saat berunjuk rasa hari Minggu. Media pemerintah menyalahkan kubu demonstran dengan menyebutnya terlalu anarkis.
"Tindakan berat pasti akan diambil terhadap pengunjuk rasa yang rusuh,” tulis Global New Light Of Myanmar, media yang dikelola negara yang saat ini dikendalikan junta. “Tentara sebelumnya telah menunjukkan pengekangan, tetapi tidak bisa mengabaikan massa anarkis,” lanjut laporan media tersebut, seperti dikutip Reuters, Senin (1/3/2021).
Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan pasukan keamanan kembali menggunakan tembakan langsung terhadap mereka yang memprotes kudeta militer. Selain menewaskan 18 demonstran, lebih dari 30 orang lainnya terluka.
Hari Minggu menjadi hari protes paling berdarah yang telah berlangsung sejak kudeta militer awal Februari, yakni sejak tentara menangkap pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi. Militer mengambil alih kekuasaan dengan dalih kemenangan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi—penuh kecurangan.
"Polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, menggunakan kekuatan mematikan dan kekuatan yang kurang mematikan yang—menurut informasi yang dapat dipercaya—telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka,” kata Kantor HAM PBB dalam sebuah pernyataan.
Tembakan dilakukan oleh pasukan keamanan di beberapa lokasi di kota terbesar Myanmar; Yangon, setelah gas air mata dan granat setrum tidak membuat massa bubar.
Salah satu dari mereka yang terbunuh di Yangon adalah seorang pendidik yang ikut serta dalam protes guru yang dibubarkan dengan penggunaan granat setrum.
Polisi juga menindak unjuk rasa di luar kampus kedokteran setempat, membuat para dokter dan mahasiswa berjas lab putih melarikan diri. Menurut asosiasi dokter setempat, setidaknya 50 pekerja medis ditangkap di lokasi tersebut.
Laporan kematian juga datang dari Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, dan Dawei di wilayah selatan. Protes di beberapa kota lain juga dibubarkan dengan penggunaan kekerasan oleh tentara dan polisi.
"Kami mengutuk keras kekerasan yang meningkat terhadap protes di Myanmar dan menyerukan kepada militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap pengunjuk rasa damai," kata Kantor HAM PBB.
"Tindakan berat pasti akan diambil terhadap pengunjuk rasa yang rusuh,” tulis Global New Light Of Myanmar, media yang dikelola negara yang saat ini dikendalikan junta. “Tentara sebelumnya telah menunjukkan pengekangan, tetapi tidak bisa mengabaikan massa anarkis,” lanjut laporan media tersebut, seperti dikutip Reuters, Senin (1/3/2021).
Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan pasukan keamanan kembali menggunakan tembakan langsung terhadap mereka yang memprotes kudeta militer. Selain menewaskan 18 demonstran, lebih dari 30 orang lainnya terluka.
Hari Minggu menjadi hari protes paling berdarah yang telah berlangsung sejak kudeta militer awal Februari, yakni sejak tentara menangkap pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi. Militer mengambil alih kekuasaan dengan dalih kemenangan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD)—partainya Suu Kyi—penuh kecurangan.
"Polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, menggunakan kekuatan mematikan dan kekuatan yang kurang mematikan yang—menurut informasi yang dapat dipercaya—telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka,” kata Kantor HAM PBB dalam sebuah pernyataan.
Tembakan dilakukan oleh pasukan keamanan di beberapa lokasi di kota terbesar Myanmar; Yangon, setelah gas air mata dan granat setrum tidak membuat massa bubar.
Salah satu dari mereka yang terbunuh di Yangon adalah seorang pendidik yang ikut serta dalam protes guru yang dibubarkan dengan penggunaan granat setrum.
Polisi juga menindak unjuk rasa di luar kampus kedokteran setempat, membuat para dokter dan mahasiswa berjas lab putih melarikan diri. Menurut asosiasi dokter setempat, setidaknya 50 pekerja medis ditangkap di lokasi tersebut.
Laporan kematian juga datang dari Mandalay, kota terbesar kedua di negara itu, dan Dawei di wilayah selatan. Protes di beberapa kota lain juga dibubarkan dengan penggunaan kekerasan oleh tentara dan polisi.
"Kami mengutuk keras kekerasan yang meningkat terhadap protes di Myanmar dan menyerukan kepada militer untuk segera menghentikan penggunaan kekuatan terhadap pengunjuk rasa damai," kata Kantor HAM PBB.
(min)
tulis komentar anda